Badan usaha milik negara
Badan usaha milik negara (disingkat BUMN), dahulu dikenal sebagai perusahaan negara (disingkat PN), adalah perusahaan yang dimiliki baik sepenuhnya, sebagian besar, maupun sebagian kecil oleh pemerintah dan pemerintah memberi kontrol terhadapnya.[1] Yang membedakan BUMN dengan badan lain milik pemerintah adalah status badan hukum, sifat operasional, aktivitas, dan tujuan operasinya. Meski BUMN berperan dalam melaksanakan kebijakan publik (misalnya perusahaan perkeretaapian milik negara bertujuan untuk mempermudah akses dan mobilitas masyarakat), BUMN harus dibedakan dari kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, nonstruktural, juga badan layanan umum karena memiliki status sifat layaknya swasta korporat atau yang berdiri independen sendiri untuk mencari keuntungan.[2] BUMN di IndonesiaWikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Berdasarkan Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah: (Pasal 2)
Modal BUMN dan Penyertaan Modal Negara (PMN)Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Penyertaan modal negara (PMN) dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN bersumber dari: (Pasal 4 ayat 1-2)
Pemerintah perlu menetapkan Peraturan Pemerintah untuk:
BUMN terdiri dari Persero dan Perum:
Menteri BUMN adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku pemegang saham negara pada Persero dan pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundangundangan. TerminologiPendapat mengenai terminologi BUMN menurut para ahli berbeda-beda, terutama dalam mendefinisikan istilah bahasa Inggris untuk BUMN, state-owned enterprise. Pertama, istilah state sering tidak jelas dan bahkan diperdebatkan, (semisal, kurang jelas apakah badan usaha milik daerah, BUMD, dianggap "milik negara"). Selain itu, tidak ada kejelasan apakah syarat pembentukan BUMN adalah "benar-benar milik negara" (state-owned) seutuhnya (perlu diketahui bahwa BUMN dapat sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh negara; bahkan sangat susah mengetahui seberapakah kepemilikan negara dalam perusahaan memenuhi syarat sebagai "milik negara" karena pemerintah dapat memiliki modal sendiri, tanpa mencampuri urusan perusahaan). Terakhir, istilah enterprise (badan usaha) sering dipertanyakan, karena secara umum enterprise adalah badan hukum perdata walaupun ada juga BUMN yang berbadan hukum publik, yang akibatnya istilah corporation (perusahaan) lebih sering digunakan.[3][4] Dalam BUMN sendiri, anak perusahaannya dapat bersifat tertutup ataupun terbuka (dicatat dalam bursa efek), tetapi pemerintah memiliki perusahaan tersebut melalui perusahaan induk (membentuk holding BUMN). Terdapat dua definisi mengenai "anak perusahaan BUMN" bergantung kepemilikan pemerintah, yakni definisi pertama adalah pemerintah memiliki setidaknya lebih dari 50% saham pada anak perusahaannya, atau definisi kedua, berapa pun jumlah saham aktif yang ada di tangan pemerintah. Suatu tindakan yang mengubah badan layanan umum milik pemerintah menjadi BUMN disebut korporatisasi.[5][6][7] KegunaanAlasan ekonomiMonopoliBUMN sangat identik dengan monopoli, karena BUMN didirikan untuk memenuhi kepentingan umum. Akibatnya, BUMN dapat mengejar seluas-luasnya nilai ekonomi dari cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, BUMN banyak memonopoli infrastuktur dan penyelenggaraan distribusi dan transportasi (misalnya perusahaan kereta api), barang dan jasa strategis (misalnya jasa pos dan telekomunikasi, produsen senjata, dan pengadaan barang milik negara), sumber daya alam dan energi (misalnya minyak bumi, tambang, atau energi alternatif), bisnis yang secara politis bersifat sensitif, lembaga penyiaran, perbankan, barang yang membawa mudarat (misalnya minuman keras), dan barang bermanfaat (misalnya pelayanan kesehatan). Industri berkembangBUMN dapat membantu industri berkembang yang dianggap "bermanfaat bagi ekonomi negara dan dianggap tidak sesuai bila dikelola oleh swasta".[8] Saat industri yang mulai berkembang mengalami kesulitan suntikan modal dari swasta (mungkin karena barang yang diproduksi membutuhkan investasi berisiko tinggi, sukar dipatenkan, atau terjadi spillover effect), pemerintah dapat membantu industri tersebut hadir di pasar dengan pengaruh ekonomis yang positif. Namun, pemerintah tidak dapat memperkirakan mana suatu sektor industri tersebut sebagai industri berkembang, sehingga peranan BUMN dalam menumbuhkan industri berkembang sering diperdebatkan.[9] Alasan politikBUMN dapat didirikan untuk membantu program pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dari sini, BUMN bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan umum.[10] BUMN juga dapat dijadikan sebagai sarana meringankan tekanan fiskal suatu negara, mengingat BUMN tidak ikut dihitung dalam APBN.[5][6][7][10][11] PengaruhTerhadap birokrasiDibandingkan dengan badan layanan umum, penyelenggaraan kegiatan usaha ekonomi oleh BUMN sangat bermanfaat karena peran politisi tidak digantungkan dalam menyelenggarakan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi.[12][13] Sebaliknya BUMN dapat merugikan karena pengawasannya relatif lemah seperti naiknya biaya transaksi (termasuk biaya pengawasan, yakni dibutuhkan biaya tinggi dan sukar untuk memimpin BUMN yang sudah otonom daripada di badan layanan umum). Ada bukti kecenderungan bahwa kegiatan BUMN dirasa lebih efisien daripada badan layanan umum, tetapi nilai manfaatnya berkurang saat pelayanannya menjadi cenderung bersifat teknis dan memiliki tujuan publik yang kurang terbuka.[4] Terhadap badan usaha milik swastaDibandingkan dengan badan usaha milik swasta, BUMN kurang efisien dalam menjalankan kegiatan usahanya karena ada campur tangan politik. Namun tidak seperti perusahaan yang digerakkan keuntungan, BUMN lebih berfokus pada tujuan publik.[13] Perkembangan di seluruh duniaDi Eropa Barat dan Eropa Timur pernah ada nasionalisasi besar-besaran pada abad ke-20, khususnya setelah Perang Dunia II. Di Eropa Timur, pemerintahan berideologi komunis banyak memanfaatkan model-model ala Soviet. Pemerintah di Eropa Barat, baik golongan kanan maupun kiri, melihat campur tangan negara sangat diperlukan dalam membangun kembali perekonomian pascaperang.[14] Kontrol pemerintah atas monopoli industri sudah termaktub dalam aturan. Sektor-sektor tersebut adalah telekomunikasi, pembangkit listrik, bahan bakar fosil, kereta api, bandara, maskapai penerbangan, transportasi umum, bijih besi, pelayanan kesehatan, pos, dan kadang-kadang bank. Banyak perusahaan industri besar juga dinasionalisasi atau dibentuk sebagai perusahaan negara, sebagai contoh British Steel Corporation, Statoil, dan Irish Sugar. Mulai dekade 1970-an dan terus melesat pada 1980 dan 1990-an banyak perusahaan yang diswastanisasi, walau ada yang tetap menjadi milik pemerintah. BUMN dapat bekerja berbeda dengan perseroan terbatas. Sebagai contoh, di Finlandia, BUMN (liikelaitos) dikendalikan oleh pelaku terpisah. Meski harus bertanggung jawab dengan keuangannya sendiri, mereka tidak dapat menyatakan bangkrut; negara dapat melunasi kewajibannya. Aktiva perusahaan tidak dapat dijual dan jika hendak dipinjam harus dengan persetujuan, mengingat aktiva tersebut merupakan kewajiban pemerintah. Di banyak negara-negara anggota OPEC, pemerintah memiliki perusahaan minyak yang beroperasi di tanah-tanah miliknya. Misalnya perusahaan Saudi Aramco milik Arab Saudi, yang dibeli sahamnya oleh Pemerintah Arab Saudi pada tahun 1988, yang kemudian diganti namanya dari Arabian American Oil Company menjadi Saudi Arabian Oil Company. Pemerintah Arab Saudi juga memiliki maskapai penerbangan nasional, Saudi Arabian Airlines, dan memegang 70% saham SABIC serta sejumlah perusahaan lain. Namun, sebagian di antara perusahaan itu diprivatisasi satu persatu.[butuh rujukan] Lihat pula
ReferensiCatatan kaki
Sumber
|