Stasiun ini pada awalnya hanya terdapat satu buah bangunan stasiun; tetapi setelah dilakukan perbaikan oleh Pemerintah Kota Bandung, stasiun ini sekarang terbagi menjadi dua bagian dan tetap di dalam satu kawasan, yaitu sisi utara stasiun Bandung hanya melayani keberangkatan kereta api antarkota kelas eksekutif dan campuran serta kereta pengumpan kereta cepat Whoosh, sedangkan sisi selatan stasiun melayani keberangkatan kereta api lokal Commuter Line dan KA Cikuray. Stasiun Bandung juga merupakan stasiun kereta api utama di Kota Bandung.
Stasiun Bandung melayani kereta api pengumpan kereta cepat Whoosh, antarkota kelas eksekutif, campuran, beserta sebagian kecil ekonomi menghubungkan Bandung Raya dengan Jakarta, Yogyakarta, Surabaya di lintas selatan Jawa, Cirebon, dan Semarang di lintas utara Pulau Jawa, serta kereta api lokal Commuter Line. Stasiun kereta api utama lainnya adalah Stasiun Kiaracondong yang melayani sebagian layanan kereta api antarkota kelas campuran dan seluruh kelas ekonomi.
Sejak tahun 2014, kereta api Lokal Bandung Raya dan Lokal Cibatu (sekarang Commuter Line Bandung Raya dan Garut) tidak dilayani di pintu utara stasiun, tetapi hanya dilayani di pintu selatan. Hal ini guna untuk meningkatkan pelayanan kepada penumpang dan calon penumpang di stasiun ini. Stasiun ini juga dikenal sebagai terminal angkutan kota (angkot) karena stasiun ini juga dijadikan tempat singgah banyak angkot ke berbagai tujuan.[5]
Sejarah
Stasiun generasi pertama
Dalam buku Wajah Bandoeng Tempo Dulu (1984) karangan Haryoto Kunto, gagasan awal pembangunan Stasiun Bandung berkaitan dengan pembukaan perkebunan di Bandung sekitar tahun 1870. Stasiun ini diresmikan pada 17 Mei 1884 oleh Staatsspoorwegen (SS) pada masa pemerintahan Bupati Koesoemadilaga; pada waktu yang sama juga dibuka jalur kereta Batavia–Bandung melalui Bogor dan Cianjur. Pada saat itu, para tuan tanah perkebunan (Preangerplanters) menggunakan jalur kereta api untuk mengirimkan hasil perkebunannya ke Batavia dengan lebih cepat. Untuk menampung dan menyimpan hasil perkebunan yang akan diangkut dengan kereta, maka dibangunlah gudang-gudang penimbunan barang di beberapa tempat di dekat Stasiun Bandung, yaitu Jalan Cibangkong, Jalan Cikudapateuh, daerah Kosambi, Kiaracondong, Braga, Pasirkaliki, Ciroyom, dan Andir. Setelah peresmian jalur Bandung–Surabaya pada 1 November 1894, para pemilik pabrik dan perkebunan gula dari Jawa Tengah dan Timur (Suikerplanters) menyewa kereta api menuju Bandung untuk mengikuti Kongres Pengusaha Perkebunan Gula yang pertama. Kongres tersebut merupakan hasil pertemuan Pengurus Besar Perkumpulan Pengusaha Perkebunan Gula (Bestuur van de Vereniging van Suikerplanters) di Surabaya pada tahun 1896.[6]
Bangunan stasiun ini sempat mendapatkan renovasi berulang sebanyak tiga kali semenjak pertama kali peletakan batu pertama pada 1882; yakni pada 1900, 1906, dan 1909. Pada tahun 1920, SS mewacanakan untuk mengganti stasiun yang ada dengan stasiun pulau. Namun, upaya ini gagal karena masalah keuangan dan upaya penghematan biaya pembangunan.[7]
Pada tahun 1918, dilaksanakan proyek pembangunan jalur baru Bandung–Rancaekek–Jatinangor–Tanjungsari–Citali, kemudian dibangun lintas Bandung–Citeureup–Majalaya setahun kemudian, dan dibangun jalur Citeureup-Banjaran–Pengalengan pada tahun 1921. Untuk jalur yang menuju ke perkebunan teh, maka dibangun jalur Bandung ke Kopo (Soreang) dan kemudian ke Ciwidey. Jalur kereta api yang terwujud adalah Bandung–Ciwidey dan Dayeuhkolot–Majalaya.[6]
Bangunan stasiun generasi pertama ini terus bertahan hingga akhir tahun 1920-an. Mengingat pentingnya stasiun ini, diresmikanlah sebuah monumen (tugu) di depan pintu selatan stasiun pada tanggal 6 April 1925 yang dirancang E.H. de Roo, dibangun untuk memperingati 50 tahun Staatsspoorwegen (SS) berkarya di Jawa. Tugu itu diyakini sebagai hadiah dari Wali Kota Bandung kepada SS atas jasa-jasanya berhasil mempersatukan Jawa dengan kereta api. Tugu itu diterangi seribu lampu dan diresmikan dengan upacara yang dihadiri warga Bandung dan petinggi-petinggi SS.[8][9][10]
Stasiun generasi kedua
Bangunan sisi selatan Stasiun Bandung yang sudah menggunakan gaya art deco. Di depannya berdiri tugu peringatan 50 Tahun SS.
Pintu masuk Stasiun Bandung sisi utara hanya untuk keberangkatan dan kedatangan kereta api antarkota.
Dalam majalah Spoor- en Tramwegen 24 Juli 1928, beberapa tahun setelah peringatan lima puluh tahun SS, Kepala Jawatan Ir. Staargard mengumumkan renovasi stasiun. Ia mengatakan bahwa bangunan stasiun generasi pertama dianggap "stasiun tua dan kuno" pada 1925. Bagian kanopi sisi selatan stasiun, yang telah dibangun sejak pertama kali stasiun dibuka, dan ditambah dengan atap kanopi sisi utara pada tahun 1901, kemudian diperpanjang dengan kanopi bertiang T yang terbuat dari beton bertulang. Hal ini bertujuan agar penumpang tidak kepanasan atau kehujanan saat menunggu kereta api.[7] Bangunan stasiun baru ini rampung pada 1930. Pada proses renovasi ini, bangunan stasiun ini dibangun ulang mengikuti gaya Art Deco, dan dirancang oleh F.J.A. Cousin yang merupakan arsitek in-house Staatsspoorwegen.[11]
Pada saat peresmian Stasiun Bandung baru, surat kabar Javabode menuliskan bahwa masyarakat sekitar merayakannya selama dua hari secara berturut-turut. Kereta api merupakan sarana transportasi hasil produksi perkebunan Bandung, seperti kina, teh, kopi, dan karet, sehingga pertumbuhan ekonomi di kota tersebut berkembang pesat.[6]
Pada 1990, dibangun bangunan stasiun sisi utara yang akhirnya dijadikan bagian depan stasiun di Jalan Kebon Kawung.[6]
Bangunan dan tata letak
Arsitektur dan letak bangunan
Bangunan sisi selatan Stasiun Bandung bergaya Art Deco, ditandai dengan bentuk bangunan yang cenderung kubus pada hall depan. Fasad bangunan didesain mengikuti fasad lama stasiun (bangunan lama stasiun ini bergaya Indische Empire seperti stasiun-stasiun SS lainnya), tetapi didominasi oleh bidang-bidang transparan yang membuatnya berbeda dengan arsitektur lama.[12]
Pintu utara stasiun ini dahulunya merupakan bekas Balai Yasa Bandung yang kini sudah dinonaktifkan, sementara pintu selatan dijadikan sebagai pintu masuk kedua. Di hadapan stasiun berderet-deret kantor Daerah Operasi II Bandung yang halamannya juga dibuat untuk lahan parkir stasiun, mess, kantor Reska Multi Usaha Bandung, unit polisi khusus kereta api, dan unit kesehatan KAI. Di sebelah timur laut stasiun terdapat kantor pusat KAI. Ke arah barat stasiun ini terdapat bekas Stasiun Bandung Gudang yang sudah tidak aktif karena sudah tidak ada lagi aktivitas pengangkutan barang di sana serta digantikan oleh pusat perbelanjaan Paskal Hyper Square.
Bangunan stasiun sisi selatan telah ditetapkan sebagai cagar budaya Kelas A berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung No. 7 Tahun 2018, beserta sejumlah bangunan kolonial lainnya di Kota Bandung.[13]
Tata letak jalur
Stasiun ini memiliki sepuluh jalur kereta api; terdiri dari enam jalur utama dengan jalur 3 dan 4 merupakan sepur lurus ditambah empat jalur untuk aktivitas langsir kereta api. Semua jalur digunakan untuk pemberhentian kereta api dan juga sebagai titik langsiran kereta api. Semua kereta api penumpang yang melintas di jalur Padalarang–Kroya/lintas selatan Jawa pasti berhenti di stasiun ini.
Stasiun ini memiliki jembatan penyeberangan penumpang untuk menghubungkan penumpang, baik dari stasiun utara maupun dari stasiun selatan menuju peron. Selain itu, dilakukan peninggian peron jalur 1 dan peron antara jalur 2 dan 3, serta pemanjangan peron antara jalur 4 dan 5 dan peron antara jalur 6 dan 7, untuk menunjang penumpang menuju jembatan layang. Oleh karena itu, penumpang yang dari/menuju peron tidak perlu menyeberangi rel.[14]
B16C16KC03
Lantai 2
Penyeberangan antar bangunan melalui jembatan penyebrangan
Lantai 1
Bangunan utara stasiun (hanya untuk keberangkatan dan kedatangan KA antarkota serta pengumpan kereta cepat Whoosh)
Bangunan selatan stasiun (hanya untuk keberangkatan dan kedatangan kereta api lokal)
Fasilitas
Stasiun ini sering dijadikan sebagai stasiun kereta api percontohan oleh KAI supaya mutu pelayanan dibuat setara dengan bandara. Oleh karena itu, KAI menjadikan stasiun ini sebagai stasiun kereta api pertama di Indonesia yang menerapkan sistem cetak tiket boarding pass sejak Februari 2016[15] serta sistem pemeriksaan bagasi dengan sinar-X pada Oktober 2018.[16]
Dalam rangka menjawab kebutuhan kerja penumpang kereta api, KAI bersama Kementerian Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia (BUMN) meresmikan ruang kerja bersama di sembilan stasiun kereta api besar di Jawa. Ruang kerja bersama itu diresmikan oleh Menteri BUMN saat itu, Rini Soemarno di Stasiun Bandung pada 6 April 2019. Ruang kerja bersama ini dilengkapi meja kursi dan tersambung dengan internet melalui Wi-Fi.[17]
Pada 28 September 2022, PT Kereta Api Indonesia (Persero) telah melakukan uji coba proses keberangkatan KA antarkota menggunakan sistem pengenalan wajah di stasiun ini, sebelumnya rencana ketersediaan fasilitas ini akan digunakan di semua stasiun keberangkatan penumpang di Indonesia. Setelah melakukan uji coba di Stasiun Bandung selama empat bulan, fasilitas tersebut sudah digunakan pada sepuluh stasiun KA utama Pulau Jawa lainnya, yaitu Stasiun Cirebon, Semarang Tawang, Surabaya Pasarturi di jalur utara, serta Stasiun Purwokerto di jalur tengah, sedangkan di jalur selatan Jawa seperti Stasiun Jakarta Gambir, Yogyakarta, Solo Balapan, Madiun, Surabaya Gubeng, dan Malang.[18][19]
Persinyalan
Stasiun ini merupakan stasiun kereta api di Indonesia yang pertama kali menggunakan sistem persinyalan elektrik. Pada 1970, stasiun ini mulai menggunakan yang diproduksi oleh Siemens dengan seri DrS60.[3][20] Pada Desember 2021, sebagai bagian dari upaya modernisasi persinyalan, sistem persinyalan elektrik lama produksi Siemens digantikan dengan sinyal baru produksi PT Len Industri pada. Upaya ini dilakukan karena sistem persinyalan elektrik lama tersebut sudah digunakan selama 50 tahun.[21] Bersamaan dengan itu, lintasan jalur rel antara stasiun ini dengan Stasiun Ciroyom dijadikan sebagai jalur tunggal ganda atau sepur kembar.
Ciri khas
Stasiun ini memiliki bel stasiun dengan instrumental dari lagu pop Sunda yang berjudul "Manuk Dadali", "Karatagan Pahlawan", dan "Sabilulungan" pada keberangkatan dan kedatangan kereta api penumpang.
Layanan kereta api
Berikut ini adalah layanan kereta api yang berhenti di stasiun ini sesuai Gapeka 2023 revisi per 1 September 2024.
Bangunan selatan Stasiun Bandung terintegrasi dengan Terminal Stasiun Bandung. Terminal tersebut melayani bus Trans Metro Bandung dan Trans Metro Pasundan, sebagai berikut:
Rel kereta api Stasiun Bandung dilihat dari Jalan HOS Cokroaminoto (2010).
Stasiun Bandung dilihat dari arah timur (2010)
Stasiun Bandung dilihat dari arah timur (2020)
Peron selatan Stasiun Bandung (2010)
LokomotifCC203 02 di Stasiun Bandung dengan logo Kemenhub, (2010)
Tampak muka stasiun Bandung
Pintu utara Stasiun Bandung
Peron antara jalur 4 dan 5, terlihat di sebelah kanan ada rangkaian KA Lodaya
Pintu utara stasiun Bandung, terlihat taksi-taksi yang sedang berjejer
Emplasemen selatan stasiun Bandung, tampak ramai oleh calon penumpang KA lokal Bandung Raya
Papan nama stasiun perkotaan KAI yang terpasang sejak tahun 2020
Pintu masuk selatan Stasiun Bandung setelah dilakukan penataan dan pemasaran logo KAI yang baru
Catatan
^Mengacu pada penamaan tempat, istilah "Stasiun Hall" saat ini hanya digunakan oleh subterminal yang berada di selatan stasiun.[4] Oleh karena itu, istilah tersebut umumnya hanya ditujukan pada area bangunan stasiun selatan beserta terminal itu sendiri.
Referensi
^Subdit Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero).
^ abSusanti, D.M. (Januari 2008). Kajian atas Pengelolaan Pengetahuan dalam Pengoperasian Teknologi Persinyalan Kereta Api (Studi Kasus Daop 2 Bandung) (Tesis S2). Program Magister Studi Pembangunan, Sekolah Arsitektur, Pengembangan, dan Perencanaan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung.
^Reitsma, S.A. (1925). Boekoe Peringetan dari Staatsspoor-en-Tramwegen di Hindia-Belanda. Weltevreden, Batavia: Topografische Inrichting.
^R. (1 September 1926). "Het gemeentelijk geschenk van Bandoeng aan de Staatsspoor-en-Tramwegen". Indie: Illustreerd Tijdschrift voor Nederland en Kolonien. 10 (12): 190.
^Sugiana, A.; Lee, Key-Seo; Lee, Kang-Soo; Hwang, Kyeong-Hwan; Kwak, Won-Kyu (2015). "Study on Interlocking System in Indonesia"(PDF). Nyeondo Hangugcheoldohaghoe Chungyehagsuldaehoe Nonmunjib (Korean Society for Railway) (46). Diarsipkan(PDF) dari versi asli tanggal 2020-02-27. Diakses tanggal 2020-05-09.
Untuk melihat daftar stasiun secara lengkap, dapat mengklik "(Kategori/Daftar)" pada masing-masing daerah atau pranala artikel. Templat ini meringkas daftar stasiun yang dioperasikan oleh KAI (hanya stasiun utama yang diswakelola oleh perusahaan induk) dan operator KA lainnya (hanya pranala).