Dalam Buddhisme, istilah parinibbāna (Pāli; Sanskerta: parinirvāṇa;) umumnya digunakan untuk mengacu pada keadaan nibbāna-setelah-kematian, yang terjadi pada kematian dari tubuh seseorang yang telah mencapai Nibbāna semasa hidupnya. Parinibbāna menyiratkan pembebasan dari saṃsāra, karma, dan kelahiran kembali, serta hancurnya khandha.
Cerita rinci atas kejadian parinibbāna Buddha Gotama diuraikan dalam Mahāparinibbāna Sutta, Dīgha Nikāya, Sutta Piṭaka.
Aliran Mahāyāna
Laporan-laporan dari peristiwa-peristiwa yang diakui di sekitar parinirvāṇa Buddha sendiri ditemukan dalam berbagai literatur kanonik Buddhis. Selain Sutta Mahāparinibbāna Pāli (DN 16) dan paralelnya dalam bahasa Sanskerta, topik ini dibahas dalam Saṃyutta-nikāya (SN 6.15) dan beberapa paralel Sanskerta (T99 p253c-254c), Ekottara-āgama (T125 p750c) yang berbahasa Sanskerta, dan sutra-sutra awal lainnya yang dilestarikan dalam bahasa Tionghoa, serta di sebagian besar Vinaya yang dilestarikan dalam bahasa Tionghoa dari aliran Buddhis awal seperti Sarvāstivādin dan Mahāsāṃghika. Peristiwa historis parinirvāṇa Buddha juga dijelaskan dalam sejumlah karya kemudian, seperti Buddhacarita dan Avadāna-śataka berbahasa Sanskerta, dan Mahāvaṃsa berbahasa Pāli.
Menurut Bareau, komponen inti tertua dari semua laporan ini hanyalah laporan mengenai Parinirvāṇa Buddha itu sendiri di Kuśinagara dan upacara pemakaman setelah kematiannya.[2] Dia menganggap semua detail tambahan lainnya adalah tambahan-tambahan kemudian dengan sedikit nilai historis.