Surat kepada Orang Ibrani adalah salah satu kitab dalam Perjanjian Baru di AlkitabKristen dan merupakan sebuah tulisan teologi dari periode awal kekristenan yang disusun dengan kaidah bahasa Yunani yang baik.[1] Kristologi yang dipaparkan di dalamnya termasuk kristologi yang rumit.[1] Sebagai surat, kitab ini tidak memiliki salam pembuka selayaknya surat-surat kiriman pada masa itu.[2] Kitab ini lebih mirip khotbah yang memuat uraian teologi yang rumit dan penuh dengan teka-teki.[2] Di dalamnya tidak hanya dipaparkan tentang keistimewaan Yesus di hadapan tradisi Yahudi, tetapi juga dalam konteks filsafat platonis.[3]
Konteks Surat
Penulis
Penulis surat ini tidak mencantumkan namanya, sehingga tidak diketahui pasti. Pada abad-abad pertama kekristenan hingga Abad Pertengahan, surat Ibrani diyakini ditulis oleh Rasul Paulus, meskipun tidak dimulai dengan nama Paulus, seperti surat-surat Paulus lainnya.[4] Pandangan ini kehilangan banyak pendukungnya, karena beberapa hal.
Pertama, gaya penulisan surat ini berbeda dengan gaya penulisan Rasul Paulus.[2][5]
Kedua, ada keterangan di dalam surat ini yang menyebutkan bahwa si penulis adalah orang yang menerima perkataan Kristus dari orang lain (Ibrani 2:3), sementara Paulus sendiri mengaku sebagai saksi mata yang telah melihat Yesus dan dengan demikian memiliki status yang sama dengan rasul-rasul yang lain.[1]Barnabas dan Apolos juga disebut-sebut sebagai penulis surat ini, namun pandangan ini tidak didukung cukup bukti.[1] Akhirnya, para pakar modern sepakat bahwa tidak ada kepastian mengenai penulis surat ini.[1] Yang jelas, penulisnya adalah orang berpendidikan yang terlatih dalam hukum Taurat, retorika Yunani yang juga mengenal dengan baik filsafat Plato.[5]
Tujuan Surat
Frasa "kepada Orang Ibrani" pada perikop surat sama sekali tidak menjadi bukti bahwa surat Ibrani memang ditujukan untuk orang-orang Ibrani.[5] Frasa ini dicantumkan oleh gereja mula-mula untuk menggambarkan isi surat yang berbicara banyak mengenai Kristus dan tradisi Yahudi.[1] Pandangan yang diterima secara umum adalah Surat kepada Orang-orang Ibrani ditujukan untuk orang-orang Kristen di Italia (Ibrani 13:24) yang membutuhkan nasihat, bimbingan, dan penghiburan.[1][5]
Waktu Penulisan
Tidak ada rujukan pasti mengenai waktu penulisan surat ini, kesepakatan yang umum diterima adalah surat Ibrani ditulis sebelum tahun 100 Masehi.[1][2][5] Robinson menyakini surat ini ditulis pada tahun 67 M.[6] Pendapat lain memberi perkiraan tahun 81-96,[7] atau tahun 93-96.[8]
Penggunaan istilah-istilah dari Kemah Suci dalam kitab ini memberikan tarikh penulisannya sebelum kehancuran Bait Suci pada tahun 70 M, karena jika penulis tahu mengenai kehancuran Yerusalem dan Bait Suci pasti akan mempengaruhi perkembangan argumennya. Jadi, tarikh penulisan kitab ini diperkirakan adalah sekitar pertengahan kedua tahun 63, atau permulaan tahun 64, menurut Catholic Encyclopedia.[9]
Ayat-ayat terkenal
Ibrani 2:18: Sebab oleh karena Ia (Yesus) sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.
Ibrani 4:15: Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia (Yesus) telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.
Ibrani 9:27–28: Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi,
(9:28) demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia.
Ibrani 11:1: Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.
Isi dan Struktur
Ibrani 1:1–4:13: Bagian ini berbicara mengenai Kristus sebagai penyataan Allah yang paling sempurna. Di sini disebutkan bahwa mengenai Firman Allah yang disampaikan melalui Yesus Kristus lebih baik jika dibandingkan dengan Firman Allah yang disampaikan melalui melalui Malaekat dan Musa.[2]
Ibrani 4:14–10:31: Pada bagian ini, kematian Kristus dimaknai pengorbanan paling sempurna yang menghapus dosa manusia untuk selama-lamanya. Untuk sampai kepada kesimpulan ini, penulis mengajak pembacanya untuk membandingkan pengorbanan yang dilakukan Yesus dan peran imam dalam tradisi Yahudi yang identik dengan kekudusan dan persembahan kurban. Penulis tampaknya mau menegaskan keistimewaan pengorbanan Kristus, karena sebagai imam Kristus sendiri mengorbankan dirinya sehingga tidak ada lagi medium "korban" untuk menghubungkan Allah dan manusia.[2]
Ibrani 10:32–12:29: menyatakan bahwa pengharapan atas korban penghapusan dosa yang dilakukan oleh Yesus menjadikan manusia layak memasuki dunia surgawi.[2]
Penulis surat ini berusaha mendorong pembacanya supaya tetap percaya. Untuk itu ia menunjukkan bahwa Yesus Kristus adalah pernyataan Tuhan yang sempurna. Tiga perkara dikemukakan oleh penulis surat ini.
Pertama, Yesus adalah Anak Tuhan—Anak yang kekal. Anak Tuhan itu menunjukkan ketaatan-Nya kepada Bapa melalui ketabahan-Nya untuk menderita. Sebagai Anak Tuhan, Yesus lebih tinggi dari nabi-nabi dalam Perjanjian Lama. Ia pun lebih tinggi dari malaikat atau Musa sendiri.
Kedua, Tuhan telah menyatakan Yesus sebagai imam abadi yang lebih tinggi daripada imam-imam dalam Perjanjian Lama.
Ketiga, dengan perantaraan Yesus, orang yang percaya kepada-Nya dibebaskan dari dosa dan dari ketakutan dan kematian. Sebagai Imam Agung, Yesus memberikan kepada manusia keselamatan sejati yang tidak dapat diberikan oleh upacara-upacara persembahan kurban dan upacara-upacara lainnya di dalam agama Yahudi. Upacara-upacara itu hanya dapat memberikan gambaran dari keselamatan sejati itu saja, lain tidak.
Dengan mengemukakan contoh-contoh iman dari tokoh-tokoh terkenal dalam sejarah Israel (pasal 11), penulis surat ini menganjurkan para pembacanya supaya tetap setia. Di dalam pasal 12 ia mendorong mereka supaya terus setia sampai akhir, dengan hanya melihat pada Yesus. Ia mendorong mereka juga supaya tabah menderita dan tabah menanggung tekanan-tekanan dan penganiayaan terhadap diri mereka. Surat ini diakhiri dengan nasihat dan peringatan.
^John Arthur Thomas Robinson (1919-1983). "Redating the New Testament". Westminster Press, 1976. 369 halaman. ISBN 10: 1-57910-527-0; ISBN 13: 978-1-57910-527-3
^A. Harnack, Geschichte der altchristlichen Litteratur bis Eusehius, Leipzig 1893-7, vol. II.
^W. G. Kummel, "Introduction to the New Testament" (Heidelberg i963),ET 1966; 21975.
^Fonck, Leopold. "Epistle to the Hebrews". The Catholic Encyclopedia. Vol. 7. New York: Robert Appleton Company, 1910. Web: 30 Dec. 2009.