Bus rel Lembah Anai
Bus rel Lembah Anai julukan si Padang Anai atau Mak Buih adalah bus rel (rail bus) milik PT Kereta Api Indonesia yang beroperasi di rute Kayu Tanam-BIM via Duku dan sebaliknya. Bus rel ini adalah bus rel ketiga di Indonesia setelah bus rel Kertalaya di Sumatera Selatan dan bus rel Bathara Kresna di Jawa Tengah. Nama Lembah Anai berasal dari nama wisata air terjun yang terkenal dan menjadi maskot pariwisata di Sumatera Barat, yaitu Air Terjun Lembah Anai. Orang Padang biasa memanggilnya dengan Aia Tajun atau Aia Mancua Lembah Anai. Air terjun ini berketinggian sekitar 35 meter ini merupakan bagian dari aliran Sungai Batang Lurah Dalam dari Gunung Singgalang yang menuju daerah patahan Anai. Air terjun ini berada di bagian barat Cagar Alam Lembah Anai. Bus rel ini termasuk salah satu angkutan KA perintis, yang mana penyelenggaraannya merupakan amanah Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Dalam hal biaya yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian untuk mengoperasikan sarana perkeretaapian lebih tinggi daripada pendapatan yang diperoleh berdasarkan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah, maka selisihnya menjadi tanggung jawab pemerintah dalam bentuk subsidi angkutan perintis.[1] Saat ini, Kereta api Lembah anai menggunakan Rangkaian Darurat. Dikarenakan Rangkaian asli miliknya Sedang mengalami kerusakan, Rangkaian darurat tersebut terdiri dari (1) lokomotif BB303, dan (1) kereta penumpang. menjadikanya sebagai kereta api terpendek di indonesia. Walau bisa dibilang hal ini cukup miris, dikarenakan rangkaian asli KA Lembah Anai ini sudah rusak sejak Satu tahun yang lalu.
SejarahPerusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) pernah mengoperasikan layanan kereta api penumpang di hampir seluruh jalur kereta api yang masih hidup di Sumatera Barat pada saat itu termasuk untuk berhenti di Stasiun Kayu Tanam, seluruh layanan kereta api penumpang reguler ditarik oleh lokomotif uap. Namun pada tahun 1984 layanan kereta api penumpang reguler sudah berhenti beroperasi karena PJKA saat itu merugi serta dampak dari kebijakan penghentian pengoperasian lokomotif uap sehingga jalur menuju Sawahlunto hanya fokus untuk operasi kereta api batu bara hingga tahun 2003 serta jalur menuju Bukittinggi berhenti beroperasi pada saat itu juga. Sebelum bus rel Lembah Anai beroperasi, kereta api Sibinuang adalah kereta api penumpang satu-satunya yang beroperasi di Divre II Sumbar. Sejak kedatangannya di Sumatera Barat, sejatinya bus rel ini dioperasikan untuk kereta api bandara namun karena jalur petak Duku-BIM belum selesai dikerjakan pada waktu itu membuat bus rel tersebut dialihkan untuk pengoperasian kereta penumpang relasi Lubuk Alung-Kayu Tanam namun armada baru untuk kereta bandara direalisasikan. Reaktivasi jalur kereta api menuju Kayutanam pada tahun 2015 melatarbelakangi pengoperasian kembali kereta api penumpang untuk jalur tersebut. Setelah reaktivasi jalur menuju Kayu Tanam selesai dan sudah selesai diuji coba, bus rel Lembah Anai mulai melayani kepada publik pada tanggal 1 November 2016[2] dan diresmikan oleh Direktur Utama (DU) KAI Edi Sukmoro, Direktur Jenderal KA (Dirjenka) Prasetyo Boeditjahjono, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno.[3] Untuk memaksimalkan layanan bus rel Lembah Anai, mulai 22 Maret 2019 rutenya diperpanjang hingga Bandara Internasional Minangkabau. Kemudian pada 1 Oktober 2019, frekuensi KA Lembah Anai ditambah dari 4 kali perjalanan menjadi 6 kali perjalanan. Menuju ke PadangSejak 22 Maret 2019, bus rel Lembah Anai juga berhenti di Stasiun Duku sehingga mempermudah warga Kab. Padang Pariaman transit ke Padang dengan Minangkabau Ekspres atau sebaliknya dan juga jadwalnya bersinkronisasi dengan jadwal kereta bandara tersebut. Untuk melanjutkan perjalanan ke Padang, penumpang turun ke Stasiun Duku terlebih dahulu lalu menaiki Minangkabau Ekspres menuju Padang. Sebaliknya, jika penumpang berpergian ke Kayu Tanam, penumpang dari Padang menaiki Minangkabau Ekspres menuju Duku terlebih dahulu, lalu menaiki bus rel Lembah Anai di Duku menuju Kayu Tanam. Galeri
Lihat pula
Referensi
|