Helenisasi

Helenisasi adalah sebuah kata yang diturunkan dari kata Hellas (nama kuno untuk Yunani).[1] Helenisasi sendiri adalah istilah teknis untuk menggambarkan proses perubahan kultural yang terjadi sekitar Abad ke-2 SM hingga paruh Abad Pertama Masehi, dimana pengaruh kebudayaan Yunani (termasuk dalam hal cara hidup) sangat dominan.[2] Dominasi kebudayaan Yunani ini tidak dapat dilepaskan dari perluasan kekuasaan Yunani di bawah pimpinan Aleksander Agung pada Abad ke-3 SM.[3]

Latar belakang

Jauh sebelum ekspansi yang dilakukan oleh Aleksander Agung (332-323), kerajaan Makedonia (Yunani) telah melakukan kontak dengan bangsa-bangsa lain seperti: Mesir, Siria, dan Asia Kecil.[4] Mereka telah membangun kota-kota di pantai-pantai Asia Kecil, membangun pos-pos dagang di pantai Siria, serta melakukan hubungan dagang dengan Mesir.[4]

Aleksander Agung

Lewat serangkaian serangan yang dilakukan oleh Aleksander Agung pada periode tahun 332-323, wilayah-wilayah tersebut menjadi wilayah kekuasaan Yunani. Untuk memperkuat kekuatan di wilayah-wilayah yang ditaklukkannya, Aleksander Agung membangun kota-kota bergaya Yunani. Pembangunan kota-kota ini disertai dengan toleransi terhadap penduduk lokal sehingga kebudayaan Yunani dengan mudah diterima oleh penduduk setempat.

Iskandar/Aleksander Agung menyebarkan wawasan peradaban Yunani, termasuk di dalamnya bahasa. Hasilnya adalah, beberapa unsur yang berasal dari Yunani digabung dalam bentuk yang bervariasi dengan unsur lain dari peradaban daerah yang dikuasai, yang dikenal dengan Helenisme.

Pada zaman Helenistik, bangsa Makedonia, sepeninggal Aleksander Agung, meng-helenisasi-kan (melakukan helenisasi terhadap) bangsa Syria, Yahudi, Mesir, Persia, Armenia dan sejumlah kelompok etnik lain yang lebih kecil di sepanjang Timur Tengah dan Asia Tengah.

Helenisasi juga merujuk pada Kekaisaran Bizantin dari saat pendirian Konstantinopel oleh Konstantin sampai saat kebudayaan dan bahasa Yunani mendapat kedudukan tinggi di bawah kekaisaran Heraklius pada abad ke-tujuh.

Referensi

  1. ^ Calvin J. Roetzel. 1987. The World that Shape the New Testament. London: SCM. 2-3.>
  2. ^ S. Wismoady Wahono. 2004. Di Sini Kutemukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 267-268.
  3. ^ R. J. Zwi Werblowsky & Geoffrey Widoger (eds.). 1997. The Oxford Dictionary of the Jewish Religion. New York: Oxford. 315-316.>
  4. ^ a b John Stambaugh & David Balch. 2004. Dunia Sosial Kekristenan Mula-mula. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1-6.>