Clark adalah anak sulung dari empat anak perempuan keluarga petani di Waikato. Ibunya adalah guru sekolah dasar dan ayahnya, seorang petani, adalah pendukung Partai Nasional pada waktu pemilihan tahun 1981. Ia menikah dengan sosiolog Peter Davis, yang telah menjadi pasangannya selama lima tahun, tak lama sebelum pemilihan tahun 1981. Dr. Davis kini menjadi profesor dalam bidang Sosiologi Medis, dan Kepala Jurusan Sosiologi di Universitas Auckland.
Ia belajar di Sekolah Dasar Te Pahu, Epsom Girls’ Grammar School di Auckland, dan di Universitas Auckland dan di sana ia mengambil jurusan Ilmu Politik. Ia lulus dengan gelar MA (Hons). Ia belajar di luar negeri pada 1976 dengan beasiswa dari Universitas.
Sebelum masuk Parlemen, ia menjadi dosen dalam ilmu politik di Universitas Auckland.
Masuk Partai Buruh
Clark telah aktif dalam Partai Buruh Selandia Baru dalam sebagian besar masa hidupnya. Ia telah menjadi anggota eksekutif partai itu dari 1978 hingga September 1988, dan terpilih kembali sejak april 1989. Ia menjadi presiden Dewan Pemuda Partai Buruh, anggota eksekutif dari Dewan Wilayah Aucland partai tersebut, sekretaris Dewan Wanita Partai Buruh, dan anggota Dewan Kebijakan Partai.
Ia mewakili Partai Buruh di berbagai kongres Sosialis Internasional dan Kaum Wanita Sosialis Internasional pada 1976, 1978, 1983 dan 1986, pada Konferensi Organisasi Sosialis Asia-Pasifik yang diadakan di Sydney pada 1981, dan pada Pertemuan Pemimpin Partai Sosialis Internasional di Sydney pada 1991.
Anggota Parlemen
Clark pertama kali terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Selandia Baru untuk mewakili para pemilih Mt. Albert di Auckland tahun 1981. Saat itu, ia barulah perempuan kedua yang terpilih untuk mewakili daerah pemilihan Auckland dan perempuan yang ke-17 yang duduk di Parlemen Selandia Baru. Selama masa jabatan pertamanya (1981-1984), ia menjadi anggota Komisi Revisi Undang-undang. Dalam masa jabatan keduanya (1984-1987), ia mengetuai Komisi Khusus untung Masalah Luar Negeri, Perlucutan dan Pengendalian Senjata, yang kemudian bergabung dengan bidang Pertahanan pada tahun 1985 hingga menjadi Komisi tunggal.
Clark ikut serta dalam kabinet-kabinet Partai Buruh di bawah pimpinan David Lange, Geoffrey Palmer, dan Mike Moore. Pertama, ia menjadi Menteri Perumahan sejak Agustus 1987 hingga Agustus 1989, Menteri Kesehatan pada Januari 1989, dan Menteri Perburuhan serta Wakil Perdana Menteri. Ia menjadi pemimpin Oposisi pada masa pemerintahan Partai Nasional yang dipimpin oleh Jim Bolger dan Jenny Shipley pada tahun 1990-an.
Clark menjadi Menteri Pelestarian Lingkungan Hidup sejak Agustus 1987 hingga Januari 1989. Ia menjadi Menteri Perumahan sejak Agustus 1987 hingga Agustus 1989, Menteri Kesehatan pada Januari 1989 dan Menteri Tenaga Kerja serta Wakil Perdana Menteri pada Agustus 1989. Ia mengepalai Komisi Keadilan Sosial Kabinet, dan menjadi angota Komisi Kebijakan Kabinet, Komisi Kabinet untuk Kepala Eksekutif, Komisi Kabinet untuk Pengembangan Ekonomi dan Lapangan Kerja, Komisi Kabinet untuk Peninjauan Pengeluaran, Komisi Kabinet untuk Badang-badan Negara, Komisi Kabinet untuk Pengangkatan Kehormatan dan Komisi Perjalanan dan Komisi Kabinet untuk Keamanan Dalam dan Luar Negeri.
Sejak Oktober 1990 hingga Desember 1993, Clark menjadi Wakil Pemimpin Oposisi, Jurubicara Oposisi untuk masalah kesehatan dan tenaga kerja, dan anggota Komisi Khusus untuk Pelayanan Sosial, dan Komisi Khusus Partai Buruh. Clark menjadi pemimpin Oposisi pada 1 Desember 1993.
Menjadi Perdana Menteri
Ketika Partai Buruh Selandia Baru menguasai pemerintahan setelah pemilu 1999, Clark menjadi Perdana Menteri perempuan kedua Selandia Baru, dan yang pertama memenangkan jabatan itu melalui pemilihan umum. Perdana Menteri sebelumnya, Jenny Shipley memperoleh jabatan itu sebagai akibat perubahan kepemimpinan partai pada pertengahan masa jabatan.
Ia diangkat sebagai Perdana Menteri Selandia Baru sejak Desember 1999. Pemimpin Partai Buruh Selandia Baru ini membentuk pemerintah koalisi minoritas pengganti partai Aliansi (1999, dengan dukungan parlementer dari Partai Hijau) dan dengan Partai Koalisi Progresif pimpinan Jim Andertons (2002, dengan dukungan parlementer dari Partai Hijau dan Masa Depan Bersatu Selandia Baru).
Sebelm pemilu 2005, Clark menjadi Perdana Menteri, Menteri Kesenian, dan Warisan Budaya, dan bertanggung jawab atas Biro Intelijen Keamanan dan Pelayanan Kabinet. Minatnya mencakup kebijakan sosial dan urusan internasional.
Sebagai pemimpin Partai Buruh, ia membentuk pemerintahan koalisi minoritas yang berhasil dengan Partai Aliansi (1999). Koalisi ini runtuh pada tahun 2002 sehingga diadakanlah pemilu yang lebih awal. Clark membentuk koalisi dengan Partai Progresif Selandia Baru yang dipimpin oleh Jim Anderton (2002, dengan dukungan parlementer dan kepercayaan dari Para Masa Depan Bersatu dan 'keyakinan baik' dengan Partai Hijau. Pada 2005, koalisi dengan Partai Progresif diperbarui, dengan dukungan dan kepercayan dari Partai Selandia Baru Pertama dan Masa Depan Bersatu, dengan ganjaran kursi setara menteri di luar kabinet bagi para pemimpin dari kedua partai ini.
Keberhasilan Helen Clark
Masa jabatan Helen Clark sebagai perdana menteri membuat Selandia Baru menikmati pertumbuhan ekonomi yang tidak pernah terjadi selama bertahun-tahun. Pada saat pemilu 2005, tingkat pengangguran Selandia Baru mencapai tingkat terendah dibandingkan semua negara industri. Clark juga dipuji karena berhasil menciptakan pemerintahan yang stabil berdasarkan sistem pemilihan umum representasi yang baru dengan dasar anggota campuran yang proporsional.
Hubungan internasional
Di bawah pimpinan Clark, Selandia Baru menempuh kebijakan luar negeri yang independen, yang dibuktikan dengan sikapnya dalam mempertahankan statusnya yang bebas nuklir (kemungkinan harus dibayar dengan perjanjian perdagangan bebas dengan AS), dan menolak ikut serta dalam invasi Irak pada 2003, tanpa sanksi PBB.
Kritik kecil
Clark sekali-sekali mendapat kritik pada masa pemerintahannya sebagai perdana menteri. Pada tahun 2000, seorang anggota Parlemen dari Partai Buruh, Chris Carter, meneliti latar belakang salah seorang rekannya di Kabinet, Menteri Urusan Maori Dover Samuels. Carter meninggalkan pesan di mesin penjawab Peter Yelich, yang isinya meminta informasi tentang Samuel. Ketika pesan itu bocor ke media, Clark menyerang karakter Yelich, dan menyebutnya seorang pembunuh. Yelich sebelumnya pernah terbukti bersalah melakukan pembunuhan, dan ia menuntut Clark atas tuduhan penghinaan. Clark menggunakan uang publik untuk menyelesaikan tuntutannya di pengadilan dengan Yelich. Dalam sebuah siaran pers, lawan politiknya, pemimpin ACT Richard Prebble mengatakan bahwa uang yang dibayarkan itu besarnya $20.000 untuk tuduhan penghinaan dan $35.000 untuk merahasiakannyaDiarsipkan 2022-03-19 di Wayback Machine.. Di beberapa negara lazim para politikus dari partai yang berbeda untuk membesar-besarkan kesalahan pihak yang lain, tetapi ini tidak pernah terjadi di Selandia Baru.
Clark menandatangani sebuah lukisan yang dilukis seorang stafnya untuk lelang amal. Setelah ketahuan bahwa bukan Clark yang melukisnya, seorang anggota staf membeli kembali lukisan itu dan menghancurkannya.
Clark pernah menjadi penumpang di sebuah mobil yang ngebut. Polisi, Satuan Pelindung Diplomatik, dan staf Kabinet ikut membantu rombongan yang ngebut itu antara Timaru dan Bandara Internasional Christchurch, hingga kecepatannya mencapai 172 km/jam agar Clark dapat menghadiri pertandingan rugbi di Wellington. Beberapa polisi dan staf Kabinet dinyatakan bersalah. Clark menjauhkan diri dan mengatakan bahwa ia tidak tahu bahwa mobilnya ngebut dan bahwa ia tidak ikut memengaruhi keputusan untuk ngebut.