Sungai Maros ᨔᨘᨂᨕᨗ ᨆᨑᨚ Versi Indonesia ᨔᨒᨚ ᨆᨑᨘ Versi Bugis ᨅᨗᨊᨂ ᨆᨑᨘ Versi Makassar Salo Maru', Sungai Maru', Salo Maros, Maros River, Binanga Maros, Binanga Maru'
Sungai Maros dilihat dari Jembatan Sungai Maros I (Jl. Andi Pangerang Pettarani), Kota Turikale, Maros
Sungai ini mengalir melalui Kota Turikale setelah pertemuan dengan beberapa anak sungai utamanya, yakni Sungai Bantimurung dan Sungai Arparang, dan akhirnya bermuara di Selat Makassar. Arus utama sungai ini sangat berliku-liku menuju hilir sepanjang Kota Turikale. Kemiringan memanjang sungai di dekat hilir (dari muara hingga kira-kira 10 km ke hulu) diperkirakan sebesar 1/9.000 hingga 1/4.500. Bagian hulu Sungai Maros tertutupi oleh batu besar yang terbentuk oleh Gunung Berapi Baturape-Gunung Berapi Cindakko yang hampir tidak terkikis dan karenanya menghasilkan sedikit aliran permukaan sedimen. Meskipun adanya kondisi geologi yang baik seperti itu, tetap saja banyak aliran permukaan sedimen yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor kompleks, yakni: longsoran disepanjang daerah hulu sungai dan Penebangan pepohonan sepanjang aliran sungai oleh pemukim ilegal. Untuk mengatasi aliran permukaan sedimen, maka Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT) telah membangun dam sabo.[2]
Kawasan muara Sungai Maros di Desa Borimasunggu, Kecamatan Maros Baru ditumbuhi mangrove sepanjang tepi pantai dan daerah aliran sungai yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang menjadi habitat yang cocok untuk mangrove. Daerah pesisir pantai, yang dekat dengan muara sungai menjadi kawasan pertambakan yang merupakan mata pencaharian warga, sehingga kawasan mangrove di sekitar pertambakan dapat terdegradasi atau dapat terjadi penutupan lahan. Hal ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah sekitar untuk melindungi kawasan mangrove di daerah pesisir, muara, dan Sungai Maros.
Di wilayah bagian barat Provinsi Sulawesi Selatan yang sering terjadi banjir, yaitu Kabupaten Maros. Daerah Aliran Sungai Maros termasuk DAS besar yang melewati ibu kota Kabupaten Maros dan sekaligus jalur lintas provinsi Sulawesi Selatan. Jika terjadi banjir bukan hanya masyarakat yang bermukim di sekitaran sungai yang mengalami masalah, tetapi juga akan mempengaruhi masyarakat lain yang akan melewati wilayah itu menuju Kota Makassar. Banjir dan meluapnya Sungai Maros ini pada awal tahun 2013 dan 2019 telah menyebabkan aktivitas lumpuh sepanjang Jalan Raya Trans Sulawesi di Kabupaten Maros.
Nama sungai Maros diambil dari nama daerah Maros sehingga nama sungai yang mengalir dari Maros hingga muaranya disebut sungai Maros. Sungai Maros memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai penyuplai air baku dan air bersih untuk kebutuhan warga Kabupaten Maros. Namun demikian, potensi bencana banjir juga besar karena sebagian besar daerah yang datar dan landai rawan banjir di wilayah DAS Maros. Faktor Penyebab banjir, yaitu faktor alam: curah hujan cukup tinggi, topografi datar dan landai, jenis tanah alluvial, dan litosol, penggunaan lahan dominan tambak dan sawah. Dan faktor manusia kurang menyadari dalam hal pengelolaan sampah, karena sampah dibuang di kanal dan sungai supaya ikut aliran sungai sehingga drainase kurang lancar. Oleh karena itu pemerintah dan masyarakat perlu bekerjasama meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh bencana banjir. Pemerintah perlu memperbaiki sarana drainase dan miningkatkan kesadaran masyarakat memahami faktor penyebab banjir di DAS Maros utamanya pengelolaan sampah.
Topografi
Kemiringan
Wilayah DAS Maros sebagian besar kelas kemiringan lerengnya datar seluas 23.932,76 Ha (36,26%), yang landai 18.442,60 Ha (27,95%). Daerah yang datar tersebar di bagian hilir DAS hingga tengah, dan yang landai dari tengah hulu tersebar tidak merata. Berikut ini adalah klasifikasi kemiringan lereng DAS Maros:
DAS Maros ketinggiannya dari 0–1.400 mdpal. Di wilayah DAS Maros terdapat 12.208,01 Ha (18,50%) ketinggiannya 0–12,5 mdpal. Dan wilayah tersebut tersebar di wilayah hilir DAS. Berikut ini adalah klasifikasi ketinggian tempat di DAS Maros:
Luas DAS Maros cukup luas, yaitu seluas 659,78 km² atau 65.978,03 Ha. Gradient aliran sungai induk, yaitu 0,016 (1,16%) berarti gradient alirannya datar.[5]
Tingkat rawan banjir
Tingkat rawan banjir di DAS Maros terdapat 3 kelas, yaitu tidak rawan, rawan, dan sangat rawan. Tidak rawan memiliki kriteria: tidak terlanda banjir dan penggenangan. Rawan memiliki kriteria: topografi landai-datar, material aluvial, tekstur tanah halus, struktur tanah masif, drainase lambat, terlanda banjir, penggenangan >1 hari, dan periode ulang 1-2 tahun. Sangat rawan memiliki kriteria: topografi datar-ledok, material aluvial, tekstur tanah halus, struktur tanah masif, drainase sangat lanbat, terlanda banjir, penggenangan >1 hari, dan periode ulang 1 tahun. Kelas yang tidak rawan seluas 31.708,36 Ha (48,06%), berarti lebih dari 50% wilayahnya rawan dan sangat rawan banjir. Berikut ini adalah klasifikasi daerah rentan banjir DAS Maros:
Kelas sangat rawan tersebar di wilayah hilir sampai tengah DAS meliputi Kecamatan Maros Baru bagian selatan, Marusu bagian utara, Turikale, Mandai bagian utara, Tanralili bagian utara, Bantimurung bagian selatan, dan Simbang bagian barat. Kelas rawan tersebar tidak merata didominasi bagian selatan yang berbatasan dengan DAS Tallo. Yang tidak rawan tersebar dari tengah DAS hingga hulu didominasi wilayah bagian utara DAS Maros yang berbatasan dengan DAS Walanae-Cenrana dan DAS Sangkarae. Daerah yang sangat rawan topografinya datar, ketinggiannya rendah, didominasi tanah alluvial, dan didekat sungai induk. Daerah yang rawan didominasi oleh kemiringan landai, curah hujan tinggi, tanah tipis karena dominan tanah litosol.
Curah hujan
Curah hujan di wilayah DAS Maros cukup tinggi karena curah hujan berkisar 2.000 hingga 4.000 mm/tahun. Curah hujan diatas 3.500 mm/tahun meliputi wilayah yang paling luas, yaitu 29.645,30 Ha (44,93%). Curah hujan tersebut tersebar di bagian tengah hingga hulu DAS Maros, meliputi wilayah Kecamatan Bantimurung bagian selatan, Simbang bagian timur, dan Tompobulu. Berikut ini adalah klasifikasi curah hujan DAS Maros:
Sungai Maros dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga dan kegiatan pertanian.
Geologi
Jenis tanah
Jenis tanah di wilayah DAS Maros di dominasi oleh tanah litosol seluas 18.897,48 Ha (28,64%). Tanah litosol tersebut tersebar di bagian tengah hingga hulu DAS. Berikut ini adalah klasifikasi jenis tanah DAS Maros:
Formasi geologi wilayah sepanjang sumbu utara-selatan terdiri batuan sedimen formasi Camba berada pada batu tua formasi Tonasa. Endapan aluvial berada di sepanjang garis pantai dan dataran banjir Sungai Maros. Batuan tertua adalah formasi Tonasa yang terdiri dari batu kapur dan napal, yang terbentuk pada zaman Eosen sampai Miosen tengah. Hal ini pernah diamati dan diteliti oleh para ahli di sekitar anak sungai yang ada di sebelah kanan dan sebagian daerah tengah Sungai Maros. Formasi Tonasa tersebar secara luas di bawah formasi lainnya yang terbentuk setelah zaman Miosen tengah. Dalam keadaan segar dan utuh, batu kapur biasanya padat, tidak berpori dan kuat serta memiliki daya serap yang rendah. Banyak rongga terbatas pada batu kapur yang tersebar di sekitar anak sungai di sebelah kanan Sungai Maros.[2]
Pengunaan lahan
Penggunaan lahan tambak tersebar di hilir dan lahan sawah, permukiman dan lahan terbuka tersebar dari hilir hingga tengah DAS Maros. Penggunaan lahan di wilayah DAS Maros terdiri atas 9 jenis. Penggunaan lahan yang paling luas adalah sawah seluas 18.965,65 atau 28,75% kemudian diikuti oleh hutan lahan kering sekunder seluas 18.677,66 Ha atau 28,75%. Berikut ini adalah klasifikasi penggunaan lahan DAS Maros:
Sungai Maros merupakan salah satu sungai yang dikenal memiliki keanekaragaman jenis ikan yang cukup tinggi di Sulawesi Selatan. Informasi dari masyarakat menunjukkan bahwa hasil tangkapan ikan di Sungai Maros telah mengalami penurunan baik dari jumlah maupun jenis ikan hasil tangkapannya.