Taman wisata ini mengambil nama dari Pegunungan Bantimurung berupa pegunungan karst yang membentang. Taman ini meliputi ekosistem asli dari lembah sampai pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis. Dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
TWA Bantimurung memiliki lanskap yang unik, gua berornamen stalaktit dan stalakmit, bernilai historis, berpanorama indah, mendukung ilmu pengetahuan, konservasi alam serta untuk kegiatan ekowisata. Pahatan alam menggores pegunungan karst di TWA Bantimurung. Pantaslah kawasan ini kerap disebut himpunan menara karst yang menjulang tinggi dengan geligir-geligir curam. Karst Maros dipandang yang terluas ke dua di dunia setelah karst Cina bagian selatan.
Di kedalaman menara-menara karst, sungai-sungai bawah tanah mengalir jernih, menyangga kehidupan masyarakat Maros-Pangkep. Di kaki-kaki tebing, mengalir mata-mata air yang tak pernah mengering. Tak hanya gundukan bukit kapur, di gua-gua karst terpendam, ornamen-ornamen liang bumi nan indah. Liang-liang gua yang vertikal menyajikan tantangan bagi para penelusur gua. Beberapa gua menyimpan jejak-jejak zaman purba, dengan lukisan manusia prasejarah. Tantangan bagi para pendaki juga terdapat di atas tanah karst Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Puncak Bantimurung, yang 1.353 meter dpl, dengan jalur yang relatif pendek dan medan tak terlalu sulit, menjadi favorit untuk para pecinta alam.
Tak jauh dari pintu gerbang taman nasional, air terjun Bantimurung yang sejuk menyambut para pelancong. Aneka kupu-kupu dapat dilihat di penangkaran sebelum mencapai air terjun. Di kawasan inilah, naturalis Alfred Russel Wallace pernah menjejakkan kakinya pada 1856. Wallace terkesima oleh warna-warni kupu-kupu, Julang sulawesi (Aceros cassidix), dan alam karst Maros. Hingga ia menjulukinya “The Kingdom of Butterfly”. Sejarah geologi Sulawesi telah membuat Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, khususnya TWA Bantimurung berlimpah keanekaragaman hayati. Berada pada kawasan Wallacea, beberapa spesies endemik mendiami kawasan ini: Kuskus Sulawesi (Strigocuscus celebencis), Kuskus beruang sulawesi (Ailurops ursinus), Julang sulawesi (Aceros cassidix), Musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii), Kangkareng Sulawesi (Penelopides exarhatus), Kera hitam sulawesi (Macaca maura), dan Tarsius (Tarsius fuscus).[3]
Sejarah
Cagar alam
Kawasan Taman Wisata Alam Bantimurung memiliki sejarah yang panjang. Sejak zaman kolonial Hindia Belanda, wilayah ini telah mendapat perhatian dari pemerintah saat itu. Bersama beberapa kawasan konservasi lainnya, Bantimurung ditetapkan menjadi monumen alam sejak tahun 1919. Lembaran Negara Hindia Belanda Nomor 90, tertanggal 21 Februari 1919 adalah titah resminya. Menunjuk Air terjun Bantimurung sebagai monumen alam “Natuurmonument Bantimoeroeng Waterval” seluas 10 hektar. Sebelumnya, pada 1915, Marinus Cornelius Piepers, ahli entomologi Belanda, menulis surat kepada Sijfert Hendrik Koorders. Kutipan suratnya: “Hutan khas mengelilingi air terjun Bantimurung, tidak ditemukan di tempat lain di Hindia Belanda. Kekayaan kupu-kupunya luar biasa, bertebaran di tepi pasir di bawah air terjun. Seperti Wallace sebutkan dan juga Ribbe. Ribuan kupu-kupu unik di Sulawesi ini berkumpul di perbatasan antara wilayah Indo-Malaya dan Australia-Malaya. Sangat disayangkan jika ini punah. Oleh karena itu, saya mengajak Anda untuk menyelamatkannya”. Saat itu Koorders menjabat sebagai ketua sekaligus pendiri Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda. Ia pelopor konservasi alam di Indonesia. Carl Ribbe adalah seorang penjelajah dan ahli entomologi Jerman. Alfred Russel Wallace sendiri adalah naturalis berkebangsaan Inggris. Alasan perlindungan saat itu: terdapat beberapa wilayah yang memiliki nilai ilmiah atau estetika yang khas. Karenanya untuk melindungi wilayah tersebut dari kerusakan dan kehancuran, pemerintah hadir untuk melindunginya. Belanda memiliki istilah natuurmonument atau monumen alam atau cagar alam untuk istilah saat ini. Lebih lanjut, Koorders melalui siaran persnya pada koran Belanda: De Preanger-bode edisi 4 Maret 1919, menuturkan bahwa perlindungan monumen alam ini tak hanya dikenal secara nasional tapi juga internasional. Olehnya putusan penetapannya sangat penting, patut disiarkan secara luas. Upaya Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu telah menempatkan Belanda dalam daftar negara dengan capain tertinggi konservasi monumen alam. Negara-negara tersebut di antaranya: Amerika, Jerman, Swiss, Belanda, Swedia, Norwegia, Denmark, Inggris, Prancis, dan Australia. Koorders juga menambahkan bahwa bukan hanya karena banyaknya jumlah situs yang dikonservasikan sebagai monumen alam, tetapi karena nilai ilmiah yang sangat penting dari beberapa situs. Putusan tertanggal 21 Februari 1919 tersebut mengantarkan Hindia Belanda menjadi garis terdepan di kalangan negara-negara tropis dalam hal perlindungan alam.
Air terjun Bantimurung semakin menjadi primadona untuk menikmati keindahan alam. Berkunjung untuk menikmati keindahan air terjun dan alam sekitarnya. Tak hanya itu, sejumlah naturalis juga rela datang jauh-jauh untuk menelisik lebih jauh kupu-kupu yang mendiami wilayah ini. Status tata kelola Bantimurung mengalami perubahan pada tahun 1981. Perubahannya melalui surat keputusan Menteri Pertanian Nomor 237/Kpts/Um/3/1981, tertanggal 30 Maret 1981. Merubah status Cagar Alam Bantimurung seluas 18 hektar menjadi taman wisata. Pertimbangan perubahan status ini karena Bantimurung telah mengalami perubahan dan memiliki pemandangan alam yang indah. Memiliki air terjun yang bertingkat serta bermacam-macam kupu-kupu yang indah. Karenanya perlu dimanfaatkan untuk kepentingan rekreasi, pariwisata, pendidikan, dan kebudayaan. Selanjutnya tahun 2004, tata kelola Bantimurung mengalami perubahan. Bersama kawasan konservasi lain di sekitarnya ditunjuk menjadi bagian dari Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Gugusan karst dan kupu-kupu menjadi ikon taman nasional.
Hingga sampai saat ini riuh kupu-kupu masih dapat dijumpai di Bantimurung. Pada tataran tata kelola spesies, Balai Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung telah melakukan sejumlah upaya melestarikan kupu-kupu. Identifikasi kupu-kupu, pemetaan sebaran habitat, identifikasi pakan, hingga monitoring populasi. Tak hanya itu upaya lainnya: pembinaan habitat, penyadartahuan masyarakat, mendirikan sanctuary kupu-kupu hingga masyarakat turut serta membangun penangkaran kupu-kupu. Saat ini taman nasional telah berhasil mengidentifikasi kupu-kupu sebanyak 247 jenis kupu-kupu. Sebanyak 25 jenis di antaranya telah berhasil dikembangbiakkan secara rutin di sanctuary kupu-kupu.[2][4]
Renovasi dan masterplan tempat wisata
TWA Bantimurung memiliki berbagai keunikan, yaitu karst, gua-gua dengan stalaknit dan stalakmit yang indah, dan yang paling dikenal adalah kupu-kupu. Bantimurung oleh Alfred Russel Wallace dijuluki sebagai The Kingdom of Butterfly (kerajaan kupu-kupu). Tempat ini merupakan salah satu tempat tujuan wisata yang menyuguhkan wisata alam berupa lembah bukit kapur yang curam dengan vegetasi tropis, air terjun, dan gua yang merupakan habitat beragam spesies termasuk tentu saja kupu-kupu.[5]
Arief Wangsa diangkat sebagai Bupati Maros pada tahun 1984, menggantikan Kamaruddin Baso yang akan pensiun. Selama menjabat sebagai bupati, Arief memerintahkan pembangunan sejumlah patung, seperti Patung Tubarania Maros yang melambangkan perjuangan melawan penjajahan dan Patung Monyet Bantimurung sebagai ikon Toakala. Ia juga mengelola dan memperkenalkan situs Gua Mimpi di Dusun Bantimurung kepada umum. Arief menamakan gua tersebut sebagai Gua Mimpi karena ia merasa sedang bermimpi di dalam gua tersebut ketika meninjau gua tersebut pada masa awal pemerintahannya. Selain patung dan gua, Arief melakukan pembenahan atas Taman Wisata Alam Bantimurung. Arief memerintahkan penggantian jalan taman yang berlubang dengan aspal hotmix sepanjang 1,8 kilometer, penambahan variasi tanaman, dan pendirian sejumlah kios-kios penjual konsumsi dan suvenir. Perbaikan taman tersebut selesai pada tahun 1986[6] dan berdampak besar pada pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Maros. Pemasukan dari taman tersebut yang pada tahun sebelumnya hanya mencapai 20 juta rupiah meningkat menjadi 100 juta rupiah pada tahun 1986 — sekitar 18% dari keseluruhan PAD Kabupaten Maros pada tahun 1986.[7]
Pihak pengelola
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Bidang Pariwisata Disparpora, Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Maros, Pemerintah Kabupaten Maros.
Daftar tarif
Taman Wisata Alam Bantimurung dibuka untuk umum, setiap hari dari pukul 07:00 hingga 17:00 UTC+8.
Dasar hukum penentuan tarif
Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan
Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. SK.133/IV/IV-SET/2014, tentang Penetapan Rayon di Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam, dan Taman Buru dalam Rangka Pengenaan Penerimaan Bukan Pajak
Peraturan Bupati Maros No. 152 Tahun 2021
Tarif parkir dan retribusi pemeliharaan jalan
Jenis kendaraan
Tarif parkir
Retribusi pemeliharaan jalan
Motor
Rp5 ribu
Rp1 ribu
Mobil
Rp10 ribu
Rp2 ribu
Wisata inti
Wisatawan Taman Wisata Alam Bantimurung dapat menikmati beberapa wisata inti tanpa biaya masuk tambahan antara lain mandi di Air terjun Bantimurung, susur Gua Mimpi dan Gua Batu, permandian Kolam Jamala, permandian beberapa kolam dewasa dan anak-anak sepanjang aliran air terjun, berswafoto pada beberapa tempat menarik, dan lain-lain.
ASEAN Centre for Biodiversity secara resmi menetapkan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung sebagai ASEAN Heritage Park (AHP) pada acara Konferensi ASEAN Heritage Park ke-6 yang diselenggarakan di Laos pada 21-25 Oktober 2019. Pihak Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung menerima piagam deklarasi sebagai anggota baru dan bergabung dalam ASEAN Heritage Park.[5] Sebelumnya pada forum The 29th Meeting of The ASEAN Senior Officials on The Environment (ASOEN) di Singapura tahun 2018, Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung bersama Taman Nasional Bidoup Nui-Ba, Taman Nasional Vu Quang di Vietnam, dan Agusan Mars Wildlife Sanctuary di Filipina diusulkan oleh Direktur Eksekutif ASEAN Centre for Biodiversity sebagai ASEAN Heritage Park atau Taman Warisan ASEAN. Selanjutnya negara yang mengusulkan dan menyetujui adalah Indonesia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Kamboja, Laos, dan Brunei Darussalam.[8][9]
Cagar Biosfer Bantimurung Bulusaraung Ma'rupanne resmi ditetapkan sebagai cagar biosfer baru, dalam Sidang ke-35 International Coordinating Council (ICC) Man of Biosphere (MAB) Programme UNESCO, di Paris, Prancis, pada 12 hingga 15 Juni 2023. Cagar biosfer ini menjadi bagian dari jaringan cagar biosfer dunia (World Network of Biosphere Reserve/WNBR). Sidang ini menyetujui 11 cagar biosfer baru. Dengan demikian, total cagar biosfer di dalam WNBR tahun 2023 berjumlah 748 cagar biosfer yang tersebar di 134 negara. 23 cagar biosfer diantaranya merupakan Cagar Biosfer Transboundary. Selain itu, periodic review terhadap tiga cagar biosfer Indonesia, yaitu Cagar Biosfer Cibodas, Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, dan Cagar Biosfer Wakatobi juga diterima oleh ICC MAB.[10]
Di dalam Taman Wisata Alam Bantimurung terdapat beberapa wahana atau sub wisata dan beberapa diantaranya dikenai biaya masuk tersendiri, yakni:
Museum Kupu-Kupu Bantimurung (Rp5 ribu)
Penangkaran Kupu-Kupu (Rp10 ribu) dan Wahana Helena Sky Bridge (Rp15 ribu)
Kompleks Kolam Renang Wisata Bantimurung (tiket masuk Rp10 ribu), dilengkapi kolam renang dewasa dan anak-anak, kafe, aula, musala, tempat pemancingan, penginapan
Bantimurung Canoeing
Bantimurung Waterpark
Susur Gua Mimpi
Susur Gua Batu
Danau Toakala
Kolam Renang Air Terjun Bantimurung
Kolam Jamala
Aksesibilitas
TWA Bantimurung berjarak ± 43 km dari pusat Kota Makassar, ± 28 km dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, atau ± 13 km dari pusat ibu kota Kabupaten Maros (Turikale). Dari pusat Kota Turikale, dapat ditempuh sekitar 20 menit perjalanan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Aksesnya pun sangat mudah dijangkau, karena berada di jalan provinsi, yakni jalan poros Maros–Bone dengan kondisi jalan yang sangat baik dan dapat dilalui oleh semua jenis kendaraan.
Potensi dan daya tarik
TWA Bantimurung adalah salah satu objek wisata andalan Kabupaten Maros yang terletak di Dusun Bantimurung Desa Jenetaesa Kecamatan Simbang dan terletak di lembah perbukitan kapur/karst yang curam dengan vegetasi tropis yang subur. Selain memiliki objek wisata air terjun yang indah, taman wisata alam ini dikenal juga menjadi habitat yang ideal berbagai spesies kupu-kupu, burung, dan serangga yang langka dan endemik. Pada tahun 1856-1857 seorang naturalis Inggris yang terkemuka bernama Alfred Russel Wallace menghabiskan sebagian hidupnya di kawasan ini untuk menikmati dan meneliti 150 spesies kupu-kupu yang tidak dijumpai di daerah lain seperti spesies Papilio Androcles. Wallace menjuluki kawasan ini the Kingdom of Butterfly karena keanekaragaman jenis kupu-kupu. Di kawasan ini terdapat beberapa gua dengan stalaktit dan stalakmitnya yang menakjubkan dan apabila kita berada dalam gua tersebut serasa di alam mimpi, salah satunya yaitu Gua Mimpi dengan panjang lorong 1.500 m dan memiliki ornamen-ornamen yang menakjubkan. Objek wisata ini telah dijadikan andalan warga masyarakat perkotaan, khususnya warga Kota Makassar. Bahkan, kawasan Taman Wisata Alam Bantimurung telah dilengkapi berbagai sarana rekreasi yang cukup lengkap bagi para turis. Kawasan ini sudah tidak asing lagi bagi warga masyarakat Sulawesi Selatan. Kawasan ini menjanjikan daya tarik khusus sehingga banyak dikunjungi pengunjung, terutama saat memasuki hari-hari libur. Kawasan ini tidak hanya menyajikan panorama alam nan sejuk dengan kicauan aneka burung-burungnya yang menarik, tetapi juga memiliki air terjun yang indah. Para pengunjung dapat menikmati keindahan alam dan segarnya air terjun dengan beraneka macam kupu-kupu langka beterbangan di sana-sini. Sejauh ini, telah tercatat 16 buah gua alam yang ditemukan di TWA Bantimurung, yaitu antara lain: Gua Anjing (panjang ± 60 m), Gua Bantimurung (panjang ± 150 m), Gua Anggawati I (panjang ± 170 m), Gua Towukala (panjang ± 80 m), Gua Baharuddin (panjang ± 137 m), dan Gua Watang (panjang ± 440 m). Keseluruhan gua tersebut menyajikan keindahan stalaktit dan stalakmit serta sebagai tempat berkembang biak burung walet, kalelawar, laba-laba, lipan, kaki seribu dan lain-lain.
TWA Bantimurung dialiri oleh sungai yang airnya bersumber dari dalam gua dan celah batu (sistem hidrologi karst). Sungai ini mengalir di antara tebing karst yang terjal dan membentuk telaga dan air terjun serta ke arah Selatan merupakan sumber air utama untuk daerah sekitarnya. Potensi yang paling menarik dari Kawasan wisata Bantimurung adalah keindahan air terjun serta panorama alam yang masih terjaga kelestariannya. Air terjun Bantimurung memiliki ketinggian ± 15 m, lebar ± 20 m dan kemiringan ± 45.
Keanekaragaman hayati
Sedikitnya 250 jenis kupu-kupu yang teridentifikasi di TWA Bantimurung. Jenis kupu-kupu penting yang dilindungi, yaitu Cethosia myrina sarnada, Troides haliphron, Troides helena, dan Troides hypolitus.
Museum Kupu-kupu
Sebagai daerah yang dijuluki dengan The Kingdom Of Butterflies dan untuk memudahkan pengunjung untuk mengetahui berbagai jenis kupu-kupu dengan berbagai warna yang menarik, maka oleh pihak pengelola disediakan museum sebagai wadah aneka jenis kupu-kupu dalam bentuk opsetan. Agar wisatawan yang datang mendapat kemudahan dalam mengenal berbagai jenis kupu-kupu tersebut. Juga dapat dimanfaatkan sebagai ilmu pengetahuan bagi para pelajar dan mahasiswa dalam ilmu biologi. Disamping itu di TWA Bantimurung terdapat penangkaran kupu-kupu sejak tahun 2005 dengan luas areal sekitar 2 ha. Kandang berukuran 4m x 8m x 4m dibangun guna perbanyakan jenis khususnya dari jenis yang dilindungi, dan dikelola oleh Balai TN Babul.
Habitat Kupu-kupu
Sekitar 300 meter dari air terjun, terdapat sebuah daerah sebagai habitat 84 spesies kupu-kupu dengan aneka warna menarik. Tempat tersebut oleh masyarakat dikenal dengan nama Danau Kassi Kebo, di pasir danau tersebut pada pagi dan sore hari banyak didatangi oleh ribuan kupu-kupu yang sering membentuk kelompok atau barisan di tepian sungai di antara air terjun setinggi tiga meter. Banyaknya kupu-kupu dengan berbagai jenis dan keindahan warnanya, maka kawasan tersebut dijuluki sebagai Kingdom Of Butterflies, yang memang tidak dijumpai di tempat lain di dunia. Potensi satwa seperti kupu-kupu, khususnya dari jenis yang tidak dilindungi merupakan salah satu modal yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Dengan keahlian tersendiri kupu-kupu tersebut dipergunakan sebagai barang souvenir, baik berupa berbagai hiasan maupun dalam bentuk gantungan kunci dan lain sebagainya. Souvenir tersebut banyak dijual di halaman parkir TWA secara rapih berjajar antara pedagang satu dengan lainnya. Kaos bergambar kupu-kupu dengan aneka desain dan corak serta ukuran banyak menghiasi kios-kios souvenir dengan harga sedang dan terjangkau oleh kalangan umum.
Di antara tebing-tebing terjal pegunungan karst di TN Babul mengalir Sungai Bantimurung yang jernih, menembus di tengah-tengah taman wisata yang memiliki luas sekitar 1.624,25 ha tersebut. Sungai tersebut memiliki daya tarik berupa air terjun setinggi kurang lebih 10 meter dengan lebar 8 meter. Air terjun Bantimurung terkenal sejak kedatangan Wallace dan dijadikan sebagai kawasan konservasi sejak tahun 1919. Kini banyak menarik perhatian pengunjung khususnya para remaja dan anak-anak yang bergembira mandi di air terjunan nan sejuk. Dari air terjun pengunjung dapat melakukan bagai arum jeram dengan mempergunakan ban yang disediakan oleh para penyewa dari masyarakat di sekitar dengan harga relatif murah. Mengalun mengikuti derasnya air diantara bebatuan padas, sementara yang lain dapat berenang atau bermain di tepian yang teduh oleh rindangnya pepohonan di sekitarnya dan memang relatif aman. Air Terjun Bantimurung memang terlihat indah dan menarik, alam sekitar dengan hawa yang sejuk serta sarana dan prasarana lain yang memadai membuat pengunjung merasa nyaman. Bahkan dari beberapa pengunjung yang sempat ditemui mengatakan sering mandi di bawah air terjun tersebut, pendapat mereka air terjun merupakan terapi dalam menjaga kesehatan dan stamina tubuh.
Kontroversi
Keluhan wisatawan mancanegara
Taman Wisata Alam Bantimurung menuai sorotan lantaran harga tiket masuk untuk wisatawan mancanegara dinilai mahal. Kondisi tersebut membuat warga negara asing (WNA) batal masuk ke destinasi wisata itu karena tarifnya mencapai Rp255 ribu per orang. Peristiwa ini sempat menjadi viral di media sosial pada 25 Mei 2024. Turis asing itu membatalkan niatnya begitu mengetahui tarif tiket masuk selisihnya berbeda jauh dengan wisatawan domestik senilai Rp30 ribu per orang. Dalam video beredar, turis yang disebut datang dari Selandia Baru mulanya terlihat berjalan menuju loket masuk Taman Wisata Alam Bantimurung. Pria tersebut mengenakan pakaian singlet, celana pendek, dan bertopi. Aktivitas turis asing itu direkam oleh pemandu wisatanya. Saat tiba di loket masuk, wisatawan mancanegara itu terlihat menggelengkan kepala mengetahui harga tiket masuk untuk wisatawan mancanegara. Turis asing itu pun sempat tersenyum dan berbalik pergi. Pria yang merekam video itu mengaku turis tersebut pergi karena harga tiketnya terlalu mahal.
Dikonfirmasi terkait hal itu, Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Maros, Ferdiansyah berdalih penetapan tarif masuk Taman Wisata Alam Bantimurung menjadi ketetapan pemerintah pusat. Kebijakannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dia melanjutkan, destinasi wisata itu masuk dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Menurut Ferdiansyah, biaya tiket Taman Wisata Alam Bantimurung sebagian di antaranya ada yang masuk sebagai kas negara dan sebagiannya lagi menjadi pendapatan asli daerah (PAD) untuk Disparpora Maros selaku pengelola. Ferdiansyah mengemukakan bahwa perkara turis asing batal masuk Taman Wisata Alam Bantimurung karena tiket mahal akan tetap menjadi evaluasi. Pihaknya berkomitmen akan memberikan pelayanan yang maksimal.[11]
Kritikan dari Presiden Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkritik penangkaran kupu-kupu di Taman Wisata Alam Bantimurung, yang dibangun menggunakan semen atau beton. Jokowi menilai model pembangunan kawasan wisata itu perlu ditinjau ulang. Sorotan itu disampaikan Jokowi saat acara pembukaan Rapat Kerja Nasional XVI Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Tahun 2024 di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu 10 Juli 2024. Jokowi mulanya menilai penangkaran kupu-kupu di TWA Bantimurung sangat unik. Jokowi lalu menyoroti pembangunan tempat wisata tersebut yang didominasi dari struktur beton. Menurut dia, hal seperti itu keliru. Menurut Jokowi, pembangunan tempat wisata sebaiknya disesuaikan dengan habitat dari kupu-kupu itu sendiri. Contohnya kata Jokowi, lokasinya ditanami banyak pohon. Dia pun berharap agar model pembangunan kawasan wisata itu dievaluasi kembali. Jokowi meminta Bappenas turun tangan meninjau ulang pembangunan proyek wisata di tiap daerah.[12] Kritikan Jokowi terhadap penangkaran kupu-kupu di kawasan Taman Wisata Alam Bantimurung terkait promosi kepariwisataan. Menurut Jokowi, jika tempat pariwisata baik, pengunjung tidak akan mempermasalahkan biaya masuk kawasan wisata. Jokowi menyayangkan lokasinya dinilai tidak ramah untuk habitat kupu-kupu itu sendiri. Dia menyoroti lokasi pembangunannya yang justru didominasi dengan struktur beton. Dia menganggap Taman Wisata Alam Bantimurung bisa mendorong ekonomi di Maros. Destinasi wisata itu berpotensi membuat pemerintah daerah menerima pendapatan asli daerah (PAD) yang tinggi jika promosi atau branding-nya dilakukan dengan baik.[13][14][15]
Polemik pengelolaan wisata antara Pemkab dan Balai TN Babul