Sanitasi adalah sebuah bidang yang membahas fasilitas dan pelayanan untuk membuang kotoran manusia seperti feses dan urine dengan aman.[1] Sistem sanitasi yang baik melindungi kesehatan masyarakat dengan mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya. Sanitasi juga mempromosikan mencuci tangan dengan sabun sebagai bagian dari higene.
Beberapa "tingkat" sanitasi digunakan untuk membandingkan penerapan sanitasi di dalam suatu negara atau di antara sejumlah negara. Tangga sanitasi yang ditetapkan Program Pemantauan Bersama (JMP) pada tahun 2016 dimulai dari buang air besar sembarangan dan terus meningkat ke atas dengan menggunakan istilah "tidak baik", "terbatas", "dasar", dan tingkat tertingginya adalah "dikelola dengan aman".[5] Istilah-istilah ini terutama digunakan untuk menjelaskan penerapan sanitasi di negara-negara berkembang.
Definisi
Kata Sanitasi berasal dari bahasa Latin, yaitu sanitas yang artinya sehat.[6] Ada berbagai macam penggunaan istilah "sanitasi" baik oleh negara maupun organisasi. Ada istilah "sanitasi lingkungan" yang mengacu pada pengaturan semua variabel fisik yang mungkin berdampak negatif pada kesehatan dan kesejahteraan manusia.
Definisi sanitasi di Indonesia
Sanitasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat.[7]
Pada tahun 1992, Kementerian Kesehatan RI mendefinisikan sanitasi sebagai segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan.[8] Menurut Kementerian Kesehatan RI, sanitasi merupakan upaya kesehatan melalui cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Beberapa definisi lainnya menitikberatkan pada pemutusan mata rantai patogen dari sumber penularannya dan pengendalian lingkungan.[9][10] Dalam ilmu terapan, sanitasi diartikan penciptaan dan pemeliharaan kondisi-kondisi higienis dan sehat, seperti dengan menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar tidak dibuang sembarangan.[11]
Definisi sanitasi di tingkat internasional
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa, "Sanitasi pada umumnya merujuk kepada penyediaan sarana dan pelayanan pembuangan limbah kotoran manusia seperti urin dan feses. Istilah 'sanitasi' juga mengacu kepada pemeliharaan kondisi higienis melalui upaya pengelolaan sampah dan pengolahan limbah cair."[12][13]
Menurut Water Supply and Sanitation Collaborative Council (Dewan Kerjasama Sanitasi dan Suplai Air), sanitasi merupakan pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, pembuangan atau penggunaan kembali limbah, seperti limbah kotoran, air limbah, dan limbah padat, dan promosi kebersihan terkait.[14][15] Melalui definisi ini, promosi kebersihan atau higiene dianggap sebagai komponen penting dari sanitasi.
Dalam panduan Departemen Pembangunan Internasional tentang program suplai air dan sanitasi, yang diterbitkan pada tahun 1998,[16] istilah "sanitasi" digunakan untuk merujuk pada pembuangan kotoran manusia dengan cara yang tepat. Ini juga mencakup pemanfaatan kembali dan pembuangan akhir kotoran manusia.
Pada kamus Lexico, sanitasi didefinisikan sebagai kondisi kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan penyediaan air minum yang bersih serta pengolahan dan pembuangan kotoran manusia dan air limbah.[17]
Di negara-negara terbelakang, selain tindakan yang tercakup dalam konsep sanitasi yang telah disebutkan, sanitasi juga biasanya mencakup drainase, pengelolaan limbah padat, dan pengendalian vektor.[butuh rujukan]Sanitasi termasuk di dalamnya empat prasarana teknologi (walaupun sering kali hanya yang pertama yang berkaitan erat dengan istilah 'sanitasi'): Pengelolaan kotoran manusia (feces), sistem pengelolaan air limbah (termasuk instalasi pengolahan air limbah), sistem pengelolaan sampah, sistem drainase atau disebut juga dengan pengelolaan limpahan air hujan.[18]
Tujuan
Tujuan umum dari sanitasi adalah untuk memberikan lingkungan hidup yang sehat bagi semua orang,[19] menjaga sumber daya alam (seperti air permukaan, air tanah, dan tanah), dan memberikan keselamatan, keamanan, dan martabat kepada orang-orang ketika mereka buang air besar atau kecil.
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui Hak Asasi Manusia atas Air dan Sanitasi pada tahun 2010.[20][21][22] Perjanjian-perjanjian ini membahas mengenai hak asasi manusia, deklarasi, dan standar lainnya, serta yang telah menerima dalam hukum internasional. Itu berasal dari hak asasi manusia untuk standar hidup yang memadai.
Sistem sanitasi efektif menciptakan penghambat oleh apabila manusia tidak memutus siklus penularan penyakit (misalnya dalam kasus penyakit yang ditularkan melalui tinja).[23] F-diagram menggambarkan aspek ini, dengan semua saluran utama penularan penyakit fecal-oral dimulai dengan huruf F: kotoran (feces), jari (fingers), lalat (flies), cairan (fluids), dan makanan (food).[24]
Sanitasi masyarakat membutuhkan perhatian dan evaluasi dengan cermat pada keseluruhan sistem, tidak hanya komponen teknis seperti toilet, pengelolaan lumpur tinja, dan instalasi pengolahan air limbah. Pengalaman pengguna, sistem pengumpulan kotoran dan air limbah, pengangkutan dan pengolahan limbah, dan penggunaan kembali atau pembuangan semuanya merupakan bagian dari "rantai sanitasi".[25]
Sistem dan tekonologi sanitasi
Menurut jenis perangkat, perangkat sanitasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perangkat keras fisik (seperti jamban dan saluran pembuangan) dan perangkat lunak (peraturan dan promosi kebersihan) yang diperlukan untuk mengurangi penularan penyakit fekal-oral. Walau pengolahan air limbah juga termasuk bagian dari sanitasi, kedua istilah ini sering kali ditulis berdampingan seperti "pengelolaan sanitasi dan air limbah".
Sistem sanitasi kerap berhubungan atau terkait dengan sistem-sistem lainnya sehingga muncul istilah sanitasi yang bervariasi seperti sanitasi berkelanjutan, sanitasi lingkungan, sanitasi setempat[26], sanitasi ekologis, sanitasi (toilet) kering, sanitasi total berbasis masyarakat[26], dan sanitasi darurat.
Sistem sanitasi mencakup pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan atau penggunaan kembali kotoran (baik manusia atau hewan) dan air limbah (baik yang berasal dari rumah tangga, industri, atau pertanian).[27] Saat digunakan kembali, pengelola sistem sanitasi dapat berfokus pada nutrisi, air, energi, atau bahan organik yang terkandung dalam kotoran dan air limbah. Hal ini disebut sebagai "rantai nilai sanitasi" atau "ekonomi sanitasi".[28][29] Orang-orang yang bertanggung jawab untuk membersihkan, memelihara, atau mengoperasikan teknologi sanitasi pada setiap langkah rantai sanitasi disebut sebagai pekerja sanitasi.[30]:2
Hubungan sanitasi dan kesehatan
Sanitasi memiliki hubungan yang erat dengan bidang kesehatan.[31] Sarana dan prasarana sanitasi yang tidak layak dapat berpengaruh pada penyebaran penyakit seperti diare dan kolera melalui beberapa jalur penularan yang dikenal dengan 5F. Jalur penularan tersebut adalah dari Feces (kotoran manusia) masuk ke pencernaan manusia melalui 1) Fluids (air atau cairan), 2) Fields (tanah), 3) Flies (lalat), 4) Fingers (tangan), dan 5) Foods (makanan).[32]
Badan kesehatan dunia menyatakan bahwa sanitasi dan mencuci tangan dengan sabun dapat mengurangi angka kesakitan diare sebanyak 37,5% dan 35%.[33] Beberapa studi juga menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara sanitasi dan kasus diare pada anak.[34][35] Intervensi sanitasi dapat menurunkan kejadian diare pada balita sebesar 12,9%[35]. Angka ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan intervensi air bersih yang hanya mencapai 7,3%.[35] Dampak dari intervensi sanitasi sayangnya tidak terlihat dalam jangka waktu singkat.[36] Kurangnya sarana dan prasarana sanitasi juga berdampak pada masalah kesehatan lainnya seperti infeksi trakhoma[37] dan kecacingan.[38]
Di samping dampak langsung pada kesehatan, kurangnya akses terhadap sarana sanitasi dapat secara tidak langsung berdampak pada kesehatan ibu dan anak dan kasus kekurangan gizi pada anak. Dampak tidak langsung lainnya adalah kesulitan bagi kaum perempuan terkait dengan upaya mendapatkan privasi dan layanan higiene menstruasi (haid bulanan),[39] yang juga berdampak pada tingkat kehadiran siswa perempuan di sekolah.[40]
Hubungan sanitasi dan air
Sanitasi merupakan komponen vital dalam menjaga ketersediaan air bersih dan air minum di dalam kehidupan manusia. Manusia kini mempengaruhi siklus air secara signifikan, baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas.[41] Sistem sanitasi yang baik berperan penting dalam mengolah air limbah domestik agar dapat dibuang secara aman ke lingkungan. Dengan demikian, kualitas lingkungan tetap terjaga dan sumber daya di dalamnya tetap dapat digunakan.
Terdapat hubungan yang erat antara masalah sanitasi dan penyediaan air, di mana sanitasi berhubungan langsung dengan:[42]
Kesehatan. Semua penyakit yang berhubungan dengan air sebenarnya berkaitan dengan pengumpulan dan pembuangan limbah manusia yang tidak benar.[43] Memperbaiki yang satu tanpa memperhatikan yang lainnya sangatlah tidak efektif.
Penggunaan air. Toilet siram desain lama membutuhkan 19 liter air dan bisa memakan hingga 40% dari penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga. Dengan jumlah penggunaan 190 liter air per kepala per hari, mengganti toilet ini dengan unit baru yang menggunakan hanya 0,7 liter per siraman bisa menghemat 25% dari penggunaan air untuk rumah tangga tanpa mengorbankan kenyamanan dan kesehatan. Sebaliknya, memasang unit penyiraman yang memakai 19 liter air di sebuah rumah tanpa WC bisa meningkatkan pemakaian air hingga 70%. Jelas, hal ini tidak diharapkan di daerah yang penyediaan airnya tidak mencukupi, dan hal tersebut juga bisa menambah jumlah limbah yang akhirnya harus dibuang dengan benar.[42]
Biaya pengumpulan, pengolahan dan pembuangan limbah meningkat dengan cepat begitu konsumsi meningkat. Merencanakan hanya satu sisi penyediaan air tanpa memperhitungkan biaya sanitasi akan menyebabkan kota berhadapan dengan masalah lingkungan dan biaya tinggi yang tidak terantisipasi. Pada tahun 1980, Bank Dunia melaporkan bahwa dengan menggunakan praktik-praktik konvesional untuk membuang air dibutuhkan biaya lima sampai enam kali sebanyak biaya penyediaan. Ini adalah untuk konsumsi sekitar 150 hingga 190 liter air per kepala per hari. Informasi lebih baru dari Indonesia, Jepang, Malaysia dan A.S menunjukkan bahwa rasio meningkat tajam dengan meningkatnya konsumsi; dari 1,3 berbanding 1 untuk 19 liter per kepala per hari menjadi 7 berbanding 1 untuk konsumsi 190 liter dan 18 berbanding 1 untuk konsumsi 760 liter.[42]
Penggunaan ulang air. Jika sumber daya air tidak mencukupi, air limbah merupakan sumber penyediaan yang menarik, dan akan dipakai baik resmi disetujui atau tidak. Karena itu, peningkatan penyediaan air cenderung mengakibatkan peningkataan penggunaan air limbah, diolah atau tidak dengan memperhatikan sumber-sumber daya tersebut supaya penggunaan ulang ini tidak merusak kesehatan masyarakat.[42]
Kondisi sanitasi di Indonesia
Hingga 2018, masih ada 25 juta penduduk Indonesia yang melakukan praktik buang air besar sembarangan (BABS).[44] Mereka yang melakukan praktik tidak sehat ini kebanyakan berasal dari kelas ekonomi bawah dan juga yang paling terdampak dari kondisi sanitasi yang buruk ini.
^Ramlan, Jamaludin; Sumihardi (2018). Sanitasi Industri dan K3(PDF). Sleman, Yogyakarta: Aswaja Pressindo. hlm. 3. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2022-01-22. Diakses tanggal 2022-01-22.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Sanitation". World Health Organization (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-03-20.
^Conant, Jeff (2005). Sanitation and Cleanliness for a Healthy Environment(PDF). Berkeley, California, USA: The Hesperian Foundation in collaboration with the United Nations Development Programme (UNDP), Sida. hlm. 6. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2014-10-21.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Tilley, E., Ulrich, L., Lüthi, C., Reymond, Ph. and Zurbrügg, C. (2014). Compendium of Sanitation Systems and Technologies(PDF) (edisi ke-Revisi ke-2). Swiss Federal Institute of Aquatic Science and Technology (Eawag), Duebendorf, Switzerland. hlm. 3.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Peal, A. J., Evans, B. E., & van der Voorden, C. (2010). Hygiene and Sanitation Software: An Overview of Approaches. Geneva: Water Supply and Sanitation Collaborative Council.
^WHO. (2004, March 2004). Water, Sanitation and Hygiene Links to Health Facts and Figures Retrieved from http://www.who.int/water_sanitation_health/en/factsfigures04.pdf
^Fewtrell, L., Kaufmann, R. B., Kay, D., Enanoria, W., Haller, L., & Colford, J. M., Jr. (2005). Water, sanitation, and hygiene interventions to reduce diarrhoea in less developed countries: a systematic review and meta-analysis. The Lancet Infectious Diseases, 5(1), 42-52.
^ abcGunther, I., & Fink, G. (2010). Water, Sanitation and Children’s Health: Evidence from 172 DHS Surveys: World Bank. Retrieved from: https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/3762
^Huda, T. M. N., Unicomb, L., Johnston, R. B., Halder, A. K., Yushuf Sharker, M. A., & Luby, S. P. (2012). Interim evaluation of a large scale sanitation, hygiene and water improvement programme on childhood diarrhea and respiratory disease in rural Bangladesh. Social Science & Medicine, 75(4), 604-611. doi:10.1016/j.socscimed.2011.10.042
^Montgomery, M. A., Desai, M. M., & Elimelech, M. (2010). Assessment of latrine use and quality and association with risk of trachoma in rural Tanzania. Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene, 104(4), 283-289. doi:10.1016/j.trstmh.2009.10.009
^Clasen, T. F., Boisson, S., Routray, P., Torondel, B., Bell, M., Cumming, O., . . . Schmidt, W.-P. (2014). Effectiveness of a rural sanitation programme on diarrhoea, soil-transmitted helminth infection, and child malnutrition in Odisha, India: a cluster-randomised trial. Lancet Global Health, 2(11), E645-E653. doi:10.1016/s2214-109x(14)70307-9
^Sahoo, K. C., Hulland, K. R. S., Caruso, B. A., Swain, R., Freeman, M. C., Panigrahi, P., & Dreibelbis, R. (2015). Sanitation-related psychosocial stress: A grounded theory study of women across the life-course in Odisha, India. Social Science & Medicine, 139, 80-89. doi:10.1016/j.socscimed.2015.06.031
^Dreibelbis, R. (2013). Water, sanitation, and hygiene in primary schools: Determining health and educational impacts and developing a model for sustained service delivery in Kenya. (PhD Disertasion), The Johns Hopkins University, Baltimore, Maryland.