Haluan (nama lengkap Harian Umum Haluan) adalah sebuah surat kabar harian di Indonesia yang diterbitkan di Padang, Sumatera Barat. Diterbitkan sejak tahun 1948,[1] surat kabar tersebut merupakan salah satu surat kabar tertua yang masih terbit di Indonesia. Surat kabar ini tercatat sebagai surat kabar pertama di Sumatera Barat dan surat kabar ketiga yang terbit di Sumatra pasca-kemerdekaan Indonesia setelah Waspada dan Mimbar Umum di Medan.
Haluan dimiliki oleh Haluan Media Group, sebuah grup yang terdiri dari surat kabar lokal lain Haluan Riau dan Haluan Kepri dan beberapa portal berita online (termasuk portal terpisah Haluan.co), serta rumah kreatif. Grup ini merupakan bagian dari Grup Basko yang lebih besar, dipimpin oleh konglomerat Basrizal Koto.[2] Saat ini, Harian Haluan diterbitkan oleh PT Haluan Media Group Sumbar yang dikepalai oleh Brian Putra Bastara.
Sejarah
Haluan pertama kali diterbitkan pada tahun 1948 di tengah-tengah Revolusi Nasional Indonesia, tetapi tanggal pastinya tidak jelas. Menurut artikel Haluan.co, satu versi mengatakan pertama kali diterbitkan pada 1 Oktober, versi lain mengatakan pada April atau Mei,[3] tetapi 1 Oktober dianggap sebagai tanggal yang diterima.[2] Koran ini didirikan oleh H. Kasoema, mantan jurnalis Demokrasi di Padang Panjang. Surat kabar ini pertama kali terbit di Bukittinggi, ibu kota provinsi Sumatra Tengah yang baru berdiri, dan dipimpin oleh Darwis Abbas. Pada tahun 1949 kantor Haluan dipindahkan ke Padang.[3]
Pada awal berdirinya, tercatat nama-nama jurnalis terkenal yang ikut mengawakinya, antara lain, Rivai Marlaut, Chairul Harun, M. Joesfik Helmy, Sjafri Segeh, A. Pasni Sata, Annas Lubuk, Rusli Marzuki Saria, Basri Segeh, R. Datuk Tuo dan sebagainya. Generasi berikutnya muncul generasi Darman Moenir, Masri Marjan, Beny Aziz, Nasrul Djalal dan sebagainya.
Pada bulan Desember 1951, Haluan menerbitkan pendapat kontroversial dari M.A Dt. Bungsu dari Partai Adat Rakyat, menantang prinsip Minangkabau lama Adaik Basandi Syarak. Tulisan Dt. Bungsu memicu argumentasi melalui sepuluh pendapat dari enam pengarang yang dimuat di harian tersebut selama bulan Desember 1951 sampai Januari 1952.[3]
Haluan berhenti terbit sejak 17 April 1958, ketika pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) sedang berlangsung.[4] Harian itu baru terbit lagi pada 1 Mei 1969 di bawah PT Ranah Indah.[3]
Pada masa Orde Baru, Haluan diperingatkan oleh pemerintah karena menulis tentang sejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).[3] Meskipun bersikap kritis, Haluan berkembang secara signifikan; peredarannya telah mencapai seluruh wilayah Sumatera Barat, juga provinsi tetangga Riau, Jambi, Bengkulu, bahkan Jakarta. Namun, pada akhir 1990-an (terutama pada krisis 1997 dan era Reformasi) pangsa pasar kertas menurun dari 5,8 juta pada 1997 menjadi 5,4 juta pada 2001.[3][5]
Pada 1 Oktober 2010, kepemilikan Haluan dialihkan dari keluarga H. Kasoema kepada Basko Group milik Basrizal Koto,[2] melalui PT Haluan Sumbar Mandiri.[6] Basrizal menyatakan bahwa pemindahan itu dilakukan dengan misi "menyelamatkan sejarah dan nama besar surat kabar ini",[2] karena hilangnya pendapatan surat kabar yang berkelanjutan dan kesulitan bersaing dengan surat kabar lain dalam krisis pasca 1997.[3]
Rujukan
Pranala luar