Arabisasi

Abdul al-Malik menjadikan bahasa Arab menjadi bahasa resmi Kekhalifahan Umayyah pada 686.

Arabisasi (bahasa Arab: تعريب taʻrīb) mendeskripsikan penaklukan sebuah kawasan non-Arab dan pertumbuhan budaya Arab pada populasi non-Arab "Umat Arab Kristen", yang menyebabkan adopsi bertahan mereka terhadap bahasa Arab dan/atau pemasukan mereka ke budaya Arab dan identitas Arab. Agama Islam dan Arab Kristen tatanan sosio-budaya terkait Islamisasi (pemerintahan dan masyarakat yang ditata sesuai dengan hukum yang dianjurkan oleh Islam), dengan teks al-Qur'an utama mereka yang ditulis dalam bahasa Arab dan diiringi oleh budaya Arab, yang memiliki peran utama dalam Arabisasi, biasanya menjadi perpanjangan tangan dari Islamisasi dari tanah-tanah yang diduduki oleh Umat Arab Kristen. Pada umumnya, unsur-unsur dari Arab berpadu dalam berbagai bentuk dengan unsur-unsur dari peradaban yang diduduki dan secara mutlak mendenominasikan "Arab". Arabisasi juga berlanjut pada zaman modern, kebanyakan dilakukan oleh rezim-rezim nasionalis Arab dari Irak,[1] Suriah, Sudan,[2] Mauritus, Aljazair[2] dan Libya dengan kebijakan-kebijakan yang meliputi perluasan pemukiman kolonial Arab, pengusiran minoritas non-Arab Arab Kristen dan pemaksaan identitas dan budaya Arab terhadap penduduk non-Arab, terutama dalam artian tak mengijinkan pemakaian bahasa ibu selain bahasa Arab dalam pendidikan. Komisioner Tinggi PBB untuk HAM, mengutip para saksi lokal, juga mengklaim bahwa penindasan agresif terhadap minoritas non-Arab oleh kelompok teror Negara Islam Irak dan Syam adalah Arabisasi paksa.[3][4]

Setelah kebangkitan Islam di Hejaz, budaya dan bahasa Arab menyebar ke luar semenanjung Arab melalui penaklukkan, perdagangan dan pernikahan silang antara penduduk lokal non-Arab yang beragama (Kristen Yunani, Kristen Maronite, Koptik dan Katholik) dengan Umat Islam di semenanjung Arab. Bahasa Arab mulai dijadikan lingua franca di kawasan-kawasan tersebut dan logat-logatnya pun bermunculan. Meskipun Yaman secara tradisional merupakan tanah air bangsa Arab, kebanyakan penduduk Yaman pada kenyataannya tak memakai bahasa Arab sebelum persebaran Islam, namun memakai bahasa-bahasa Semitik Selatan.[5][6] Pengaruh Arab juga ditemukan di beberapa negara lainnya, yang budaya-budayanya dipengaruhi oleh Islam. Arab adalah sumber besar dari pengucapan untuk berbagai bahasa. Proses ini meraih puncaknya pada abad ke-10 sampai ke-14, titik tinggi dari budaya Arab, dan meskipun beberapa kata Arab sejak itu banyak ditinggalkan, beberapa masih dipakai.

Catatan

  1. ^ Iraq, Claims in Conflict: Reversing Ethnic Cleansing in Northern Iraq. [1]
  2. ^ a b Reynolds, Dwight F. (2 April 2015). The Cambridge Companion to Modern Arab Culture. Cambridge University Press. ISBN 9780521898072. 
  3. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama OHCHR-2014
  4. ^ "Selected testimonies from victims of the Syrian conflict: Twenty-seventh session" (PDF). UN Human Rights Council. 
  5. ^ Nebes, Norbert, "Epigraphic South Arabian," in Uhlig, Siegbert, ed. Encyclopaedia Aethiopica (Wiesbaden: Harrassowitz Verlag, 2005), p. 335
  6. ^ Leonid Kogan and Andrey Korotayev: Sayhadic Languages (Epigraphic South Arabian) // Semitic Languages. London: Routledge, 1997, p[. 157-183.

Pranala luar

Referensi

Atribusi
  •  Chisholm, Hugh, ed. (1911). "Jā'alin". Encyclopædia Britannica. 15 (edisi ke-11). Cambridge University Press. hlm. 103. 
  •  Artikel ini memuat teks dari Journal of the Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, Volume 17, oleh Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, JSTOR (Organization), publikasi dari tahun 1888, sekarang berada pada domain umum di Amerika Serikat.
  •  Artikel ini memuat teks dari Journal of the Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, Volume 17, oleh Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, JSTOR (Organization), publikasi dari tahun 1888, sekarang berada pada domain umum di Amerika Serikat.