Kekristenan Suriah (bahasa Inggris: Syriac Christianity; bahasa Suryani: ܡܫܝܚܝܘܬܐ ܣܘܪܝܝܬܐ / mšiḥāiūṯā suryāiṯā) meliputi beberapa Gereja dalam Kekristenan Timur yang peribadatannya cenderung bercirikan penggunaan liturgiSuriah kuno, suatu dialek Aramaik Pertengahan yang timbul di Edessa pada awal abad ke-1 M, dan terkait erat dengan bahasa Aram Yesus.[1]Yesus Kristus dikenal sebagai Yešua` mšiḥā dalam bahasa Aram.
Setelah Konsili Kalsedon tahun 451, banyak umat Kristen Suriah dalam Kekaisaran Romawi yang memberontak menentang keputusan-keputusan gereja tersebut. Patriarkat Antiokhia kemudian terbagi menjadi persekutuan Kalsedonian dan non-Kalsedonian.
Kalangan Kalsedonian sering kali diberi label 'kaum Melkit' (Pihak Kaisar), sementara lawan mereka diberi label sebagai kaum Monofisit (mereka yang meyakini bahwa Kristus hanya memiliki satu kodrat) dan kaum Yakobit (dari nama Jacob Baradaeus). Gereja Maronit mendapati dirinya terjebak di antara kedua pihak tersebut (dituduh menganut paham Monotelitisme), namun mereka menyatakan selalu setia pada Gereja Katolik dan dalam persekutuan dengan uskup Roma, yakni Sri Paus.[2]
Gereja ini bertahan sebagai suatu entitas terpisah di bawah pemerintahan Islam. Komunitas tersebut termasuk salah satu yang diberikan otonomi dalam hal-hal keagamaan dan keluarga di bawah sistem milet Utsmaniyah.[3] Pada abad ke-19, banyak dari mereka yang meninggalkan tanahnya menuju bagian-bagian lain dari dunia Kristen, menciptakan suatu diaspora yang substansial.[4]
Seiring berjalannya waktu, beberapa kelompok di dalam masing-masing cabang ini telah masuk dalam persekutuan dengan Gereja Roma, menjadi Gereja-Gereja Katolik Timur.
Istilah "Syrian" dalam bahasa Inggris (dan "Syriac" perluasannya) pada awalnya merupakan suatu pengurangan dari istilah "Assyrian" (Assurayu), dan digunakan oleh para penutur rumpun bahasa Indo-Eropa secara khusus dalam kaitannya dengan Asiria (Asyur) di utara Mesopotamia, sejak periode Kekaisaran Asiria Baru (935-605 SM) dan seterusnya.[5] Selama Kekaisaran Seleukia (323-150 SM), para penguasa dari Yunani tidak hanya menerapkan nama tersebut untuk Asiria dan penduduknya, tetapi juga untuk wilayah Aram di Levant, yang telah menjadi salah satu koloni Asiria selama masa Kekaisaran Asiria Pertengahan (1366-1020 SM) dan Kekaisaran Asiria Baru (911-605 SM). Ketika Asiria jatuh ke dalam kekuasaan Kekaisaran Parthia, mereka tetap mempertahankan nama "Syria" tetapi hanya menerapkannya pada wilayah Aram yang masih dalam kekuasaan mereka.[6][7] Hal ini menyebabkan dunia Yunani-Romawi dan tradisi Eropa kelak menyebut orang-orang Asiria/Mesopotamia maupun Aram sebagai orang-orang "Syrian" and "Syriac", meskipun secara historis, etnis, linguistik, genetik, dan geografis, berbeda satu sama lain.[8]
Orang Asiria asli (bahasa Suryani: ܣܘܪܝܝܐ, bahasa Arab: سُريان) dari Mesopotamia telah sangat awal mengadopsi Kekristenan, dan sejak abad ke-1 M ke depan mulai menggantikan agama tradisional Mesopotamia yang telah berumur tiga milenium, meskipun agama ini tidak sepenuhnya musnah hingga akhir abad ke-10 M. Kerajaan Asiria Baru Osroene diduga sebagai kerajaan Kristen pertama dalam sejarah.
Konsili Efesus tahun 431 M menyatakan Nestorianisme sebagai suatu bidah. Para imam Nestorian, yang mengalami penganiayaan dalam Kekaisaran Bizantin, mencari tempat perlindungan di Mesopotamia tempat Gereja dari Timur mendominasi, yang kemudian menjadi bagian dari Kekaisaran Sasaniyah. Terdapat suatu perpaduan antara doktrin Nestorian dan Gereja Asiria. Dari sana mereka menyebarkan Kekristenan ke Persia, India, Tiongkok, dan Mongolia. Ini merupakan awal dari Gereja Nestorian, cabang timur Kekristenan Suriah. Cabang barat, yaitu Gereja Yakobit, timbul setelah Konsili Kalsedon mengutuk paham Monofisitisme pada tahun 451 M.[9]
Saat ini banyak umat Katolik Suriah dan Ortodoks Suriah yang berbahasa Arab dari sebagian besar wilayah Suriah (kecuali timur laut Asiria) dan tengah selatan Turki lebih memilih identitas nasional Aram-Suriah sementara yang lainnya berpegang pada identitas Suriah (Syriac) yang murni religius.
Sejumlah kecil umat Katolik Kaldea yang utamanya berbasis di Amerika Serikat belakangan juga mengadopsi identitas nasional Kaldea atau Asiria-Kaldea, meskipun sesungguhnya tidak ada bukti historis, arkeologis, tulisan, linguistik, ataupun geografis untuk mendukung keterkaitan mereka dengan bangsa Kaldea (Kasdim) dari ujung tenggara Mesopotamia yang telah lama punah. Mereka sebenarnya etnis Asiria yang berasal dari tanah air Asiria di Irak utara.
Sebutan Asiria, yang telah jauh lebih lama digunakan, hampir sepenuhnya menggantikan kata Nestorian (yang dipandang merendahkan oleh orang Asiria, dan tidak ada maknanya sebagai suatu istilah etnis). Bagaimanapun kata Nestorian masih digunakan dalam beberapa literatur akademis Barat.
Penggunaan kata Syriac dalam bahasa Inggris (yang awalnya mengacu pada bahasa Suriah, suatu dialek Aramaik Pertengahan yang timbul di Asiria), bukan Syrian, menjadi umum setelah pembentukan bangsa modern Suriah yang didominasi bangsa Arab setelah Perang Dunia I. Orang Asiria dan Aram-Suriah tidak menjadi orang Arab, serta ingin membedakan diri dari mereka. Kata 'Syrian' menjadi ambigu dalam bahasa Inggris karena saat ini dapat digunakan untuk menyebut warga Syria (Suriah dalam bahasa Indonesia) tanpa memandang etnis, serta sekarang juga banyak diterima untuk memaknai Asiria pada mulanya. Namun, dalam bahasa Arab, kata 'warga Syria' memiliki suatu bentuk yang berbeda (سوري sūrī) dari kata tradisional untuk etnis Asiria/Suriah (سُرياني suryānī).
Gereja Suriah Independen Malabar (Gereja Thozhiyur), salah satu gereja independen yang berpusat di Kerala dan dalam persekutuan dengan Gereja Suriah Mar Thoma.
Gereja dengan Ritus Suriah Timur di bawah Gereja Katolik
Gereja Katolik Kaldea (awalnya disebut Gereja Asiria dan Mosul), salah satu Gereja Katolik Timur, terbentuk dari Gereja dari Timur setelah perpecahannya dengan Gereja Asiria pada tahun 1683
Umat Kristen Suriah terlibat dalam misi untuk India, dan banyak gereja kuno India yang berada dalam persekutuan dengan gereja-saudara Suriah mereka. Umat Kristen India ini dikenal sebagai Umat Kristen Santo Thomas.
Di zaman modern, berbagai denominasi Evangelikal (Injili) mulai mengirim utusan mereka ke bangsa Suriah. Dengan demikian terbentuk beberapa kelompok Evangelikal, khususnya Gereja Pantekostal Asiria (kebanyakan terdapat di Amerika Serikat, Iran, dan Irak). Namun, kendati para penganut Protestan Asiria ini telah melakukan konversi dari Gereja Asiria dari Timur ataupun Gereja Katolik Kaldea, karena asal usul historis mereka yang masih baru, mereka umumnya tidak diklasifikasikan sebagai Gereja-Gereja Timur yang padanya istilah "Kekristenan Suriah" secara tradisi diterapkan.
^(Inggris) Allen C. Myers, ed (1987). "Aramaic". The Eerdmans Bible Dictionary. Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans. p. 72. ISBN 0-8028-2402-1. "It is generally agreed that Aramaic was the common language of Palestine in the first century A.D. Jesus and his disciples spoke the Galilean dialect, which was distinguished from that of Jerusalem (Matt. 26:73).". Israeli scholars have established that Hebrew was also in popular use. Most Jewish teaching from the first century is recorded in Hebrew.
^(Inggris) Moosa, Matti. The Maronites in history. Syracuse: Syracuse University Press, 1986
^(Inggris) Ye'Or, Bat. The decline of eastern Christianity under Islam: from jihad to dhimmitude. Rutherford: Fairleigh Dickinson University Press, US, 1996
^(Inggris) Chaillot, Christine. "The Syrian Orthodox Church Of Antioch And All The East. Geneva: Inter-Orthodox Dialogue 1998
^(Inggris) Rollinger, Robert (2006). "The terms "Assyria" and "Syria" again" (PDF). Journal of Near Eastern Studies 65 (4): 284–287. doi:10.1086/511103.
^(Prancis) Tekoglu, R. & Lemaire, A. (2000). La bilingue royale louvito-phénicienne de Çineköy. Comptes rendus de l’Académie des inscriptions, et belleslettres, année 2000, 960-1006.
^Inskripsi dari tahun 800 SM memperlihatkan asal mula nama 'Suriah' (Syria).
^(Inggris) Yepiskoposian et al., Iran and the Caucasus, Volume 10, Number 2, 2006, pp. 191-208(18), "Genetic Testing of Language Replacement Hypothesis in Southwest Asia"