Reformisme adalah keyakinan bahwa perubahan secara bertahap melalui serta di dalam institusi yang ada, secara pasti dapat mengubah sistem ekonomi dan struktur politik fundamental masyarakat. Hipotesis mengenai perubahan sosial ini tumbuh dari perlawanan kepada sosialisme revolusioner, yang berpendapat bahwa revolusi diperlukan untuk terjadinya perubahan struktural secara fundamental.
Reformisme harus dibedakan dari reformasi pragmatis: reformisme adalah pendapat bahwa suatu akumulasi reformasi dapat menyebabkan terbentuknya sistem sosial ekonomi yang sama sekali berbeda dengan bentuk saat ini dari kapitalisme dan demokrasi, sedangkan reformasi pragmatis mewakili upaya untuk menjaga status quo terhadap perubahan fundamental dan struktural.[1]
Tinjauan
Ada dua jenis reformisme. Yang pertama tidak memiliki keinginan untuk membawa sosialisme atau perubahan fundamental ekonomi kepada masyarakat dan digunakan untuk menentang perubahan secara struktural. Yang kedua berdasarkan pendapat bahwa ketika reformasi bukan sosialisme itu sendiri, dia dapat membantu menyatukan pendukungnya untuk kepentingan revolusi dengan mempopulerkan sosialisme kepada kelas pekerja.
[2]
Perdebatan dalam kemampuan reformisme demokrasi sosial dalam memimpin transformasi sosialis masyarakat sudah berlangsung satu abad.
Reformisme dikritik karena menjadi paradoksal: berusaha mengatasi sistem ekonomi kapitalisme yang ada, tetapi juga berusaha memperbaiki kondisi kapitalisme sehingga malah membuat kapitalisme terlihat lebih dapat diterima masyarakat. Menurut Rosa Luxemburg, di bawah reformisme, "(kapitalisme) tidak digulingkan, tetapi sebaliknya akan diperkuat oleh perkembangan reformasi sosial."[3] Dalam argumen yang sama, Stan Parker dari Partai Sosialis Britania Raya berpendapat bahwa reformisme adalah pengalihan kekuatan dari sosialis dan terbatas, karena mereka harus mematuhi logika dari kapitalisme.[4]
Teoretikus sosial Prancis, Andre Gorz, mengkritik reformisme dengan menganjurkan alternatif ketiga dalam reformisme dan revolusi sosial yang dia sebut "reformasi non-reformis". "Reformasi non-reformis" adalah reformasi yang secara spesifik fokus pada perubahan struktural kapitalisme, berlawanan dengan reformasi untuk meningkatkan kondisi hidup di dalam kapitalisme, atau menopangnya melalui intervensi ekonomi.[5]
Pada 1959, Godesberg Program (disahkan dalam konvensi partai di ibu kota Jerman Barat Bad Godesberg) menandai pergeseran Partai Sosial Demokrat Jerman (SDP) dari program Marxis untuk mengakhiri kapitalisme, menjadi reformis yang fokus pada reformasi sosial.
Pada masa modern, kaum reformis dilihat sebagai kiri-tengah. Beberapa partai sosial demokrat seperti NDP di Kanada dan Partai Sosial Demokrat Jerman masih dianggap sebagai reformis.[catatan yang diperlukan]
Reformisme di Partai Buruh Britania
Istilah ini digunakan untuk elemen dalam Partai Buruh Britania pada 1950-an, dan selanjutnya kepada golongan kanan partai. Anthony Crosland menulis The Future of Socialism (1956) sebagai manifesto pribadi untuk mereformulasi istilah tersebut. Bagi Crosland, relevansi nationalisasi (atau kepemilikan publik) bagi sosialis jauh berkurang sebagai akibat dari lapangan kerja penuh kontemporer, manajemen ekonomi Keynesian dan pengurangan eksploitasi kapitalis. Pada 1960, setelah kekalahan ketiga beruntun partainya di Pemilihan Umum 1959 Hugh Gaitskell mencoba untuk mereformulasi kata-kata dari Clause IV di konstitusi partai, tetapi terbukti gagal.
Penggunaan istilah ini dibedakan dari gradualisme yang terkait dengan Fabianisme (ideologi dari Masyarakat Fabian), sehingga tidak bisa dilihat sebagai pararel dengan revisionisme yang berkaitan dengan Bernstein dan Partai Sosial Demokrat Jerman, seperti Fabianis secara eksplisit menolak Marxisme.
^Duncan Hallas (1973). "Do We Support Reformist Demands?". Controversy: Do we support reformist demands?. International Socialism. Diakses tanggal 14 November 2013.