Quranisme (bahasa Arab: قرآنيون, Qurʾāniyūn) adalah aliran Islam yang percaya bahwa Quran adalah satu-satunya sumber autentik agama Islam. Para Quranis umumnya menolak kewenangan hadits atas agama. Ini berbeda dengan aliran Sunni, Syi'ah, dan Ibadi yang sama-sama menganggap pentingnya hadits dalam agama Islam.[1]
Ajaran
Quranis menolak kewenangan hadits pada ranah teologi. Mereka berpegangan pada ayat-ayat Quran yang diyakini mendukung pandangan mereka bahwa semua perintah atau instruksi yang diperlukan seorang Muslim bisa ditemukan di dalam Quran tanpa perlu merujuk pada hadits:[2]
...dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan, dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah. (Al-Kahfi 18:54)[2]
Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu. Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-'An'am 6:114-115)[2]
Kitab (ini) diturunkan dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. - Itulah ayat-ayat Allah yang Kami membacakannya kepadamu dengan sebenarnya; maka dengan perkataan manakah lagi mereka akan beriman sesudah (kalam) Allah dan keterangan-keterangan-Nya? (Al-Jasiyah 45:2-6)[2]
Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. Diturunkan dari Rabbil 'alamiin. Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Quran ini? (Al-Waqi'ah 56:77-81)[2]
Maka kepada perkataan apakah selain Al Quran ini mereka akan beriman? (Al-Mursalat 77:50)[2]
Sejauh mana penolakan keautentikan Sunnah oleh para Quranis masih belum jelas,[3] namun kelompok-kelompok yang lebih dominan sangat mengkritik keautentikan hadits dan menolaknya karena berbagai alasan. Alasan yang paling umum adalah bahwa hadits tidak disebutkan dalam Quran sebagai sumber teologi dan praktik Islam, hadits tidak muncul dalam bentuk tertulis sampai lebih dari dua abad setelah wafatnya Muhammad, dan hadits mengandung kesalahan dan kontradiksi internal.[3][4]
Quranis ternama
Penambahan atau penghapusan entri dari daftar ini atau keseluruhan daftar ini sendiri diragukan. Diskusikan permasalahan ini di halaman pembicaraan.