Surat Paulus kepada Jemaat di Filipi adalah salah satu kitab dalam AlkitabKristen bagian Perjanjian Baru yang merupakan surat kiriman Rasul Paulus untuk jemaat Kristen yang ada di kota Filipi.[1] Surat ini dikelompokkan sebagai surat-surat dari penjara bersama-sama dengan surat Paulus kepada jemaat di Efesus, Kolose, dan Filemon.[2]
Bagian pengantarnya menyebutkan bahwa Paulus dibantu oleh rekan sekerjanya yaitu Timotius dalam pengiriman surat kepada jemaat Filipi.[3] Surat ini terutama ditujukan kepada semua orang percaya yang tinggal di Filipi dengan para penilik jemaat dan diaken.[3]
Walaupun surat ini ditulis dalam penjara tetapi Paulus tetap mengucap syukur dan berdoa bagi jemaat di Filipi karena ia tetap yakin akan iman jemaat di sana.[3]
Ayat-ayat terkenal
Filipi 4:4: Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!
Filipi 4:6: Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.
Filipi 4:13: Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.
Latar Belakang
Kota Filipi
Kota Filipi dulunya bernama Krenides. Kredines dalam bahasa Yunani adalah krene yang artinya mata air. Kota ini terletak di daerah pedalaman Yunani tepatnya di Via Egnatia yakni satu jalan yang menjadi penghubung antara daerah timur dan barat Romawi. Nama Filipi berasal dari nama seorang raja Makedonia, Filipus II, yang melakukan penyerangan antara tahun 360-356 SM dan berhasil menaklukkan kota ini.[2]
Banyak dari penduduk kota Filipi adalah para budak dan veteran perang. Penyebabnya, pada tahun 42 SM telah terjadi peperangan antara Brutus dan Cassius melawan Antonius dan Augustus yang dimenangkan Antonius dan Augustus. Perang terulang kembali pada tahun 31 SM kali ini Augustus mengalahkan Antonius dan diangkat menjadi kaisar. Orang-orang yang mendukung Antonius pun dibuang ke Filipi. Tidak mengherankan bila para budak, veteran perang, penduduk pribumi dan para pemimpin kota berbaur di kota ini.[2]
Sementara itu, kelompok orang-orang Yahudi ditemukan sangat sedikit jumlahnya di Filipi. Terbukti dengan tidak ditemukannya rumah ibadah Yahudi kecuali sebuah rumah sembahyang yang terletak di luar kota. Keterangan ini berdasarkan laporan Paulus tentang perjalanannya di Filipi sebagaimana yang tercatat dalam Kisah Para Rasul16:13. Kota Filipi adalah kota yang pertama kali dikunjungi Paulus dalam perjalanannya di Eropa.[2]
Keadaan Jemaat
Jemaat Filipi didirikan Paulus sekitar tahun 49-50.[1] Jemaat di Filipi terdiri dari orang-orang Kristen bukan Yahudi (Kisah Para Rasul 16:33b), orang -orang Yahudi yang sudah menjadi Kristen (Kisah Para Rasul 16:13) dan disebutkan pula orang-orang yang takut akan Tuhan (Kisah Para Rasul 16:14).[2] Hubungan Paulus dengan jemaat ini terjalin dengan baik bahkan jemaat Filipi menyatakan kesediaan mereka untuk memberikan dukungan finansial terhadap pelayanan Paulus melalui perantaraan Epafroditus.[1]
Namun, di dalam kehidupan berjemaat di Filipi rupanya ada sekelompok orang yang menentang Paulus seperti tertulis dalam Filipi 1:27–30; 2:21.[1]
Paulus menyatakan kritikannya kepada orang-orang ini secara tajam dalam Filipi 3:2.[1] Cukup banyak wanita menjadi anggota jemaat di Filipi. Di antara mereka adalah Sintikhe dan Euodia yang sering kali tidak sehati dan sepikiran dalam pelayanannya.[4]
Penulis dan Tempat
Penulis surat ini adalah Paulus.[2] Pada waktu menuliskan surat ini, Rasul Paulus sedang berada di dalam penjara (Filipi1:7,14,17).[1] Lokasi penjaranya tidak diketahui dengan pasti.[1] Muncul beberapa dugaan bahwa Paulus mungkin ditempatkan di penjara Roma, Kaisarea atau Efesus.[1] Namun, bila mengacu pada Filipi1:22, yang menyebutkan tentang 'istana kaisar' maka besar kemungkinan penjara yang dimaksud adalah penjara di kota Roma.[1]
Waktu penulisan
Surat ini diyakini ditulis pada musim semi (antara bulan Maret - Juni) tahun 58 M.[5] Pendapat lain memberi perkiraan tahun 57-59,[6] atau tahun 53-56.[7]
Maksud dan Tujuan
Untuk memberikan nasihat kepada jemaat di kota Filipi, karena di kota itu terjadi suatu perpecahan sehingga Paulus menuliskan surat ini dan mengutus seorang anak rohaninya untuk mengantar surat tersebut, sebab Paulus sendiri saat itu sedang berada di dalam penjara.
Struktur Surat
Struktur Surat Paulus kepada jemaat Filipi adalah sebagai berikut:[8]
C. Peringatan tentang Ajaran-ajaran Sesat dan pengalaman Paulus serta kehidupannya sebagai teladan (3:1-21)
1. Peringatan tentang bermegah diri (3:1-3)
2. Kehidupan Paulus, dulu dan kini: Sebuah Jawaban bagi Yudaisme (3:4-11)
3. Peringatan tentang Kesempurnaan ( 3:12-16)
4. Kehidupan Paulus sebagai Sebuah Keteladanan (3:17)
5. Peringatan melawan Pengajar-pengajar Sesat (3:20-21)
6. Kehidupan Paulus: Harapan akan dunia yang akan datang (3:20-21)
7. Nasihat-nasihat Terakhir ( 4:1-9)
E. Ucapan terima kasih atas keramahan orang -orang Filipi (4:10-20)
G. Penutup (4:21-23)
Pokok-pokok Teologi
Bersukacita di tengah Penderitaan
Di tengah penderitaan yang dialami jemaat Kristen di Filipi, Rasul Paulus meminta mereka tetap bersukacita. Paulus mengangkat pengalaman pribadinya sebagai seorang pemberita Injil yang harus dipenjara oleh karena Injil yang disampaikannya. Akan tetapi, dalam penderitaan ia tetap masih dapat bersukacita karena Injil itu mendapatkan kemajuan. Banyak orang dalam penjara yang kemudian menjadi percaya setelah mendengarkan Injil yang Paulus beritakan.[2]
Ia juga mengangkat tokoh-tokoh lain seperti Kristus (Filipi 2:5–11), Timotius (Filipi 2:19–24), dan Epafroditus (Filipi 2:19–30). Ketiganya diangkat sebagai contoh yang patut diteladani jemaat. Yesus harus mengalami penderitaan sebelum akhirnya ditinggikan oleh Allah (Filipi 2:6–11). Ini menjadi penghiburan bagi jemaat bahwa jika mereka hidup dalam kesetiaan pada Allah maka mereka juga akan ditinggikan. Sementara itu, Timotius rela memberi diri menjadi pemberita Injil demi Kristus dan Epafroditus yang bahkan hampir mati ketika memberitakan Injil (Filipi 2:21,23).[2]
Lebih khusus, Paulus mendorong jemaat untuk memandang kepada Kristus yang tidak membalas perbuatan buruk orang tetapi mempercayakan semua kepada Allah. Yang perlu dilakukan jemaat adalah menunjukkan sikap bersahabat kepada semua orang (Filipi 2:8) dan tetap teguh dalam iman (Filipi 1:27,28).[2]
Ancaman Perpecahan
Euodia dan Sintikhe adalah dua orang perempuan yang terlibat dalam jemaat dan menjabat sebagai diaken. Akan tetapi di antara keduanya sering terjadi perselisihan yang dikhawatirkan akan merusak persekutuan di antara anggota jemaat di Filipi. Akibat perselisihan di antara mereka pun dapat membuat pertumbuhan jemaat ini menjadi terhambat. Paulus melihat penyebab dari semua itu adalah kurangnya rasa rendah hati dan semangat bersekutu dalam jemaat terlebih khusus dalam diri kedua perempuan tersebut. Oleh karena itu, Paulus meminta kepada mereka untuk menunjukan sikap rendah hati dan juga kepada semua pihak yang terkait dengan perselisihan kedua perempuan itu agar segera menyelesaikan persoalan yang ada. Paulus mengangkat sebuah nyanyian tentang Kristus yang mau merendahkan diri-Nya bahkan taat sampai mati di atas kayu salib. Dengan nyanyian Kristus ini, Paulus mengajak jemaat untuk memiliki kasih yang rendah hati, siap dan tetap satu sekalipun diperhadapkan dengan penderitaan.[3] Demikianlah jemaat di Filipi dipanggil untuk meneladan Yesus.[2]
Ancaman Ajaran sesat
Dalam Filipi pasal 3, Paulus menyerang orang-orang dalam jemaat di Filipi yang sudah terpengaruh oleh lawan-lawan Paulus.[2] Mengenai lawan-lawan Paulus ini, beberapa tokoh muncul dengan pendapatnya masing-masing.[1] Ada yang mengatakan Paulus sedang berhadapan dengan orang-orang Kristen yang menganut aliran Gnostisisme atau para misionaris Yahudi.[1] Ada juga yang menyebutkan bahwa yang dikecam Paulus adalah orang-orang Kristen Yahudi yang masih berpegang pada Taurat agar mendapatkan keselamatan.[1] Sementara pendapat lain menyebutkan Paulus sedang berpolemik dengan Yudaisme, Libertinisme dan kemurtadan.[1] Namun yang diketahui dengan jelas adalah Paulus sedang melawan misionaris Yahudi yang disebutnya 'anjing-anjing' dalam Filipi 3:2-11.[1] Ini mengindikasikan bahwa ada sejumlah orang yang telah berhasil masuk ke dalam jemaat dan memberikan pengaruh negatif pada anggota jemaat. Oleh sebab itu Paulus pada pasal selanjutnya menasihatkan jemaat agar tidak membiarkan diri disesatkan orang-orang itu. Jemaat harus tetap teguh dalam Tuhan sebab kedatangan-Nya sudah tidak lama lagi (Filipi 4:1,5b).[2]
Surat Filipi diperkirakan ditulis pada periode yang sama dengan surat 2 Timotius. Satu-satunya alasan untuk memperkirakan bahwa surat 2 Timotius ditulis menjelang akhir hidup Paulus (kecuali jika disimpulkan dari 2 Timotius 1:8 bahwa surat ini ditulis di Roma) adalah kesan bahwa Paulus menyadari kematiannya sudah dekat.[5] Namun, menurut Kisah Para Rasul 20:24, sebelum sampai di Roma, Paulus sudah mengatakan pada musim semi tahun 57 di Melitus: "Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah."[9] Namun proses ini ternyata berjalan panjang.[5] Mulanya Paulus mengira bahwa kasus penanahannya akan segera selesai begitu kepala pasukan Lisias datang dari Yerusalem ke Kaisarea (Kisah Para Rasul 24:22) dan ia mengharapkan untuk segera dilepaskan. Sampai saat itu, sepanjang yang diketahui, Paulus tidak mengalami penahanan dalam waktu lama, dan kalaupun dimasukkan dalam penjara setempat (seperti insiden di Filipi yang dicatat dalam Kisah Para Rasul 16:19–40 sebagai contoh) hanya semalam saja (Kisah Para Rasul 16:35), meskipun tanpa pengaruh adanya gempa bumi. Kata yang dipakai untuk melukiskan pengalamannya, φυλακαί (fulakai, "tahanan"; bahasa Inggris: custody) pada 2 Korintus 6:5; 11:23), tidak pernah digunakan dalam surat-surat yang ditulis dalam masa penjara, dimana selalu dipakai kata δέσμοι (desmoi); dan situasi yang digambarkan memang berbeda.[5] Setelah beberapa bulan, keyakinan Paulus bahwa ia akan dilepaskan mulai kendor. Dalam surat Filipi, meskipun tidak tahu bagaimana akhirnya, Paulus yakin akan bertemu mereka kembali sebentar lagi (Filipi 1:25 dst.; Filipi 2:24).[5] Dalam surat Filemon ia berharap, doa-doa mereka dikabulkan (Filemon 1:22).[5] Dalam surat Kolose dan surat Efesus, ia hanya mengatakan bahwa Tikhikus akan menyampaikan segara berita mengenai dirinya kepada mereka, serta berdoa agar diberi kata-kata yang tepat pada waktunya (Kolose 4:7–9; Efesus 6:19–22).[5] Pada waktu menulis surat 2 Timotius tampaknya hanya kemungkinan kematian yang muncul, harapan untuk dilepaskan rupanya pudar; ia ditinggalkan dan mengharapkan orang-orang untuk mendatanginya (2 Timotius 1:12; 4:6–13).[5] Sebagaimana ia menjelaskan kemudian, sebagaimana dicatat dalam Kisah Para Rasul 28:19, ia "tidak mempunyai pilihan lain" - selain kartu terakhirnya, "naik banding kepada Kaisar".[5]
Kaitan - dan urutan yang serupa - antara poin-poin dalam surat Filipi dan surat 2 Timotius sangat menarik untuk dilihat, terutama bagaimana ia sampai kepada kata-kata "menyelesaikan pertandingan" (τελειώσω τὸν δρόμον) yang menurut laporan Lukas (dalam Kisah Para Rasul 20:24), disampaikan dalam pidatonya di Miletus. Sebelumnya Paulus menggunakan perumpamaan tentang pertandingan, tetapi di sana dikatakan "berlari" bukan "mencapai garis akhir" (1 Korintus 9:24–26; 1 Timotius 6:12). Tabel berikut memperlihatkan frasa-frasa yang dipakai dalam kolom paralel:[5]
Surat Filipi
Surat 2 Timotius
aku ingin pergi (ἀναλῦσαι) dan diam bersama-sama dengan Kristus (1:23).
saat kematianku (= kepergianku, ἀναλύσεως) sudah dekat. (4:6).
darahku dicurahkan pada korban dan ibadah (εἰ καὶ σπένδομαι) (2:17).
darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan (ἢδη σπένδομαι) (4:6).
Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna (οὐκ ... ἢδη τετελείωμαι), melainkan aku mengejarnya (3:12).
Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir (τὸν δρόμον τετέλεκα) (4:7).
berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah (3:14).
Sekarang telah tersedia bagiku (hadiah) mahkota kebenaran (4:8).
^ abcdefghijJohn Arthur Thomas Robinson (1919-1983). "Redating the New Testament". Westminster Press, 1976. 369 halaman. ISBN 10: 1-57910-527-0; ISBN 13: 978-1-57910-527-3
^A. Harnack, Geschichte der altchristlichen Litteratur bis Eusehius, Leipzig 1893-7, vol. II.
^W. G. Kummel, "Introduction to the New Testament" (Heidelberg i963),ET 1966; 21975.
^{en} Gerald F. Hawthorne. 1983, Word Biblical Commentary: Phillippians. Texas:Word Books Publisher. hlm. xlix.