Taurat Samaria
Taurat Samaria (Pentateukh Samaria; bahasa Inggris: Samaritan Pentateuch atau Samaritan Torah; bahasa Ibrani: תורה שומרונית, torah shomroniyt) adalah suatu naskah berisi kelima kitab pertama dalam Alkitab Ibrani, ditulis dengan Abjad Samaria dan dipandang sebagai kitab suci oleh orang Samaria. Naskah ini merupakan keseluruhan kanon Alkitab mereka. Terdapat sekitar 6.000 perbedaan antara Taurat Samaria dan Naskah Masorah. Kebanyakan adalah variasi-variasi kecil pengejaan kata atau konstruksi gramatikal, tetapi ada juga perubahan-perubahan semantik yang signifikan seperti perintah khas Samaria untuk membangun suatu altar di Gunung Gerizim. Ada sebanyak hampir 2.000 dari variasi-variasi tekstual ini yang sesuai dengan Septuaginta Yunani Koine dan beberapa di antaranya dengan Vulgata Latin. Sepanjang sejarah mereka, orang-orang Samaria telah memanfaatkan terjemahan-terjemahan dari Taurat Samaria ke dalam bahasa Aram, Yunani, dan Arab, serta karya-karya liturgis dan eksegetis Taurat Samaria mulai dikenal di dunia Barat pada tahun 1631, menjadi bukti contoh pertama alfabet Samaria dan memicu suatu perdebatan teologis yang intens mengenai usia relatifnya terhadap Naskah Masorah.[1] Beberapa manuskrip Taurat yang ditemukan di antara Gulungan Laut Mati telah diidentifikasi sebagai perantara suatu jenis teks "pra-Samaria".[2] Saat ini terdapat kesepakatan luas di antara para kritikus tekstual bahwa Taurat Samaria merepresentasikan suatu tradisi tekstual kuno yang otentik meskipun keberadaan beberapa varian unik diperkenalkan oleh orang-orang Samaria.[3] Asal usul dan arti penting kanonikTradisi SamariaOrang-orang Samaria meyakini bahwa Allah menulis Taurat mereka dan memberikan salinan pertamanya kepada Musa bersama dengan dua loh batu yang berisi Sepuluh Perintah Allah.[4] Mereka percaya bahwa mereka melestarikan teks yang tersusun secara ilahi ini tanpa kerusakan hingga sekarang. Orang-orang Samaria biasanya menyebut Taurat mereka קושטה ("Sang Kebenaran").[4] Kaum Samaria hanya menyertakan Taurat dalam kanon Alkitab mereka.[5] Mereka tidak mengakui inspirasi atau kepenulisan ilahi kitab-kitab lainnya dalam Tanakh Yahudi.[6] Terdapat suatu Kitab Samaria Yosua yang sebagian didasari oleh Kitab Yosua dalam Tanakh, tetapi orang Samaria menganggapnya sebagai kronik sejarah sekuler yang non kanonik.[7] Menurut suatu pandangan yang berdasar pada Kitab Ezra biblika (Ezra 4:11), kaum Samaria adalah orang-orang dari Samaria yang berpisah dengan orang-orang dari Yehuda pada zaman Persia.[8] Orang Samaria meyakini bahwa bukan mereka, tetapi orang Yahudi, yang memisahkan diri dari aliran Yudaisme yang otentik, pada abad ke-11 SM sekitar zaman Eli. Dalam tradisinya, orang Yahudi menghubungkan asal mula orang Samaria dengan peristiwa-peristiwa belakangan yang dideskripsikan dalam 2 Raja-raja 17:24–41, mengklaim bahwa orang Samaria tidak terkait dengan bangsa Israel tetapi dengan mereka yang dibawa ke Samaria oleh orang Asiria.[8] Pandangan keilmuanKeilmuan modern menghubungkan terbentuknya komunitas Samaria dengan peristiwa-peristiwa susulan dari Pembuangan ke Babilonia. Salah satu pandangan adalah bahwa kaum Samaria merupakan orang-orang dari Kerajaan Israel yang memisahkan diri dari kaum Yehuda.[9] Pandangan lainnya menyebutkan bahwa peristiwa tersebut terjadi di suatu tempat sekitar tahun 432 SM, ketika Manasye, menantu Sanbalat, pergi untuk mendirikan suatu komunitas di Samaria, sebagaimana diceritakan dalam Nehemia 13:28 dan Antiquities (XI. 7.2, 8.2) karya Yosefus. Namun Yosefus sendiri menarikhkan peristiwa ini dan pembangunan kuil di Sikhem ke masa Aleksander Agung. Kalangan lainnya meyakini bahwa perpecahan yang sebenarnya antara kedua komunitas tersebut tidak terjadi hingga masa Hashmonayim ketika bait Gerizim dihancurkan pada tahun 128 SM oleh Yohanes Hirkanus.[10] Naskah Taurat Samaria, hubungannya yang erat dalam banyak hal dengan Septuaginta, dan kesesuaiannya yang semakin dekat dengan teks Ibrani saat ini, semuanya menunjukkan tarikh sekitar tahun 122 SM.[11] Digunakannya Taurat ini sebagai teks suci kaum Samaria sebelum perpecahan akhir mereka dengan komunitas Yahudi Palestina memberikan bukti bahwa teks ini telah diterima secara luas sebagai suatu otoritas kanonik di wilayah itu.[11] Perbedaan dengan Naskah MasorahTaurat Samaria ditulis dalam bahasa Ibrani tetapi tidak dengan aksara Ibrani, melainkan aksara Samaria yang berbeda bentuknya, dan diperkirakan berasal dari zaman sebelum Pembuangan ke Babel, namun Frank Moore Cross (1966) berpendapat bentuk kuno ini berasal dari zaman setelah Makabe (abad ke-1 SM).[12] Perbedaan dengan Naskah Masorah terhitung sebanyak 6000 dalam pembacaannya. Dari segi makna perbedaan itu umumnya kecil, dengan perkecualian misalnya: umur orang-orang yang dicatat dalam silsilah di Kitab Kejadian pasal 5 dan 11, tempat berbakti yang menurut Taurat Samaria adalah di gunung Gerizim, perintah untuk beristri hanya satu yang hanya ada di Taurat Samaria (bandingkan dengan Imamat 8:18). Sebanyak 2000 perbedaan itu, Taurat Samaria sama dengan Septuaginta. Misalnya:
Di antara Naskah Laut Mati ditemukan sejumlah naskah yang mirip sekali dengan Taurat Samaria, tetapi tidak mencatat bahwa altar korban di gunung Gerizim. Tampaknya saat itu perbedaan antara Taurat Samaria dan Taurat Yahudi tidak sejelas yang diduga. Fragmen 4Q41(981) dari gulungan Laut Mati yang berisi Ulangan 5:1–25 tidak menyebut gunung Gerizim, tetapi sama dengan Naskah Masorah. Perjanjian Baru setuju dengan Naskah Masorah bahwa Yerusalem adalah tempat terpilih.[14] Manuskrip dan edisi cetakAda tambahan bagian yang disebut gulungan Abisha (Abisha Scroll), yang dipakai di sinagoge Samaria di Nablus. Orang-orang Samaria percaya gulungan itu ditulis oleh Abisua bin Pinehas, cicit dari Imam Besar Harun (1 Tawarikh 6:50), 13 tahun setelah orang-orang Israel masuk ke tanah Kanaan di bawah pimpinan Yosua bin Nun.[15] Pakar Alkitab modern mengamati bahwa gulungan itu berisi sejumlah karya berbagai penulis dari abad-abad berbeda, yang paling tua sekitar abad ke-12 Masehi.[16] Referensi
Pustaka
Pranala luar
|