Antilegomena (Greek αντιλεγόμενα) adalah sebuah istilah yang merujuk kepada naskah-naskah tertulis yang keasliannya atau nilainya diperdebatkan.[1]
Pertama kali digunakan oleh Eusebius dari Kaisaria, seorang sejarawan gereja dari abad ke-4 M.[2] Eusebius menggunakan istilah ini untuk naskah-naskah Kristen yang "diperdebatkan" ("disputed") atau secara harafiah "dipertentangkan" ("spoken against") dalam Kekristenan mula-mula, sebelum penetapan kanon Perjanjian Baru dalam AlkitabKristen. Istilah ini digunakan untuk menunjuk pada berbagai tulisan yang dipersoalkan atau yang diragukan kebenarannya.[2] Kelompok naskah ini dibedakan dari "notha" (naskah-naskah "palsu"/"spurious" atau "ditolak"/"rejected") dan "Homologoumena" (naskah-nasha yang "diterima"/"accepted", seperti keempat Injil kanonik). Tulisan-tulisan yang tergolong "Antilegomena" ("diperdebatkan"/"disputed") dibaca luas di dalam Gereja mula-mula, tetapi tidak semua orang menerima sebagai kitab-kitab asli. Kemudian istilah ini dipakai juga untuk membedakan tulisan-tulisan yang pada umumnya ditolak sebagai firman Allah.[2] Tulisan-tulisan yang dipersoalkan namun pada umumnya diterima sebagai tulisan-tulisan kanonik adalah Surat Yakobus, Surat 2 Petrus, Surat 2dan 3 Yohanes, serta Surat Yudas.[2] Sementara itu, tulisan-tulisan yang dipersoalkan namun dipandang sebagai tulisan-tulisan non kanonik antara lain Kisah Paulus, Gembala Hermas, Wahyu kepada Petrus, Surat Barnabas, dan Didakhe.[2] "Wahyu kepada Petrus" cukup unik, karena menurut komentar dari seorang Bapa gereja, merupakan satu-satunya kitab yang tidak diterima di dalam kanon meskipun dibaca luas.[3][4]
Eusebius
Sejarawan gereja pertama, Eusebius,[5] menulis dalam karyanya Sejarah Gereja sekitar tahun 325 M, menggunakan istilah Yunani "antilegomena" untuk kitab-kitab yang diperdebatkan dalam Gereja mula-mula:
Di antara tulisan-tulisan yang diperdebatkan, [των αντιλεγομένων], meskipun dikenal oleh banyak orang, terdapat surat Yakobus dan dari Yudas, juga surat Petrus yang kedua, dan apa yang disebut surat keduadan ketiga dari Yohanes, apakah surat-surat itu berasal dari Yohanes sang penginjil atau orang lain dengan nama yang sama. Di antara tulisan-tulisan yang ditolak harus terhitung juga "Kisah Rasul Paulus" (Acts of Paul), dan yang disebut "Gembala" (Shepherd), dan "Wahyu kepada Petrus" (Apocalypse of Peter), dan di luar itu terdapat "surat Barnabas" (epistle of Barnabas), dan yang disebut "Ajaran para Rasul" (Teachings of the Apostles); dan di samping itu, seperti yang kukatakan, Wahyu kepada Yohanes (Apocalypse of John), kalau pantas, di mana beberapa orang, seperti yang kukatakan, menolak, tetapi yang lain menempatkannya sejajar dengan kitab-kitab yang diterima. Dan di antaranya beberapa menempatkan juga "Injil menurut orang Ibrani" (Gospel according to the Hebrews), yang khususnya diterima dengan sukacita oleh orang-orang Ibrani yang telah menerima Kristus. Dan semuanya ini dapat diperhitungkan di antara kitab-kitab yang diperdebatkan [των αντιλεγομένων].
Schaff's History of the Christian Church: The Revolution at Wittenberg. Carlstadt and the New Prophets.: Andreas Carlstadt "weighed the historic evidence, discriminated between three orders of books as of first, second, and third dignity, putting the Hagiographa of the Old Testament and the seven Antilegomena of the New in the third order, and expressed doubts on the Mosaic authorship of the Pentateuch. He based his objections to the Antilegomena, not on dogmatic grounds, as Luther, but on the want of historical testimony; his opposition to the traditional Canon was itself traditional; he put ante-Nicene against post-Nicene tradition. This book on the Canon, however, was crude and premature, and passed out of sight."