Akidah Islam
Akidah atau Aqidah (bahasa Arab: العقيدة, translit. al-'aqīdah) secara bahasa berarti pengikatan.[1] Secara istilah adalah intisari atau pokok dalam agama Islam, yang mana intinya adalah menegaskan bahwa Allah adalah satu-satunya tuhan dan satu-satunya yang berhak disembah atau diibadahi, menegaskan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang harus diteladani oleh seorang muslim, serta mengetahui, meyakini, dan mengamalkan rukun Islam dan rukun Iman. Menurut Prof. Soegarda Poerbakawatja (1976) aqidah, akidah diartikan sebagai kepercayaan penuh akan Allah dengan segala sifatnya. Aqidah merupakan ciri pembeda antara orang mukmin dengan orang kafir.[2] EtimologiIstilah "Aqidah" atau sering dieja "akidah" berasal dari kata bahasa Arab: al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti "ikatan", at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti "kepercayaan atau keyakinan yang kuat", al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya "mengokohkan" atau "menetapkan", dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti "mengikat dengan kuat". Sedangkan menurut istilah (terminologi), akidah dapat didefinisikan sebagai berikut:
Berdasarkan defenisi tersebut, Akidah dapat didefinisikan keimanan yang teguh dan pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban beribadah dan taat kepada Allah, beriman kepada para malaikatNya, rasul-rasulNya, kitab-kitabNya, hari Akhir, takdir baik dan buruk, serta segala permasalahan yang telah jelas dan shahih tentang landasan Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus) dari salafush shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' salaf as-shalih.[5] LingkupLingkup pembahasan akidah terdiri dari persoalan ketuhanan, kenabian dani pembalasan. Pembahasan akidah diawali dengan konsep Allah sebagai pencipta alam semesta dan pemeliharanya. Kemudian dilanjutkan dengan kenabian yang merupakan bentuk kasih sayang Allah. Lalu di akhir pembahasan dibahas mengenai pembalasan yang berkaitan dengan alam akhirat dan hari pembalasan.[6] Istilah LainSelain kata "Aqidah", para ulama dari zaman ke zaman juga menggunakan istilah atau sebutan lain, dengan lingkup pembahasan yang sama. Contohnya sebagai berikut:
Penjabaran akidah tauhidWalaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam penjabaran tauhid menurut Ibnu Taimiyah:
Iman kepada qadar adalah termasuk ar-rububiyah. Oleh karena itu, Imam Ahmad berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.[9] Tauhid itu cuma satu tidak dibagi-bagi, menjadikan satu sebagaimana makna asalnya dengan tiga macam penjabaran/penjelasan, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Rububiyah Allah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Uluhiyah Allah, karena hukum itu milik Allah dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40.[10] Catatan kaki
Referensi
Pranala luar |