Humanisme

Humanisme adalah pemikiran filsafat yang mengedepankan nilai dan kedudukan manusia serta menjadikannya sebagai kriteria dalam segala hal.[1] Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisional yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnik tertentu.

Humanisme modern terbagi pada dua aliran:

  • Humanisme keagamaan, berakar dari tradisi Renaisans-Pencerahan dan diikuti banyak seniman, umat Kristen garis tengah, dan para cendekiawan dalam kesenian bebas. Pandangan mereka biasanya terfokus pada martabat dan kebudiluhuran dari keberhasilan serta kemungkinan yang dihasilkan umat manusia.
  • Humanisme sekuler, mencerminkan bangkitnya globalisme, teknologi, dan jatuhnya kekuasaan agama. Humanisme sekuler juga percaya pada martabat dan nilai seseorang dan kemampuan untuk memperoleh kesadaran diri melalui logika. Orang-orang yang masuk dalam kategori ini menganggap bahwa mereka merupakan jawaban atas perlunya sebuah filsafat umum yang tidak dibatasi perbedaan kebudayaan yang diakibatkan adat-istiadat dan agama setempat.

Beberapa humanis terkenal

Pengertian teori belajar humanistik menurut para ahli

1. Arthur Combs

Arthur Combs seorang pendidik sekaligus psikolog asal Ohio, Amerika Serikat. Beliau merupakan salah satu tokoh yang ikut berperan pada sejarah teori belajar humanistik. Combs berpendapat bahwa belajar merupakan kegiatan yang bisa dilakukan di mana saja dan menghasilkan sesuatu bagi dirinya. Pada kegiatan belajar, seseorang bahkan guru tidak boleh memaksakan sesuatu hal yang tidak disukai oleh individu yang bersangkutan.

2. Abraham Maslow

Menurut Maslow, belajar merupakan serangkaian proses yang harus dilalui untuk mengaktualisasi dirinya. Pada kegiatan belajar, diharapkan seorang individu bisa memahami dirinya dengan baik.

3. Carl Rogers

Menurut Rogers, pada proses belajar dibutuhkan sikap saling menghargai dan tanpa prasangka antara individu yang sedang belajar dan pihak yang memberi pembelajaran.

4. Jurgen Habermas

Menurut Jurgen Habermas, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud di sini adalah lingkungan alam maupun lingkungan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Habermas membagi tipe belajar ke dalam tiga bagian, yaitu; (1) belajar teknis (technical learning), (2) belajar praktis, dan (3) belajar emansipatoris.[2]

5. Ausbel

Belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.[2]

6. Kolb

Tahap-tahap belajar terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) tahap pengalaman konkret, (2) tahap pengamatan aktif dan reflektif, (3) tahap konseptualisasi, dan (4) tahap eksperimentasi aktif.[2]

7. Honey dan Mumford

Terdapat empat macam atau golongan orang belajar, yaitu: kelompok aktivis, kelompok reflektor, kelompok teoris, dan kelompok pragmatis.[2]

Referensi

  1. ^ Hadi, Sumasno (2012). "Konsep Humanisme Yunani Kuno dan Perkembangannya dalam Sejarah Pemikiran Filsafat". Jurnal Filsafat. Yogyakarta: UGM. 22 (2): 107–119. eISSN 2528-6881 Periksa nilai |eissn= (bantuan). 
  2. ^ a b c d Hatimah, Ihat; Sadri (2014). Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan (PDF). 1. Jakarta: Universitas Terbuka. hlm. 1–49. ISBN 978-979-011-034-2. 

Lihat juga

Pranala luar

Artikel ini tersedia dalam versi lisan
Dengarkan versi lisan dari artikel ini (1 menit)
noicon
Ikon Wikipedia Lisan
Berkas suara ini dibuat berdasarkan revisi dari artikel ini per tanggal 6 November 2008 (2008-11-06), sehingga isinya tidak mengacu pada revisi terkini.