Irwan menyelesaikan pendidikan menengah di Padang. Ia terjun sebagai aktivis dakwah saat berkuliah di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia pada 1982. Tamat pada 1988, ia kembali ke Padang mendirikan Yayasan Pendidikan Adzkia sambil bekerja sebagai konsultan pengembangan SDM paruh waktu berbagai perusahan dan dosen psikologi industri. Seiring pengukuhan Partai Keadilan (PK) pada 1998, Irwan membentuk dan mengetuai perwakilan PK di Malaysia sembari melanjutkan S-3 di Universitas Putra Malaysia. Melalui PK yang kini menjadi PKS, Irwan terpilih sebagai anggota DPR mewakili Sumatera Barat selama tiga periode hasil pemilihan umum 1999, 2004, dan 2009.
Selama duduk di parlemen, Irwan mencurahkan pandangannya dalam penyusunan sejumlah RUU, termasuk penggunaan sumber energi alternatif panas bumi. Sebagai politikus, ia dicatat karena kemampuan melobi dan pernah menolak permintaan untuk menjadi menteri. Di luar parlemen, Irwan merupakan guru besar Universitas Muhammadiyah Jakarta bidang manajemen SDM, aktif menulis, dan tetap berdakwah. Ia juga guru besar luar biasa bidang psikologi Universitas Negeri Padang (UNP).[2][3]
Sejak 15 Agustus 2010, ia mulai menjabat sebagai Gubernur Sumatera Barat, dihadapkan dengan kehancuran sarana dan prasarana publik pasca-gempa bumi 2009 yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Upaya rehabilitasi maupun rekonstruksi di bawah kepemimpinannya mendapat apresiasi dari pemerintah pusat.[4][5][6][7][8]
Latar belakang
Lahir di Kota Yogyakarta pada 20 Desember 1963, Irwan Prayitno adalah anak pertama dari empat bersaudara pasangan keluarga asal Minangkabau, Djamrul Djamal (ayah) dan Sudarni Sayuti (ibu).[9] Ayahnya berasal Nagari Simabur, Tanah Datar, sementara ibunya asal Nagari Pauh IX—yang kini secara administratif masuk wilayah Kecamatan Kuranji, Padang.[10] Meski berdarah Minangkabau, orang tua Irwan memberinya nama Jawa alih-alih nama Minangkabau sebagai dampak dari peristiwa Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).[11][12] Walaupun tidak dikatakan oleh orang tuanya, Irwan menduga ia diberikan nama Jawa agar "cepat memperoleh pekerjaan" dan memiliki arti yang baik.[13][14]
Ayah dan ibu Irwan berprofesi sebagai dosen. Mereka sama-sama lulusan PTAIN Yogyakarta (kini Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta). Setelah melahirkan anak pertama, pasangan ini sempat menetap di Semarang sampai Irwan berusia tiga tahun, dan pindah ke Cirebon saat Irwan memasuki usia sekolah dasar. Usai Irwan tamat SD di Cerbon pada 1976, mereka pindah ke Padang karena tugas mengajar di IAIN Imam Bonjol. [15]
Kelak, Irwan dinobatkan sebagai penghulu Suku Tanjung dengan gelar Datuak Rajo Bandaro Basa di kampung ibunya, Kuranji.[16] Gelar tersebut sebelumnya disandang oleh ninik mamak Irwan dari pihak ibu, Saumar.[17][18] Acara pengukuhan gelar berlangsung pada 13 Februari 2005 yang turut dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu.[19]
Irwan mengenyam bangku pendidikan menengah di SMP Negeri 1 Padang (1976–1979) dan SMA Negeri 3 Padang (1979–1982). Sewaktu SMA, Ia mulai berkecimpung di organisasi, bergabung dalam kepengurusan OSIS pada tahun kedua dan ketiga. Selama di SMA, ia selalu dipercayakan sebagai ketua kelas serta meraih juara kelas dan juara umum.[20] Irwan sempat berkeinginan melanjutkan kuliah ke Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama dengan teman-temannya. Namun, karena mempunyai masalah mata, ia mengalihkan pilihan ke Universitas Indonesia (UI) dan diterima di Fakultas Psikologi.[21]
Di perguruan tinggi, Irwan aktif mengikuti diskusi keislaman dan perhimpunan mahasiswa. Ia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jakarta. Di sana, ia merasakan gaya represif pemerintahan Soeharto terhadap pergerakan Islam. Pada 1984, ia didapuk sebagai Ketua HMI Komisariat Fakultas Psikologi UI. Pada 1986, seiring intervensi pemerintah yang memaksakan penerapan Pancasila sebagai asas tunggal, HMI mengganti asasnya dengan Pancasila; bersamaan dengan itu Irwan keluar dari keanggotaan HMI.[22] Setelah itu, ia mengikuti pergerakan Islam dalam skala yang lebih kecil, beralih ke masjid di kampus-kampus lewat kelompok-kelompok tarbiah yang berorientasi pada pembinaan akidah dan akhlak.[23]
Selama kuliah, selain menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan kemahasiswaan, ia banyak menghabiskan waktu di luar kampus untuk berdakwah, menjadi konselor di SMA Islam PB Sudirman Jakarta,[25] SMP Muhammadiyah 39, dan bimbingan belajar Nurul Fikri.[26] Di bidang akademik, ia menjadi asisten peneliti. Pada 1985, dalam usia 22 tahun, Irwan menikah dengan Nevi Zuairina, mahasiswi kimia UI yang ditemuinya saat menjalani kuliah semester tiga.[27] Bersama istrinya, Irwan terus menunaikan dakwah dan aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Kesibukan Irwan mengakibatkan kuliahnya tidak lancar. Menurutnya, hal yang ia cari dalam pendidikan bukanlah nilai semata, tetapi pengembangan diri.[27] Ia menyelesaikan kuliahnya setelah enam tahun dengan IPK rendah 2,02 karena harus membagi waktunya untuk mencari nafkah.[28] Walaupun demikian, ia termasuk lulusan yang tercepat di angkatannya. Setamat kuliah, aktivitas dakwah Irwan dan istri berlanjut dengan mengembangkan kegiatan dakwah di kampus Universitas Andalas dan IKIP Padang (sekarang Universitas Negeri Padang).[29]
Mendirikan Adzkia
Tamat dari UI, Irwan memutuskan pulang ke Padang untuk berdakwah, mengajar kursus, serta bekerja sebagai psikolog.[25] Ia juga mengajar sebagai dosen psikologi industri di Aqabah, Bukittinggi dan Universitas Andalas, Padang. Sembari itu, ia merintis dan mendirikan yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dengan modal Rp15 ribu. Semula, Irwan membuka kursus bimbingan belajar Adzkia di Lolong pada 1987 (cikal bakal PT Adzkia Masa Depan yang memiliki setidaknya 19 cabang di Indonesia). Saat itu, ia dibantu Mahyeldi Ansharullah sebagai pengelola dan Syukri Arief sebagai guru. Pada 1988, kelas kursus berpindah ke kompleks perguruan Persatuan Guru Agama Islam (PGAI), Jati. Bermula dari kursus bimbingan belajar, Irwan membentuk Yayasan Pendidikan Adzkia yang secara bertahap mewadahi taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.[30] Pada 1994, Adzkia telah memiliki jenjang perguruan tinggi, selain taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah kejuruan.[31] Dalam pembinaan anak didik, ia mencurahkan ilmu psikologi yang ditimbanya di bangku kuliah.[32]
Pada 1992, ia diterima melanjutkan studi Agricultural and Mechanical College of Texas dengan bantuan Nur Mahmudi Ismail, tetapi karena gagal mendapatkan visa sehingga ia mengalihkan pilihannya ke Malaysia. Pada 1995, Irwan mengambil kuliah di Selangor, Malaysia sambil membawa serta istri dan anaknya.[33] Namun, karena IPK rendah, lamarannya sempat beberapa kali ditolak. Tak patah arang, dengan bantuan Prof. Sahrim Hj. Ahmad, ia akhirnya diterima dengan status percobaan. Kepada Rektor Universitas Putra Malaysia (UPM) Prof. Azimi Hamzah, ia menjamin dirinya sanggup menyelesaikan studi dalam tiga semester.[34] Ia mengambil kuliah S-2 bidang pengembangan SDM (Human Resource Development) di UPM, Selangor. Tamat satu setengah tahun lebih awal 1996, ia melanjutkan kuliah S-3 di kampus yang sama.[35]
Sehari-hari di Selangor, ia harus bekerja keras mengurus keluarga. Saat itu, ia telah memiliki tujuh anak.[33] Dengan istri, ia berbagi tugas karena tak ada pembantu. Irwan mengaku, di antara kegiatannya, dirinya hanya mengalokasikan sekitar 10 sampal 20 persen untuk kuliah. Kegiatan dakwahnya tetap berlanjut. Bahkan, ia menunaikan dakwah sampai ke London, Inggris; Maryland, Amerika Serikat; Sydney dan Perth, Australia. Ia harus mengerjakan tugas-tugas perkuliahan dalam perjalanan di dalam mobil, pesawat, atau kereta api.[36]
Saat dicalonkan oleh Partai Keadilan sebagai anggota legislatif DPR, Irwan tengah mempersiapkan ujian akhir S-3. Meski turun kampanye untuk daerah pemilihan Kabupaten Tanah Datar pada pemilihan umum legislatif Indonesia 1999, ia dapat merampungkan kuliahnya untuk gelar PhD dengan IPK cumlaude 3,97 pada tahun 2000.[37] Kembali ke Indonesia, ia berbagi tugas di legislatif dan kegiatannya di bidang akademisi. Sejak tahun 2003, ia mengajar program pasca-sarjana di Universitas Muhammadiyah Jakarta dan dikukuhkan sebagai guru besar pada 1 September 2008.[38] Sampai ia menjadi Gubernur Sumatera Barat sejak 2010, ia masih menyempatkan mengajar 12 kali dalam satu semester.[39][40]
Dewan Perwakilan Rakyat
Ketika pengukuhan pendirian Partai Keadilan pada 20 Juli 1998, Irwan ditunjuk sebagai Ketua Perwakilan PK di Malaysia.[butuh rujukan] Ia dimintai kesediaan untuk dicalonkan sebagai anggota legislatif oleh PK mewakili daerah pemilihan Sumatera Barat I. Hasil pemilihan umum legislatif Indonesia 1999, PK hanya memperoleh 1,4 juta suara atau 1,7% dari total pemilih. PK mendudukkan tujuh kader di DPR, termasuk dirinya. Bersama Partai Amanat Nasional yang mengumpulkan 37 kursi DPR, kedua partai bergabung membentuk Fraksi Reformasi dengan Hatta Rajasa sebagai ketua dan Irwan Prayitno sebagai wakil. Fraksi mengantar nama Irwan sebagai Ketua Komisi VIII. Ia memimpin Komisi VIII yang di antaranya membidangi masalah energi dan sumber daya mineral. Selama berada di DPR, Hatta mengaku fraksi mereka adalah fraksi yang militan. AM Fatwa menyebut Irwan satu-satunya pimpinan komisi di DPR yang tak tergantikan selama lima tahun.[butuh rujukan]
Jelang 1 April 2000, pemerintah hampir memberlakukan kenaikan tarif BBM. Susilo Bambang Yudhoyono yang waktu itu menjabat Menteri Pertambangan, malam hari sebelum pengumuman kenaikan BBM sempat menelepon Irwan, menanyakan tentang kesiapan kenaikan BBM. "Saya katakan, kami di DPR belum siap atas kenaikan itu," tutur Irwan.[41] Pada hari pengumuman 31 Maret 2000, Presiden Abdurrahman Wahid memutuskan menunda rencana menaikkan harga BBM.[42] Setelah pembahasan dengan DPR, pemerintah resmi memberlakukan kenaikan tarif BBM pada 1 Oktober 2000.[43]
Saat pemerintah terus mengurangi subsidi BBM sejak Oktober 2000, Irwan mengusulkan penggunaan energi panas bumi sebagai energi alternatif dengan memulai pembahasan rancangan undang-undang melaui Komisi VIII. Menurutnya, pemakaian energi panas bumi akan turut membantu pemerintah mendorong kemandirian penyediaan energi, terutama melalui pembangkit listrik. "Penggunaan energi panas bumi memungkinkan pemerintah tidak terbebani oleh mata uang asing seperti halnya penyediaan BBM dan menghindari ketergantungan minyak dalam jangka panjang." Namun, RUU semula tidak dilirik oleh pemerintah, karena energi panas bumi dianggap mahal.[44] Ia terus melobi eksekutif untuk meloloskan RUU, sampai akhirnya pemerintah mengesahkannya menjadi UU Panas Bumi Nomor 27 tahun 2003. Saat itu, undang-undang ini belum ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah.[45]
Pada 23 Juli 2001, Megawati Soekarnoputri naik jabatan sebagai presiden, menggantikan Abdurrahman Wahid yang dimakzulkan. Dalam pemilihan wakil presiden, PK mengusung Hamzah Haz, mendahului sikap resmi PPP. Dalam upaya memperoleh dukungan dari parlemen untuk mendukung Hamzah, Irwan melobi tokoh-tokoh kunci dari fraksinya seperti Amien Rais, AM Fatwa, dan Hatta Rajasa. Irwan bahkan mengancam akan keluar dari fraksi jika fraksi tidak mendukung Hamzah Haz. Bersamaan dengan naiknya Hamzah Haz, Megawati mengangkat beberapa anggota lintas fraksi sebagai menteri. Ia ditawari jabatan Menristek, tetapi atas pertimbangan partai ia menolak. Jabatan ini dialihkan ke Hatta Rajasa, rekan satu fraksi dan satu komisi Irwan.[butuh rujukan]
Memasuki tahun 2003, pemerintah mengumumkan kenaikkan TDL, tarif telepon, dan BBM secara serentak. Fraksi Reformasi menyatakan desakan pembatalan tiga agenda ini. Irwan bahkan mengancam akan keluar dari DPR bersama enam orang anggota Partai Keadilan lainnya jika kenaikan tarif serentak tetap diberlakukan. "Mengingat masyarakat tidak mampu menanggung beban akibat krisis, maka alternatif pembatalan adalah yang paling tepat," tutur Irwan.[46] Dalam wawancara dengan Republika, Irwan menyatakan kekecewaannya atas tanggapan pemerintah yang mengesankan seolah-olah pemberlakukan kenaikan sudah disetujui dewan. "Jangankan menyetujuinya, membahasnya tidak. Kita tak pernah diajak membahas tentang kenaikan harga BBM dan kapan keputusan kenaikan itu bisa diterapkan. Jelas masyarakat dibohongi," ujarnya.[41][47] Meskipun PK tidak menarik anggotanya dari parlemen, pemerintah merespons dengan tidak jadi menaikkan TDL dan tarif telepon.[48][49][41] Terkait ancamannya, Irwan menyebutnya sebagai pembelajaran bagi politikus sekaligus kader. "Apabila kita sudah tidak sanggup lagi untuk menjaga amanah dan aspirasi rakyat sudah tak dapat didengar lagi maka sudah sepantasnyalah kita keluar dari DPR."[50]
Pada pemilihan umum legislatif April 2004, Irwan diusung partai yang telah berganti nama PKS sebagai calon anggota legislatif DPR. Daerah pemilihan Sumatera Barat mengirimkan dua wakil ke DPR dari PKS, dirinya dan Refrizal. Pada periode keduanya di DPR, ia kembali mengetuai komisi yang sama sampai 2005 sebelum berpindah komisi dan diangkat sebagai Ketua Komisi X sejak 2006.[51] Setelah memimpin komisi yang membidangi masalah pendidikan, ia berhadapan dengan pemerintah dalam evaluasi pelaksanaan UN.[52] Ia mengkritik pelaksanaan UN bila sebatas syarat penentu kelulusan siswa, berpendapat bahwa hasil UN mestinya bisa digunakan untuk masuk perguruan tinggi. Ia mengusulkan pelaksanaan SPMB untuk menjaring mahasiswa bebas biaya. Irwan pernah berpendapat pelaksanaan penerimaan mahasiswa harus ditangani otonom oleh masing-masing perguruan tinggi.[52]
Jelang pemilihan umum Presiden Indonesia 2004, Irwan yang sejak awal mengarahkan dukungannya ke Amien Rais ditunjuk oleh partai untuk menjalin mitra koalisi dengan Amien. Irwan sekaligus mengemban misi memenangkan Amien Rais di Sumatera Barat. Amien mendapat dukungan mayoritas di Sumatera Barat, tetapi secara nasional kalah perolehan suara dan gagal masuk ke pemilihan presiden putaran kedua. Menjelang pemilihan presiden putaran kedua, Irwan meyakinkan PKS untuk mendukung Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam pemerintahan, Irwan dan SBY telah menjalin hubungan dalam kapasitas Irwan sebagai Ketua Komisi VIII dan SBY sebagai Mentamben. Berdasarkan hasil rekapitulasi suara, SBY mendapat dukungan bulat 84,4% dari Sumatera Barat. Wakil presiden terpilih Jusuf Kalla menuturkan, SBY sempat mengharapkan Irwan turut memperkuat kabinet sebagai Menteri ESDM setelah pemilihan umum Presiden Indonesia 2004, tetapi Irwan lebih memilih berkonsentrasi di DPR. "Ini memberikan kesan bagi saya bahwa saudara Irwan menjalankan tugas dengan baik apabila dipercayakan dan memegang amanah."[53]
Dalam pemilihan pimpinan MPR, Irwan Prayitno berperan menaikkan Hidayat Nur Wahid menjadi Ketua MPR. Nama Irwan lebih dulu mengapung sebagai calon Ketua MPR,[54][55] tetapi Irwan menolak pencalonannya. Ia terlibat dalam penyusunan peraturan tata tertib MPR, mengusulkan calon yang tampil tidak secara individu tetapi secara paket dengan komposisi 2-2, dua dari DPR dan dua dari DPD. Koalisi tempat PK bergabung resmi mengusulkan paket Hidayat didampingi tiga orang calon wakil ketua, yaitu AM Fatwa, Aksa Mahmud, dan Mooryati Soedibyo. Saat itu, ia ditunjuk untuk memimpin lobi ke semua partai untuk mendukung Hidayat. Hidayat terpilih setelah mendapat 326 suara, berbeda dua angka dengan paket dari koalisi yang mengusulkan Sutjipto.[56]
Dalam pemilihan umum 2009, Irwan dan Refrizal terpilih kembali mewakili Sumatera Barat.[57] Irwan tak menyelesaikan periode ketiganya setelah maju sebagai Gubernur Sumatera Barat. Posisi yang ditinggalkannya diisi oleh Sidi Hermanto.
Gubernur Sumatera Barat
Pencalonan
Irwan Prayitno pernah maju sebagai calon Gubernur Sumatera Barat pada pemilihan umum Gubernur Sumatera Barat 2005. Seiring dengan pencalonannya, ia meninggalkan jabatan kepartaian. Irwan maju didampingi Ikasuma Hamid dengan dukungan parlemen dari PKS dan Partai Bintang Reformasi. Ikasuma Hamid adalah mantan Bupati Tanah Datar dua periode dan anggota DPRD Sumatera Barat petahana. Irwan yang ketika itu berumur 41 tahun bersaing dengan Jeffrie Geovanie yang lebih muda empat tahun dan Gamawan Fauzi yang berumur 46 tahun. Dalam pemilihan yang diikuti lima kandidat calon, Irwan bersama pasangannya tercatat memperoleh 25,11% suara. Hasil rekapitulasi suara menunjukkan kemenangan Gamawan Fauzi, Irwan Prayitno di urutan kedua, dan Jeffrie Geovanie di urutan ketiga.[58]
Meski memperoleh suara di bawah gubernur terpilih Gamawan Fauzi, Irwan semula tidak berencana maju kembali dalam pemilihan umum Gubernur Sumatera Barat 2010.[59] Ia mendadak dimintai DPP PKS untuk maju, dua hari sebelum hari terakhir pendaftaran.[60] Irwan mengaku sempat marah karena sebelumnya PKS telah menyiapkan kadernya yang Wakil Ketua DPRD Sumatera BaratTrinda Farhan Satria. Setelah beberapa kali penolakan, DPW PKS Sumatera Barat datang meminta langsung pada Irwan ke Jakarta. "Tetap saya tolak, karena partai waktu itu hanya memerintahkan saya menjadi dubes. Saya pindah ke Komisi I waktu itu untuk persiapan dubes," aku Irwan sebagaimana rilis berita KlikSumbar.[59]
Sebelumnya, PKS berencana mengusung Trinda Farhan Satria dan telah gencar menyosialisasikan sebagai calon wakil gubernur, tetapi urung karena tak kunjung mendapatkan mitra koalisi. Irwan akhirnya menyatakan maju dalam pemilihan sebagai calon Gubernur Sumatera Barat setelah DPP PKS meminta kesediaannya dicalonkan kembali. Dengan dukungan PKS, PBR, dan Hanura, Irwan maju bersama pasangannya Muslim Kasim yang mantan Bupati Padang Pariaman dua periode.[61] Irwan yang tiba di Padang pada sore hari terakhir pendaftaran, 8 April 2010, bersama Muslim mendaftar ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Barat, 50 menit jelang berakhirnya masa pendaftaran.[61] Dalam pemilihan umum 2010, Irwan bersaing bersama Ediwarman dan Marlis Rahman yang berlatar akademisi, Fauzi Bahar yang ketika itu Wali Kota Padang, dan seorang ekonom Endang Irzal.
Irwan resmi ditetapkan sebagai gubernur terpilih setelah meraup 32,44% suara.[62] Ia tercatat sebagai Gubernur Sumatera Barat pertama yang berasal dari partai politik. Bersama wakilnya Muslim Kasim, Irwan dilantik sebagai Gubernur Sumatera Barat pada Minggu, 15 Agustus 2010 oleh Menteri Dalam NegeriGamawan Fauzi atas nama Presiden RI. Pelantikan berlangsung di bekas ruangan garasi mobil DPRD Sumatera Barat karena gedung utama rusak berat akibat gempa.[63]
Periode pertama
Irwan dilantik sebagai gubernur pada 15 Agustus 2010, kurang dari sebelas bulan setelah gempa bumi mengguncang Sumatera Barat. Pelantikan gubernur dan wakil gubernur terpilih berlangsung di ruang garasi DPRD Sumatera Barat. Menjalani periode pertama, Irwan memimpin penataan provinsi yang porak-poranda pasca-bencana.[64] Melalui kebijakan Irwan, rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap rumah penduduk dan fasilitas publik mendapat prioritas dari pembangunan gedung pemerintahan.[65] Pada 2011, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memberikan penghargaan "terbaik" atas pelaksanaan tanggap darurat yang dilakukan pemerintah provinsi.[66] Tiga tahun setelah bencana, sebanyak 197.636 rumah penduduk yang rusak telah direhabilitasi dan direkonstruksi sehingga, BNPB pada 2013 memberikan penghargaan rehabilitasi dan rekonstruksi "tercepat" kepada pemerintah provinsi.[67]
Selama periode pertama kepemimpinannya, Irwan menjadikan rumah dinasnya sebagai kantor. Irwan mengaku, pasca-gempa banyak SKPD berkantor sementara di ruang darurat dan bertumpuk pada satu ruangan. Saat kantor baru untuk gubernur siap ditempati pada akhir 2013, Irwan mengalihkan penggunaannya untuk SKPD yang masih berdesak-desakan berkantor di aula Gubernuran. Pembangunan gedung pemerintahan baru dimulai pada 2013, sementara perbaikan kantor gubernur lama menyusul pada akhir 2014. Saat memasuki periode kedua menjabat gubernur, Irwan masih belum menempati kantor resmi, menunggu retrofit kantor gubernur lama selesai.[68]
Harian lokal Padang Ekspres dalam edisinya 15 Agustus 2014 mendaftarkan sedikitnya 137 penghargaan yang diraih atas nama pemerintah provinsi Sumatera Barat empat tahun terakhir. Sejumlah penghargaan untuk tahun 2013 diserahkan terpisah sepanjang semester pertama 2014. Pada 13 Mei 2014, Sumatera Barat menerima opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Sumatera Barat 2013.[69] Ini adalah untuk kali kedua setelah LKPD tahun sebelumnya mendapat opini serupa. Pada 24 Februari 2014, pemerintah menyerahkan penghargaan Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran. Dengan predikat memuaskan tiga, capaian realisasi keuangan Sumatera Barat menduduki peringkat ke-6 nasional.[70] Dalam pelaksanaan APBD 2013, realisasi anggaran mencapai 98,92% dari target Rp3,182 triliun, sementara serapan PAD melebihi target, 102,42% yaitu Rp1,366 triliun dari target Rp1,334 triliun.[71][72]
Dalam bidang infrastruktur, Menteri PU Djoko Kirmanto pernah mengatakan infrastuktur di Sumatera Barat terbaik dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Data tahun 2013 mengungkapkan kemantapan jalan nasional menyentuh angka 95,32%, capaian layanan air minum mencapai 62,52%, dan jangkauan layanan sanitasi permukiman 45,58%.[73] Dari Kementerian Sosial, Sumatera Barat menerima penghargaan Piagam Kesetiakawanan Sosial atas implementasi program penyelenggaraan kesejahteraan sosial pada 7 Maret 2014. Presentase angka kemiskinan terus terun sejak 2010 dari angka 9,5% menjadi 7,5% pada 2013. Angka Indeks Pembangunan Manusia provinsi adalah 74,70 atau menduduki peringkat ke-9 nasional. Dari Kementerian Perindustrian, pemerintah menyerahkan penghargaan peringkat kedua nasional dalam peningkatan penggunaan produksi dalam negeri pada Oktober 2014.[74]
Pada 18 Juli 2014, Sumatera Barat mendapat predikat terbaik nasional dengan nilai tertinggi dalam kepatuhan terhadap UU Nomor 25 tahun 2009 tentang "Pelayanan Publik" dari Ombudsman RI. Penghargaan diterima Gubernur Irwan Prayitno dari Menko Polhukam Djoko Suyanto di Jakarta. Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana telah menyampaikan hasil penilaian saat menemui Irwan di Gubernuran pada 15 Mei 2014. Irwan selaku kepala daerah dinilai memiliki respon dan komitmen mewujudkan kebutuhan dan sistem pelayanan publik sesuai UU. Sebelumnya, Badan Kepegawaian Negara memasukkan Sumatera Barat sebagai provinsi terbaik dalam pelaksanaan penerimaan CPNS 2013 dengan sistem Computer Assisted Test (CAT).[75][76]
Dari Kementerian Pariwisata, Sumatera Barat menerima penghargaan tertinggi di bidang kepariwisataan The Most Improved Travel Culb Tourism Award pada 20 November 2014. Sebelumnya, Sumatera Barat meraih salah satu kategori penghargaan National Procurement Award 2014 dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atas peran LPSE provinsi.[77] Pada 8 Desember 2014, Menteri Kebudayaan Pendidikan Dasar dan MenengahAnies Baswedan memberikan penghargaan Inklusif Award 2014 atas implementasi pendidikan inklusif di daerah-daerah Sumatera Barat.[78] Pada 10 Desember, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menyerahkan piagam penghargaan atas peran serta Smatera Barat dalam mendukung kegiatan Pembentukan Daerah Tertib Ukur dan Pasar Tertib Ukur.[79]
Selaku gubernur, Irwan berperan meningkatkan koordinasi antara pemerintah daerah dan melobi pemerintah pusat untuk mendapatkan dukungan anggaran. Dalam rapat koordinasi kepala daerah se-Sumatera Barat pada 3 Maret 2014, mengapung permintaan anggaran Rp8,8 triliun kepada pemerintah pusat untuk pelaksanaan pembangunan prioritas di Sumatera Barat. Setelah rapat bersama Kementerian PU pada 6 Mei 2014, Menteri PU Djoko Kirmanto menyetujui alokasi anggaran untuk percepatan pembangunan infrastruktur. Melalui Kementerian PU, pemerintah mengucurkan sebesar Rp3 triliun selama tiga tahun anggaran 2014–2016 untuk percepatan pembangunan infrastruktur di Sumatera Barat.[80][81]
Selain menerima sejumlah penghargaan penghargaan untuk provinsi, Irwan mendapatkan penghargaan oleh negara selaku kepala daerah. Pada 12 Oktober 2012, Irwan menerima penghargaan Prabawa dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atas perhatian dan komitmennya dalam pengembangan potensi EBT.[82][83] Pernah menangani masalah energi dan sumber daya mineral saat di DPR, Irwan menaruh perhatian terhadap pengembangan energi baru terbarukan sebagai sumber energi alternatif bagi pembangunan listrik di Sumatera Barat. Dalam upaya percepatan pemberdayaan energi panas bumi, ia selaku kepala daerah menjalin kerja sama dengan beberapa negara untuk mendatangkan investor, memfasilitasi inventarisasi potensi EBT, penelitian, dan promosi.[82] Selain mengantar kebijakan pemanfaatan EBT kepada legislatif Sumatera Barat, ia mendorong kepala daerah mengembangkan EBT secara otonom. Saat ini, Sumatera Barat memiliki unit pelayanan terpadu satu pintu untuk mempermudah perizinan investasi.[84] Berkaitan dengan pengelolaan panas bumi, Sumatera Barat memiliki Perda Nomor 7 Tahun 2012, diikuti payung hukum penyediaan tenaga listrik dalam Perda Nomor 2 tahun 2013.[85][a]
Pada 29 November 2013, Irwan menerima Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara, penghargaan tertinggi dari Dewan Ketahanan Pangan Nasional.[88] Dalam mencapai ketahanan pangan, beberapa program-program yang dijalankan Irwan di antaranya peningkatkan jam kerja petani dengan menambah cabang usaha. Keberagaman pangan Sumatera Barat mencatatkan skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang mencapai 77,50.[89] Dari Perpustakaan Nasional, Irwan meraih penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka pada 29 Oktober 2013. Ia dianggap memberikan porsi lebih terhadap minat baca, melalui upayanya mencarikan gedung pengganti perpustakaan daerah yang hancur pascagempa.[90] Pada 27 November 2013, Irwan menerima penghargaan dari Menteri Perdagangan Gita Wirjawan selaku kepala daerah atas perhatian dan kepedulian terhadap perlindungan konsumen.[91] Pada pengujung tahun 2014, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan menetapkan Anugerah Parahita Ekapraya (APE) 2014 kepada Gubernur Sumatera Barat.[92]
Gaya kepemimpinan
Irwan meminta siapa pun untuk tidak memaksa dirinya berubah sesuai ketentuan protokoler.[93] "Jangan paksa saya mengubah style hidup saya, karena bagi saya fasilitas jabatan apa pun adalah sunah, kewenangan justru suatu kewajiban bagi saya," katanya. Ketimbang menggunakan anggaran yang tersedia, Irwan mengoptimalkan penggunaan fasilitas yang telah ada. Ia menolak masukan untuk membeli mobil dinas baru dan masih menempati rumah dinas lama.[94] Ketika disodori alasan menutup malu kepada menteri atau pejabat negara lainnya yang datang berkunjung, Irwan lebih memilih menggunakan mobil pribadinya untuk dijadikan mobil pelat merah.[93] Saat rekonstruksi kantor pemerintahan yang rusak akibat gempa bumi 30 September 2009, sempat dianggarkan pembangunan kantor baru untuk gubernur. Namun, Irwan mengalihkan penggunaannya untuk tiga SKPD yang kantornya rusak, memilih berkantor menempati rumah dinas lama di Jalan Sudirman.[94]
Pada 22 Januari 2014, seorang mahasiswa dengan pisau terhunus memasuki Kantor Gubernur Sumatera Barat, mengancam akan membunuh gubernur. Luput dari penjagaan Satpol PP yang bertugas, mahasiswa yang belakangan diketahui lulusan ITB sempat naik ke lantai dua gedung sambil berteriak-teriak sebelum keluar meninggalkan halaman gedung dengan mengendarai mobil.[95] Setelah pemeriksaan oleh kepolisian seminggu berikutnya, pelaku diserahkan kepada keluarga untuk penanganan medis karena terbukti mengidap gangguan jiwa.[96] Terkait kejadian ini, Irwan memaklumi, "Pengawalan di kantor gubernur dan di rumah dinas gubernur memang sengaja saya buat minimalis dan minim protokoler."[97] Namun, tujuh anggota Satpol PP yang bertugas pada hari kejadian tetap diberikan sanksi atas kelalaian dalam menjalankan tugas.[butuh rujukan]
Dalam melakukan perjalan ke luar provinsi, Irwan tak pernah memilih maskapai penerbangan.[94] Ia selalu memilih dan merasa nyaman duduk di kelas ekonomi.[93] Penyair Taufiq Ismail, yang pernah mendapati Irwan satu pesawat di kelas ekonomi, menilainya sebagai hal istimewa dan sebuah keteladanan.[98] Selama permulaan lima tahun masa jabatannya, Irwan nyaris tidak memakai benggol tanda jabatan di dadanya.[94] Hal ini menjadi sorotan di media, hingga dipersoalkan oleh Fauzi Bahar saat debat kandidat calon gubernur dan wakil gubernur 2015. Irwan dituding tidak menghargai dan menghormati lambang negara, karena jabatan gubernur adalah termasuk lambang-lambang negara.[99] Terkait penampilannya yang sederhana, tanpa atribut dan minim protokoler, Irwan mengatakan ia tak ingin ada pembatas antara dirinya dan masyarakat.[93] Ia mengaku dapat merasa leluasa mendengar keluhan masyarakat “tanpa masyarakat sungkan mengkritik gubernur, padahal mereka sedang bicara dengan gubernur."[99]
Yongki Salmeno yang dekat dengan Irwan Prayitno, menuliskan pengalamannya bersama Irwan. Ia mendapati karakter Irwan yang ingin serba cepat dan tepat waktu. Setiap melakukan kunjungan ke daerah, rombongan gubernur nyaris melaju dengan kecepatan tinggi. Yongki menemukan sejumlah SKPD berusaha mengelak ikut iring-iringan kendaraan gubernur karena tak siap nyali. Irwan berprinsip, lebih baik ia datang duluan daripada terlambat. Dalam kota, ia menolak menggunakan mobil pengawalan, kecuali dalam keadaan mendesak. "Seringkali pemilik acara masih menunggu-nunggu kedatangan gubernur dengan menyimak raungan sirene mobil pengawalan. Ternyata sirine itu tak pernah terdengar, gubernur sudah datang tepat waktu tanpa pengawalan dan malah sudah duduk bersama mereka," tulis Yongki.[94]
Irwan tetap menunaikan dakwah selama menjabat sebagai gubernur. Dua kali sebulan setiap Jumat pagi, ia mengisi wirid mingguan yang diikuti jajaran pegawai Pemprov Sumatera Barat. Kegiatan wirid dipusatkan di Masjid Raya Sumatera Barat sejak awal tahun 2012, meskipun saat itu penggunaan masjid belum diresmikan. Selama Juni dan bulan Ramadan 2014, ia mengisi tausiah dalam kunjungan ke instansi-instansi pemerintah.[butuh rujukan]
Irwan memanfaatkan sisa waktunya untuk keluarga dan olahraga. Irwan adalah penyuka olahraga badminton,[9] karate, dan trabas. Waktu senggangnya kadang ia manfaatkan untuk bermain musik. Ia mengaku bisa bernyanyi sejak tahun 2012. "Karena sebagai gubernur sering ditodong untuk menyanyi, akhirnya saya belajar menyanyi."[39] Pada Ramadhan 2013, ia menciptakan lagu berjudul "Kau Istriku" dan mengunggahnya melalui akun resmi di YouTube.[100] "Saya melihat di Gubernuran banyak alat musik peninggalan gubernur sebelumnya, akhirnya saya manfaatkan untuk coba latihan. Padahal, sebelumnya saya belum pernah belajar not balok, tangga nada dan sebagainya," katanya mengungkapkan awal ketertarikannya bermain musik. Irwan telah mendaftarkan dua lagu ciptaanya, satu lagi berjudul "Kepada-Mu", ke Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Barat.[100][101]
Kontroversi
Pada awal November 2010, Irwan selaku Gubernur Sumatera Barat memenuhi undangan KBRI di Berlin untuk tampil sebagai pembicara memaparkan potensi investasi Indonesia dalam forum peringatan hubungan bilateral kedua negara.[102] Pada saat yang sama, masa tanggap darurat tsunami Mentawai masih berlangsung. Tsunami menerjang Kepulauan Mentawai menyusul gempa bumi yang berpusat di lepas pantai Sumatera Barat pada 25 Oktober 2010. Media nasional segera mengangkat opini terkait keberangkatan Irwan. Situs berita Kompas menurunkan judul "Warganya Kelaparan, Gubernur ke Jerman".[103]Tempo mengutip pendapat pengamat politik Burhanuddin Muhtadi yang mengatakan Gubernur Sumatera Barat sudah mati rasa.[104] Anggota DPR Budiman Sudjatmiko mengomentari, tidak pas seorang kepala daerah meninggalkan daerahnya yang sedang dilanda bencana dan mengusulkan komisinya memanggil Irwan Prayitno, tapi urung.[105]
Sebelum keberangkatannya, Irwan bolak-balik ke Mentawai memimpin penanggulangan bencana dan sempat bermalam tiga hari di pengungsian. Dalam lawatan satu setengah hari 4–5 November, Irwan menyempatkan menandatangani kesepakatan kerja sama dalam bidang investasi, khususnya di sektor pariwisata dan energi terbarukan dengan Pemerintah Bavaria.[106] Irwan kembali ke Mentawai hari yang sama setelah mendarat di Padang. Koran Tempo menurunkan berita "Setelah Dikecam, Irwan Prayitno ke Mentawai".[107] Anggota DPR lainnya Nudirman Munir menilai pemberitaan atas Irwan berlebihan.[108] "Pak Gubernur tiga malam di Mentawai tak disebut-sebut." Menanggapi kritik atas dirinya, Irwan meminta maaf, mengatakan bahwa rencana lawatannya ke Jerman sudah dipersiapkan jauh sebelum tsunami Mentawai.[109]
Selama menjabat gubernur, Irwan berkantor di rumah dinas. Irwan mengaku, pembangunan rumah penduduk dan fasilitas publik lebih prioritas dari pembangunan gedung pemerintahan.[110] Pembangunan kembali kantor dinas provinsi yang rusak parah mulai dilakukan pada 2013, sementara retrofit kantor gubernur baru dimulai pada akhir 2014. Hal ini mendapat sorotan media menjelang pemilihan gubernur 2015, memunculkan opini "Irwan tak pernah ngantor".[111] Ia menempati rumah pribadinya di Lubuk Kilangan sebagai kantor sementara. Pada periode keduanya sebagai gubernur sejak 12 Februari 2016, Irwan untuk kali pertama berkantor menempati kantor gubernur.[68]
Irwan Prayitno membina biduk rumah tangga dengan Nevi Zuairina yang berhasil terpilih sebagai Anggota DPR-RI dari PKS sejak 2019. Mereka menikah pada 1985, saat sama-sama masih berstatus mahasiswa. Nevi merupakan junior Irwan di UI yang kuliah di Jurusan Kimia FMIPA.[27] Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai 10 orang anak dan 12 cucu (hingga Mei 2023).[119]
Anak pertama, Jundy Fadhillah, lulusan Master of Business Administration (MBA) di Southern New Hampshire University, Amerika Serikat yang saat ini bekerja sebagai pegawai swasta. Anak kedua yakni Waviyatul Ahdi, seorang dokter spesialis gigi yang merampungkan S-1, pendidikan profesi, dan S-2 di Fakultas Kedokteran Gigi UI.[119]
Anak ketiga bernama Dhiya’u Syahidah, merupakan alumni S-1 Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (ITB) dan S-2 Purchasing and Supply Chain Management di University of Westminster, Inggris. Dhiya'u kini menjadi Direktur Adzkia Day Care and Pre School, Jakarta.[119]
Anak keempat yakni Anwar Jundi, lulusan S-1 di Teknik Perikanan Institut Pertanian Bogor dan saat ini bekerja sebagai pegawai swasta. Anak kelima bernama Atika, merampungkan S-1 Manajemen di UI dan S-2 Human Resource Management di Melbourne University, Australia.[119]
Anak keenam, Ibrahim Irwan, merupakan alumni Teknik Kimia UI. Ibrahim mengikuti jejak kedua orang tuanya sebagai politikus dengan bergabung di PKS. Oleh partai, Ibrahim dicalonkan sebagai anggota DPR-RI dari daerah pemilihan Sumatera Barat I untuk pemilihan umum 2024 mendatang.[120]
Anak kesembilan, Laili Tanzila pernah menempuh pendidikan Fakultas Teknik dan Fakultas Psikologi UI serta ESMOD Jakarta. Terakhir, anak bungsu, Taqiya Mafaza, S-1 Manajemen di UI dan akan menamatkannya di Melbourne University, Australia (double degree) [119]
Karya tulis
Sampai tahun 2022, Irwan telah merampungkan 81 judul buku dan sedikitnya 25 riset. Pada pengujung tahun, ia menerbitkan buku berjudul Inspirasi Untuk Negeri. 116 lebih artikelnya dipublikasikan di berbagai media massa. Memiiki rekam jejak sebagai aktivis dakwah dan latar pendidikan psikologi, karya-karyanya meliputi tema permasalahan anak dan keluarga, manajemen SDM, politik, dan dakwah. Karya-karyanya banyak menjadi rujukan aktivis pergerakan Islam di berbagai perguruan tinggi umum Indonesia. Pada 11 November 2015, dua buku berisi kumpulan tulisan wartawan media lokal dan nasional tentang kepemimpinan Irwan diluncurkan.[10]
Sejak Februari 2016, Irwan Prayitno sudah menciptakan sebanyak 60.000 pantun yang dirangkum dalam 30 jilid buku yang diberi nama Pantun Spontan ala IP. Pada 2017, ia mulai menerbitkan pantun tersebut dalam bentuk buku.[121][122]
Berikut daftar buku yang ia tulis dan telah dipublikasikan:
^Berada di jalur gunung berapi aktif dengan topografi berbukit tempat hulu sejumlah sungai, Sumatera Barat memiliki potensi energi panas bumi, sumber tenaga air, dan energi surya sekaligus karena letaknya menghadap samudera di bawah lintasan garis khatulistiwa. Data dari Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral pada 2013 mengungkap, terdapat potensi panas bumi dengan perkiraan 1.656 Megawatt di Sumatera Barat yang tersebar di 16 titik. Lima di antaranya sedang diuji sementara satu titik tengah memasuki pengerjaan eksplorasi di Kabupaten Solok Selatan.[86] Secara khusus, energi tenaga ombak dan angin diberdayakan di daerah Kepulauan Mentawai melalui kerja sama dengan Jerman.[87]
^"DPR Tak Pernah Dilibatkan". Republika. 13 Januari 2003. Archived from the original on 2016-03-04. Diakses tanggal 2014-08-31.Pemeliharaan CS1: Url tak layak (link)