Badan usaha milik desaBadan usaha milik desa (atau diakronimkan menjadi BUM Desa) merupakan usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa, dan berbadan hukum. Pemerintah Desa dapat mendirikan BUM Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa. Pembentukan BUM Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa. Kepengurusan BUM Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan masyarakat desa setempat.[1] Permodalan BUM Desa dapat berasal dari Pemerintah Desa, tabungan masyarakat, bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, pinjaman, atau penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan. BUM Desa dapat melakukan pinjaman, yang dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Badan Pengawas Desa.[2] Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APB Desa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD, yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.[3] Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota. Dasar hukumDasar hukum pendirian Badan Usaha Milik Desa adalah Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini, pemerintah desa dapat mendirikan BUM Desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dasar hukum BUM Desa diperbaharui lagi dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu, dasar hukumnya juga dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Pemerintah Indonesia menetapkan BUM Desa sebagai salah satu program pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk meningkatkan ekonomi yang berisfat mandiri di desa guna memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi seluruh warga desa. Hasil akhir dari pengelolaan BUM Desa yang direncanakan oleh pemerintah adalah adanya pendapatan asli yang berasal dari sumber daya yang ada di desa. Dampak yang akan dihasilkannya adalah peningkatan jumlah pendapatan, penurunan jumlah pengangguran serta penurunan tingkat kemiskinan.[4] Pemerintah di Tahun 2021 menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa yang menjadi kekuatan hukum baru bagi BUM Desa yang diakui kedudukannya sebagai Badan Hukum di desa yang sebelumnya hanya berstatus Badan Usaha.[5] Selanjutnya diterbitkan pula Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pendaftaran, Pendataan dan Pemeringkatan, Pembinaan dan Pengembangan, dan Pengadaan Barang dan/atau Jasa Badan Usaha Milik Desa/Badan Usaha Milik Desa Bersama yang menjadi payung hukum dalam pendaftaran BUM Desa menjadi berstatus Badan Hukum.[6] Sehingga kedudukan BUM Desa dapat disejajarkan dengan Badan Hukum lainnya seperti Perseroan Terbatas (PT), CV, dan lain-lain. PengelolaanPengelolaan Badan Usaha Milik Desa berkaitan dengan pendirian dan pengeleolaan selama pendirian. Pendirian BUM Desa diadakan oleh pemerintah desa. Sedangkan kepemilikan modal dan pengelolaan usahanya diselenggarakan bersama oleh pemerintah desa dan masyarakat. Pendirian BUM Desa diprakarsai oleh pemerintah pusat. Pengelolaan BUM Desa harus sesuai dengan tujuan pendiriannya. Badan Usaha Milik Desa dikelola hingga taraf hidup masyarakat meingkat secara ekonomi. Pengelolaan BUM Desa juga harus mampu meningkatkan kemampuan keuangan pemerintahan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu, pengelolaan BUM Desa harus meningkatkan kegiatan dan perekonomian warga masyarakat di pedesaan. Pendirian BUM Desa dilakukan dengan musyawarah bersama antara penduduk desa dan pemerintah desa. Dalam pengelolaannya, BUM Desa menerapkan asas kekeluargaan dan gotong royong. Pengelolaan BUM Desa juga harus memenuhi dua fungsi yaitu sebagai lembaga komersial dan lembaga sosial bagi masyarakat desa. Fungsi pengelolaan sebagai lembaga sosial adalah untuk menyediakan pelayanan sosial, sedangkan fungsi sebagai lembaga komersial adalah untuk mengembangkan sumber daya lokal guna memperoleh keuntungan bagi masyarakat desa. Jenis usaha dasar yang dikelola oleh BUM Desa meliputi bidang jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, hasil pertanian, atau industri kecil dan rumah tangga. Usaha dasar ini dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kemampuan desa. Pengelolaan BUM Desa juga harus sesuai dengan peraturan undang-undang yang diterbitkan oleh menteri yang mengurusi urusan pedesaan.[7] Dalam pembinaan Badan Usaha Milik Desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melakukan pemeringkatan status bagi BUM Desa dan BUM Desa bersama menjadi 4 klasifikasi yaitu Perintis, Pemula, Berkembang dan Maju. Pemeringkatan ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pendaftaran, Pendataan dan Pemeringkatan, Pembinaan dan Pengembangan, dan Pengadaan Barang dan/atau Jasa Badan Usaha Milik Desa/Badan Usaha Milik Desa Bersama.[8] SektorBadan Usaha Milik Desa telah didirikan di berbagai sektor, mulai dari pertambangan dan perkebunan hingga ritel, pariwisata, dan telekomunikasi.[9][10][11][12] Namun, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia secara khusus menyatakan bahwa BUM Desa dirancang untuk fokus pada tiga sektor utama pedesaan Indonesia, yaitu perikanan, pertanian, dan pariwisata.[13] EfekMenurut data tahun 2021, terdapat 45.223 BUM Desa aktif, yang secara total mempekerjakan lebih dari 20 juta orang dan menyumbang sekitar 4,6 triliun rupiah terhadap perekonomian Indonesia pada tahun itu.[14] Pada tahun yang sama, sekitar 35 persen dari BUM Desa yang ada terkena dampak parah dari pandemi COVID-19, yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal lebih dari 100.000 orang.[14] TantanganPara kritikus berpendapat bahwa Badan Usaha Milik Desa tidak efektif sebagai entitas bisnis. Tantangan bagi BUM Desa antara lain kesulitan birokrasi dalam memperoleh status badan hukum bagi BUM Desa yang baru didirikan, kurangnya semangat pemerintah desa untuk mengembangkan bisnis BUM Desa, dan relatif terbatasnya sektor yang dapat dikapitalisasi di daerah pedesaan.[15] Badan Usaha Milik Desa seringkali tidak menguntungkan,[16] kekurangan modal atau sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya.[15][17] Badan Usaha Milik Desa seringkali memiliki struktur internal yang tidak stabil karena dikelola oleh penduduk desa dan perangkat desa yang cenderung kurang memiliki pendidikan akuntansi dan keuangan.[18][19] Permasalahan tersebut mengakibatkan buruknya atau lemahnya implementasi BUM Desa di beberapa daerah.[20][21] Kepastian hukum juga menjadi masalah bagi banyak BUM Desa, karena tidak adanya status hukum menghambat kemampuan mereka untuk mencari investor atau membuka rekening bank.[22][23] Terlepas dari upaya untuk meringankan tantangan birokrasi yang dihadapi desa untuk mendirikan BUM Desa nya sebagai badan hukum, hanya 7.902 BUM Desa, atau sekitar 10 persen, yang berhasil didaftarkan sebagai badan hukum pada tahun 2022.[24] Lihat pulaReferensi
|