Stasiun Pulau Aie (PLA)—juga dieja dengan nama bahasa MelayuPulau Air dan nama lama Pulauaer—merupakan stasiun kereta api kelas I yang terletak di Pasa Gadang, Padang Selatan, Padang. Stasiun ini merupakan stasiun pertama yang dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda di Kota Padang, Sumatera Barat. Stasiun ini merupakan stasiun ujung sebelum menuju Pelabuhan Muaro yang percabangannya dari Stasiun Padang. Stasiun yang terletak pada ketinggian +2 meter ini termasuk dalam Divisi Regional II Sumatera Barat serta merupakan bagian dari pengaktifan kembali jalur-jalur kereta api di Sumatera Barat.[3] Stasiun ini hanya memiliki dua jalur kereta api dengan jalur 2 merupakan sepur lurus.
Sejak tahun 2007, Pemerintah Kota Padang resmi menetapkan stasiun ini sebagai cagar budaya berdasarkan inventaris Balai Pelestarian Cagar Budaya No. 69/BCB-TB/A/01/2007.[4] Ke arah barat daya stasiun ini sebenarnya masih memiliki kelanjutan jalur menuju Pelabuhan Muaro, tetapi jalur itu tidak ikut direaktivasi. Stasiun ini beroperasi kembali pada 10 Februari 2021 dan kini melayani kereta api Minangkabau Ekspres tujuan Bandar Udara Internasional Minangkabau.
Sejarah
Setelah dirintisnya jalan rel kereta api yang menghubungkan Kota Semarang dan Solo oleh perusahaan swasta Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), pembangunan rel kereta api dilanjutkan kembali ke luar Pulau Jawa, terutama daerah yang mengandung kekayaan alam seperti Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Aceh. Keberadaan kereta api di Sumatera Barat tidak terlepas dari ditemukannya pertambangan batu bara di Sawahlunto pada tahun 1868 oleh seorang insinyur pertambangan bernama Willem Hendrik de Greve.
Pembangunan jalan kereta api dilakukan oleh Perusahaan Kereta Api Negara Staatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust (SSS), dimulai dari Teluk Bayur ke Sawahlunto. Pada bulan Juli 1891, telah diselesaikan pembangunan jalan kereta api dari Pulo Aie ke Padang Panjang sepanjang 71 km. Pada November 1891, jalan kereta api tersebut mencapai Bukittinggi dengan panjang 90 km.
Jalur kereta api tersebut diresmikan pada tanggal 1 Oktober 1892 di Kota Padang, bersamaan dengan pembukaan Pelabuhan Teluk Bayur (Emmahaven), dan pembukaan hubungan kereta api dari Padang hingga Muaro Kalaban.[5]
Reaktivasi
Reaktivasi jalur ini mulai digaungkan pada Desember 2013. Pada saat itu, PT KAI Divre II Sumatera Barat mulai melakukan pendataan dan penertiban terhadap rumah-rumah warga di pinggir jalur rel serta lapak Pasar Tarandam yang menempati bekas jalur kereta api. Proyek ini semula bertujuan agar kereta api dapat menjangkau Kota Tua Padang serta Pelabuhan Muaro.[6]
Dalam perkembangannya, jalur ini juga harus ditingkatkan dengan mengganti rel serta bantalannya mengingat usia prasarana yang sudah sangat tua dan dianggap tidak layak operasi. Untuk memenuhi kebutuhan pedagang dan konsumen di Pasar Tarandam, jalur ini juga direncanakan akan memiliki satu halte.[7][8] Selain itu, stasiun ini memiliki dua jalur serta persinyalan mekanik seperti halnya Divre II Sumbar. Sebenarnya ruang PPKA stasiun ini awalnya dirancang untuk persinyalan elektrik, tetapi untuk saat ini ruang PPKA tersebut sedang direnovasi untuk mengakomodir peralatan persinyalan mekanik. Jalur menuju Pulau Aie sudah diujicoba pada 7 Maret 2020. Meski awalnya akan diresmikan pada 16 Maret 2020, stasiun ini baru beroperasi pada diberlakukan Grafik Perjalanan Kereta api (GAPEKA 2021) tanggal 10 Februari 2021 karena pandemi koronavirus. Total Rp40 miliar rupiah telah digelontorkan untuk reaktivasi jalur pendek yang hanya memiliki panjang 2,6 km ini.[9]
Untuk melihat daftar stasiun secara lengkap, dapat mengklik "(Kategori/Daftar)" pada masing-masing daerah atau pranala artikel. Templat ini meringkas daftar stasiun yang dioperasikan oleh KAI (hanya stasiun utama yang diswakelola oleh perusahaan induk) dan operator KA lainnya (hanya pranala).