Surat Paulus yang Kedua kepada Jemaat di Tesalonika adalah salah satu kitab yang umumnya dipandang sebagai salah satu surat (yang kedua dari dua surat) kepada jemaat di kota Tesalonika yang termuat dalam bagian Perjanjian Baru di AlkitabKristen.[1][2][3] Kota Tesalonika, yang namanya secara populer dipakai untuk menyebut surat ini, merupakan ibu kota dari Makedonia, sebuah provinsi dalam Kekaisaran Romawi.[1][2][3] Paulus merupakan pendiri Jemaat di Tesalonika, khususnya setelah ia meninggalkan Filipi.[1][2][3]
Latar belakang
Penulis
Rasul Paulus umumnya diyakini sebagai penulis asli surat ini.[4] Dalam 2 Tesalonika 1:1 disebutkan bahwa surat ini berasal dari Paulus beserta dua orang rekan sekerjanya, yakni Silwanus dan Timotius.[5] Berdasarkan anggapan bahwa surat ini ditulis pada abad ke-2, sejumlah pakar Perjanjian Baru modern meragukan bahwa surat ini benar-benar ditulis oleh Paulus dengan beberapa alasan, dan menggolongkan surat ini bersama-sama enam surat-surat Paulus lain, yaitu Surat Efesus, Kolose, 1 dan2 Timotius, serta Titus, sebagai "surat-surat deutero Paulus". Sebutan "deutero Pauline" ("tulisan seorang Paulus kedua") diberikan karena diduga bahwa penulis surat ini bukan Paulus, melainkan muridnya atau paling tidak orang yang menganut teologinya, sehingga kemungkinan merupakan suatu pseudopigrafa yang dengan sengaja memakai nama Paulus sebagai penulisnya.[6]
Keadaan Jemaat
Gambaran jemaat dalam surat 2 Tesalonika ini dianggap berbeda dengan gambaran jemaat dalam surat yang pertama.[7] Pada Surat 2 Tesalonika, Paulus berhadapan dengan para penganut bidah yang menyampaikan kedatangan "hari Tuhan" (parousia) telah tiba (2 Tesalonika 2:2), membuat jemaat kebingungan mendengar pemberitaan seperti itu.[7] Melihat keadaan demikian, penulis bermaksud menanggapi hal itu. Melalui surat ini diharapkan jemaat tetap melanjutkan kegiatan sehari-hari seperti biasanya sambil tetap melaksanakan kewajiban sebagai orang Kristen.[8] Dalam jemaat juga berkembang ajaran yang tidak memedulikan tubuh (sarx, "daging") karena menganggap diri telah disempurnakan dalam roh. Ajaran demikian membuat jemaat kemudian lebih senang dengan cara hidup yang malas-malasan dan kurang memperhatikan ketertiban.[7]
Waktu penulisan
Surat ini umumnya diyakini ditulis antara tahun 50-51 M.[9][10] Pendapat lain memberi perkiraan tahun 48-49.[11]
Ayat-ayat terkenal
2 Tesalonika 2:7–8: Karena secara rahasia kedurhakaan telah mulai bekerja, tetapi sekarang masih ada yang menahan. Kalau yang menahannya itu telah disingkirkan, (2:8) pada waktu itulah si pendurhaka baru akan menyatakan dirinya, tetapi Tuhan Yesus akan membunuhnya dengan napas mulut-Nya dan akan memusnahkannya, kalau Ia datang kembali.
2 Tesalonika 2:15: Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.
2 Tesalonika 3:10: Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.
Struktur surat
Secara garis besar, struktur Surat Paulus yang Kedua kepada Jemaat di Tesalonika adalah sebagai berikut:[12]
6. Kedisiplinan hidup: tentang ketidaktaatan manusia (3:6-15)
Isi
Tentang ketabahan menghadapi penganiayaan
Masalah penganiayaan yang dialami jemaat di Tesalonika membuat mereka merasakan penderitaan. Melalui surat ini, penulis kemudian hadir sebagai seorang motivator yang terus mengingatkan jemaat agar tetap tabah dan memberikan motivasi melalui ucapan syukur. Dalam ucapan syukur tersebut, Paulus menyampaikan perasaan sukacitanya atas iman yang dimiliki jemaat yang dinilainya semakin bertambah (1:3-4). Paulus juga menjelaskan kepada jemaat bahwa penderitaan yang sedang mereka rasakan menegaskan adanya maksud dari Allah di balik semua penderitaan yang mereka rasakan.[4]
Menyikapi ajaran sesat dan parousia
Dalam surat yang kedua ini, pemberitaan tentang "hari Tuhan" (parousia) telah menjadi masalah pelik walaupun tidak disebutkan siapa orang-orang yang menyebarkan kabar tentang kedatangan Yesus yang kedua. Paulus menanggapinya dengan menuliskan kepada jemaat di Tesalonika bahwa mereka telah salah memahami pemberitaan seputar kedatangan tersebut. Ia mengingatkan jemaat agar tetap berpegang teguh pada "ajaran-ajaran" yang ia sampaikan sembari tetap menantikan hari ketika Yesus akan datang kembali dari surga. Namun, Paulus juga menyatakan bahwa sebelum "hari Tuhan" tiba akan ada tanda-tanda yang mendahuluinya dan mencapai puncaknya pada hari tersebut.[4]
"Ajaran-ajaran"
Dalam 2 Tesalonika 2:15, Paulus menginstruksikan jemaat supaya "berpegang teguhlah pada tradisi-tradisi (bahasa Yunani: παραδόσεις, bahasa Latin: traditiones) yang kami ajarkan kepadamu, baik dengan kata-kata maupun dengan surat."[13] Mengutip ayat ini, dalam Tentang Roh Kudus karyanya, Basilius Agung menuliskan, "[Tradisi-tradisi] ini telah disampaikan dari mulut ke mulut dari Paulus ataupun dari rasul-rasul yang lain, tanpa harus dituliskan,"[14] dan menyebutkan pengakuan iman Trinitarian sebagai salah satu contoh "tradisi tak tertulis".[15]Sirilus dari Yerusalem menuliskan pandangan serupa dalam Pengajaran Kateketik karyanya, berpendapat bahwa tradisi-tradisi yang dinyatakan Paulus itu (Alkitab TB menyebutnya "ajaran-ajaran") harus dilestarikan dan diingat, setidaknya dalam bentuk Kredo (Pengakuan Iman).[14] Dalam khotbahnya tentang ayat ini, Yohanes Krisostomus membedakan tradisi lisan dari tradisi tertulis.[16] Pada saat itu tradisi lisan telah didefinisikan sebagai "tradisi" dan tradisi tertulis sebagai "Kitab Suci", bersama-sama disatukan dalam "autentisitas asal mula rasuli keduanya".[17]Everett Ferguson mengatakan bahwa pengacuan Paulus pada tradisi mengindikasikan kalau "apa yang disampaikan berasal dari Tuhan",[13] dan John Stott menyebut tradisi itu (bahasa Yunani: παράδοσις, paradosis) sebagai "'tradisi' rasuli".[18]
Berdoa dan bekerja
Paulus menasihatkan jemaat agar menjauhkan diri dari orang-orang yang sudah tidak mau bekerja lagi (2 Tesalonika 3:6), dan mendorong mereka untuk tetap giat dalam bekerja. Nasihat demikian juga disampaikan Paulus dalam surat yang terdahulu, namun dalam surat ini Paulus semakin memotivasi jemaat agar mengikuti nasihatnya. Yang dimaksudkan Paulus adalah mengikuti teladannya yang tetap "berusaha dan berjerih payah siang malam", selain melaksanakan tugas utamanya sebagai pemberita Injil. Dengan demikian, jemaat diajarkan supaya dalam menantikan kedatangan Yesus yang kedua tidak hanya dengan berdoa, tetapi juga dengan giat bekerja. Dalam 2 Tesalonika 3:10, Paulus menegaskan bahwa "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan".[4]
^John Arthur Thomas Robinson (1919-1983). "Redating the New Testament". Westminster Press, 1976. 369 halaman. ISBN 10: 1-57910-527-0; ISBN 13: 978-1-57910-527-3
^W. G. Kummel, "Introduction to the New Testament" (Heidelberg i963),ET 1966; 21975.
^A. Harnack, Geschichte der altchristlichen Litteratur bis Eusehius, Leipzig 1893-7, vol. II.
^Leon Morris (ed). 1984, The epistle of Paul to the Thessalonians: An Introduction and commentary. Grand Rapids: William Eerdmans Publishing. hlm. 115.
^ abRombs, Ronnie J.; Hwang, Alexander Y., ed. (2010). Tradition and the Rule of Faith in the Early Church. Washington, D.C.: Catholic University of America Press. hlm. 8.
^ abThiselton, Anthony C. (2011). 1 and 2 Thessalonians Through the Centuries. John Wiley & Sons. ISBN9781444390148.