Stasiun Kertapati (KPT) adalah stasiun kereta api kelas besar tipe A yang terletak di Kemas Rindo, Kertapati, Palembang; Stasiun yang terletak pada ketinggian +2 m ini adalah stasiun kereta api utama PT Kereta Api IndonesiaDivisi Regional III Palembang serta merupakan stasiun utama Sumatera Selatan. Stasiun ini berada di atas pertemuan Sungai Ogan dan Musi, dan merupakan salah satu dari dua stasiun kereta api yang bertipe terminus (ujung) di Sumatera Selatan. Jalur kereta api dari stasiun ini seluruhnya merupakan rel berukuran 1.067 mm yang termasuk sempit.
Stasiun ini merupakan tempat pemberhentian utama bagi semua kereta api penumpang yang berjalan ke arah Bandar Lampung (Tanjungkarang) maupun ke arah Lubuklinggau. Stasiun ini bertipe terminus, menjadikannya sebagai tujuan akhir bagi semua perjalanan kereta api yang mengarah ke Palembang. Selain itu, stasiun ini merupakan tujuan akhir dari kereta api batu bara Kertapati yang akan membongkar muat batu bara lewat kapal tongkang.
Letak stasiun ini cukup strategis, tetapi terpisah dengan jalur Lintas Rel Terpadu Palembang. Agar pengguna jasa dapat beralih ke LRT Palembang, pengguna jasa harus menggunakan moda transportasi massal lainnya menuju stasiun LRT terdekat yaitu Stasiun Polresta. Stasiun ini merupakan stasiun kereta api rel berat yang letaknya paling timur laut di Divisi Regional 3 Palembang, Sumatera Selatan dan Kota Palembang.
Sejarah
Jalur kereta api Prabumulih–Kertapati beserta stasiun-stasiunnya diresmikan pada tanggal 1 November 1915 oleh Zuid-Sumatra Staatsspoorwegen (ZSS), divisi dari Staatsspoorwegen (SS). Pembangunan diarahkan ke Kota Palembang, dengan dibagi menjadi dua wilayah kerja yaitu Lampung dan Palembang. Pada tanggal 22 Februari 1927 Palembang dan Bandar Lampung akhirnya bisa terhubung, dengan ditandainya peresmian segmen ke arah Blambangan Umpu oleh Kepala Jawatan SS.[3]
Dengan menggunakan lebar sepur 1.067 mm, ZSS berhasil membangun jalur kereta api di rute Palembang–Bandar Lampung sejauh 529 kilometer. Kesuksesan yang diraih SS menginspirasi perusahaan ini untuk menyusun masterplan agar seluruh wilayah Sumatra terhubung dengan rel kereta api, tetapi Depresi Besar (zaman malaise) yang terjadi di akhir dekade 1920-an menyebabkan rencana ini gagal.[4]
Bangunan dan tata letak
Awalnya, stasiun ini memiliki total empat belas jalur kereta api dengan jalur 11 merupakan sepur lurus. Namun, setelah jalur ganda petak stasiun ini hingga Prabumulih dioperasikan pada April 2018, jalur 7 juga dijadikan sebagai sepur lurus. Jalur 1–3 beserta sepur badug yang menyambung di jalur 1 merupakan sepur terminus yang digunakan untuk parkir satu hingga lima unit gerbong batu bara. Jalur tersebut sudah dibongkar karena dijadikan area stockpile KA batu bara swasta (angkutan batu bara Kertapati/barapati dan Sukacinta/baracinta). Sebagai akibatnya, pemberhentian dan parkir KA batu bara hanya dilayani di jalur 4–7 saja.
Jalur 8–11 digunakan untuk kereta api penumpang. Uniknya, jalur 9 digunakan untuk kedatangan dan keberangkatan kereta api tujuan Lubuklinggau (Sindang Marga dan Serelo), sedangkan jalur 10 digunakan untuk kedatangan dan keberangkatan kereta api tujuan Tanjungkarang (Sriwijaya dan Rajabasa). Jalur 8 atau 11 biasanya diisi oleh bus rel Kertalaya.
Fasilitas yang menjadi keunikan dari stasiun ini adalah restoran di tepi sungai.
Untuk melihat daftar stasiun secara lengkap, dapat mengklik "(Kategori/Daftar)" pada masing-masing daerah atau pranala artikel. Templat ini meringkas daftar stasiun yang dioperasikan oleh KAI (hanya stasiun utama yang diswakelola oleh perusahaan induk) dan operator KA lainnya (hanya pranala).