Akses untuk memperoleh layanan kesehatan bisa saja bervariasi di antara negara, komunitas, dan individu — yang dipengaruhi oleh kondisi sosial-ekonomi dan kebijakan kesehatan. Faktor-faktor yang memengaruhi akses pelayanan kesehatan di antaranya keterbatasan keuangan (seperti batas tanggungan asuransi), hambatan geografis (seperti biaya transportasi, kemungkinan untuk mengambil cuti kerja agar bisa menggunakan layanan tersebut), dan keterbatasan pribadi (kurangnya kemampuan untuk berkomunikasi dengan penyedia layanan kesehatan, literasi kesehatan yang buruk, dan pendapatan rendah).[1]
Sistem pelayanan kesehatan merupakan sistem, terutama organisasi, yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan populasi sasaran. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sistem pelayanan kesehatan dapat berfungsi dengan baik jika memiliki mekanisme pembiayaan, tenaga kerja yang terlatih dengan baik dan dibayar dengan memadai, informasi yang dapat diandalkan yang menjadi dasar pengambilan keputusan dan kebijakan, fasilitas kesehatan yang terpelihara dengan baik untuk memberikan obat-obatan yang berkualitas, dan teknologi. Sistem pelayanan kesehatan yang efisien berkontribusi pada ekonomi, pembangunan, dan industrialisasi suatu negara. Sejak lama, pelayanan kesehatan dianggap sebagai penentu penting dalam meningkatkan kesehatan fisik dan mental, serta kesejahteraan penduduk di seluruh dunia.[2] Sebagai contoh, variola merupakan penyakit pertama yang berhasil diberantas dalam sejarah manusia melalui intervensi pelayanan kesehatan.
Prinsip
Ekuitas
Organisasi Kesehatan Dunia telah menetapkan beberapa jenis peran bagi negara dan pemerintah sebagai pelaksana di bidang kesehatan. Peran ini dibedakan menjadi pengarah, pembuat kebijakan dan objek penerima kebijakan. Organisasi Kesehatan Dunia telah menetapkan delapan elemen untuk kebijakan kesehatan. Dalam salah satu elemen kebijakan kesehatan ini, terdapat prinsip pemerataan. Prinsip ini berarti bahwa setiap negara anggota wajib memberikan pelayanan kesehatan secara merata kepada seluruh warga negaranya. Pemberian pelayanan kesehatan tidak memandang status ekonomi dan status sosial dari warga negara.[3]
Jenis
Jenis pelayanan kesehatan secara umum dibagi menjadi dua, yaitu pelayanan kedokteran dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kedokteran meliputi semua jenis pelayanan yang memiliki pengorganisasian yang bersifat mandiri maupun pengorganisasian yang bersifat kerja sama. Pelayanan kedokteran utamanya bertujuan untuk menyembuhkan penyakit dan memilihkan kesehatan. Sasaran pasien yang diutamakan adalah perseorangan dan keluarga. Sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat memiliki pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan pelayanan kesehatan masyarakat utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit dalam lingkup kelompok dan masyarakat.[4]
Sementara itu, strata pelayanan kesehatan di dunia terbagi menjadi tiga tingkat. Ketiganya yaitu pelayanan kesehatan primer, pelayanan kesehatan sekunder dan pelayanan kesehatan tersier. Pelayanan kesehatan primer merupakan pelayanan kesehatan yang bersifat pokok. Jenis pelayanannya utamanya rawat jalan. Pelayanan kesehatan sekunder merupakan pelayanan kesehatan yang bersifat lanjutan. Jenis pelayanannya adalah rawat inap. Sedangkan pelayanan kesehatan tersier merupakan pelayanan kesehatan yang sangat kompleks. Pelaksana jenis pelayanan kesehatan ini adalah para tenaga kesehatan di bidang subspesialis.[5]
Penyelenggaraan
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan diadakan di fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas ini meliputi peralatan dan tempat. Fasilitas pelayanan kesehatan dapat mengadakan pelayanan kesehatan secara promotif, preventif, kuratif ataupun rehabilitatif. Penyedia fasilitas layanan kesehatan meliputi pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.[6]
Para pelaksana pelayanan kesehatan merupakan tenaga kesehatan yang bekerja secara profesional. Profesi yang dapat melakukan pelayanan kesehatan meliputi tenaga kerja di bidang kedokteran, kedokteran gigi, farmasi, kebidanan, keperawatan, optometri, dan audiologi. Pelayanan kesehatan juga dapat diberikan oleh tenaga kerja di bidang psikologi, terapi okupasi, terapi fisik, dan pelatihan atletik.[7] Kegiatan pelayanan kesehatan di masyarakat meliputi kegiatan pencatatan, pelaporan, pengawasan dan evaluasi.[8]
Mutu
Mutu pelayanan kesehatan merupakan suatu kelayakan yang sesuai dengan standar-standar kesehatan yang berlaku. Intervensi atas mutu pelayanan kesehatan dilakukan secara aman dalam memberikan manfaat kepada masyarakat. Mutu pelayanan kesehatan ditinjau dari kemampuan pelayanan kesehatan dalam memberikan dampak terhadap kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi.[9]
Angka kematian umumnya digunakan sebagai informasi bagi perencanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Angka kematian juga digunakan sebagai informasi untuk evaluasi atas kualitas pelayanan medis.[10]
Peningkatan kualitas
Kualitas pelayanan kesehatan ditentukan oleh perilaku pasien dan informasi kesehatan yang tersedia.[11] Pelayanan kesehatan dianggap prima jika mampu menyediakan informasi kesehatan yang menjawab pertanyaan-pertanyaan asdikamba (apa, siapa, di mana, kapan, mengapa dan bagaimana). Informasi tentang "apa" berkaitan dengan jenis pelayanan kesehatan yang diberikan. Informasi tentang "siapa" berkaitan dengan siapa yang dapat diberikan pelayanan dan siapa yang memberikan pelayanan. Informasi tentang "di mana" berkaitan tempat pelayanan kesehatan dapat dengan mudah diperoleh. Informasi tentang "kapan" berkaitan dengan waktu tertentu yang diberikan untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Waktu ini sudah termasuk pelayanan 24 jam bagi keadaan gawat darurat. Informasi mnegenai "mengapa" berkaitan dengan alasan mengapa masyarakat harus menerima pelayanan kesehatan di tempat yang ditetapkan. Sedangkan informasi tentang "bagaimana" berkaitan dengan proses, sistem kesehatan dan metode pengobatan yang akan digunakan dalam pelayanan kesehatan.[12]
Salah satu upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan adalah dengan mengadakan penilaian teknologi kesehatan. Upaya ini diadakan bersama oleh tenaga kesehatan di bidang kedokteran dan bidang kesehatan. Peningkatan kualitas meliputi aspek promosi, preverensi, penegakan diagnosis, pengobatan, rehabilitasi serta perawatan jangka panjang. Penerapan penilaian teknologi kesehatan semakin dianjurkan seiring dengan maraknya program jaminan kesehatan. Organisasi Kesehatan Dunia kini telah mewajibkan seluruh negara anggota untuk mengadakan penilaian teknologi kesehatan.[13]
Aksesibilitas
Aksesibilitas pelayanan kesehatan pada suatu wilayah dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor ketersediaan dan faktori penghalang. Faktor ketersediaan berkaitan dengan ketersediaan pelayanan kesehatan. Aspek yang mempengaruhi ketersediaan meliputi fasilitas layanan kesehatan dan tenaga kesehatan. Sedangkan faktor penghalang merupakan faktor yang dapat menghalangi proses pelayanan kesehatan. Faktor ini meliputi permasalahan geografi seperti luasnya wilayah pelayanan, persebaran dan kepadatan penduduk serta ketersediaan alat transportasi. Faktor penghalang juga meliputi ketersediaan pembiayaan kesehatan dan kepemilikan asuransi oleh masyarakat.[14]
Mediasi
Pelayanan kesehatan sebagai bagian dari sektor kesehatan dapat mengalami kemitraan dengan sektor-sektor lainnya. Mediasi ini dilakukan melalui promosi kesehatan. Terbentuknya kemitraan disebabkan oleh faktor yang mempengaruhi kesehatan tidak hanya dari sektor kesehatan. Sebaliknya, pelayanan kesehatan diupayakan bersama oleh sektor publik, sektor kesehatan, sektor ekonomi, organisasi nirlaba, industri dan media massa. Kemitraan ini dilakukan untuk menyelesaikan persoalan pelayanan kesehatan yang kompleks dan luas. Peran promosi kesehatan sebagai mediator bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat.[15]
Etika
Etika pelayanan kesehatan merupakan suatu tindakan medis untuk pemberian obat-obatan dan jasa kesehatan kepada masyarakat sesuai dengan asas, norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Penerapan etika pelayanan kesehatan merupakan bentuk tanggung-jawab oleh pemerintah kepada publik.[16]
Limbah medis
Setiap jenis fasilitas pelayanan kesehatan menghasilkan limbah medis. Jumlah limbah medis yang dihasilkan pada jenis fasilitas pelayanan kesehatan juga berbeda-beda. Jumlah limbah medis yang dihasilkan selalu sebanding dengan tingkat kelas fasilitas pelayanan kesehatan. Perbandingan ini lebih khusus disebabkan oleh jumlah pemanfaatan pelayanannya. Fasilitas kesehatan harus menyesuaikan kapasitas insenarator yang dimilkinya jika menggunakan insenerator sebagai alat dalam penganangan limbah medis.[17]
^"Health Topics: Health Systems". www.who.int. World Health Organization. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-18. Diakses tanggal 2013-11-24.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Mamik. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan dan Kebidanan. Sidoarjo: Zifatama Publishing. hlm. 125. ISBN978-602-1662-30-4.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Rahayu, T. P., Suharto, A,, dan Sumaningsih, R. (2019). Ngestiningrum, Ayesha Hendrian, ed. Modul Ajar 2: Kebidanan Komunitas(PDF). Surabaya: Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya. hlm. 117. ISBN978-623-92343-2-4.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Rasyid, A. U. M., dkk. (2021). Komunikasi Kesehatan(PDF). Bandung: Penerbit Widina Bhakti Persada Bandung. hlm. 71. ISBN978-623-6092-24-8.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Nurmala, I., dkk. (2018). Promosi Kesehatan(PDF). Surabaya: Airlangga University Press. hlm. 4–5. ISBN978-602-473-040-6.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)