Pada tahun 1982 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut, terkait penentuan batas wilayah dan zona ekonomi eksklusif, yang ditandatangani oleh berbagai pihak. Konvensi tersebut menegaskan wilayah perairan setiap negara termasuk Indonesia. Dalam Limits of Oceans and Seas, 4th edition (1986) serta edisi revisi lainnya (2000), Pengakuan Organisasi Hidrografi Internasional terhadap pembentukan Laut Natuna. Karena itu, dilakukan pemindahan batas selatan Laut Tiongkok Selatan dipindahkan dari Kepulauan Bangka Belitung ke bagian utara Kepulauan Natuna, tetapi draf tersebut hingga saat ini tidak pernah disahkan oleh Organisasi Hidrografi Internasional.[6][7]
Eksplorasi Indonesia terkait Laut Natuna Utara telah dilakukan sejak tahun 1980-an, di mana Exxon Mobil menjadi pihak pertama yang melakukan perjanjian terkait pengelolaan ladang migas di kawasan tersebut, pada tahun 1990an banyak melakukan riset dan eksplorasi, diakhir abad 20 tersebut perusahan memulai produksinya. Kemudian di awal tahun 2000-an mulai banyak perusahaan lain yang melakukan pengelolaan pada kawasan tersebut.[8]
Seiring dengan meningkatnya klaimTiongkok terhadap kawasan laut tersebut, maka pemerintah Indonesia mulai melakukan pemetaan ulang terhadap wilayah Indonesia, pada tahun 2017, pemerintah Indonesia resmi menggunakan nama Laut Natuna Utara sebagai wilayah perairan kawasan ZEE Indonesia yang terletak di sebelah utara Laut Natuna.[4]
Geografi
Laut Natuna Utara merupakan kawasan perairan sempit yang terletak di wilayah ZEE milik Indonesia, tepatnya di sebelah selatan Laut Tiongkok Selatan, sebelah timur laut Teluk Thailand, dan sebelah utara Laut Natuna. Kawasan laut ini bersinggungan dengan batas laut ZEE dua negara ASEAN yakni Vietnam dan Malaysia.
Laut ini menjadi kawasan strategis karena menjadi wilayah lintas laut internasional yang berasal dari Asia Timur dan yang akan menuju kawasan Asia Tenggara bagian tengah dan selatan, serta lalu lintas laut yang akan melewati Selat Malaka. Dapat dikatakan bahwa kawasan ini merupakan kawasan lalu lintas laut yang padat. Selain sebagai kawasan lalu lintas laut yang padat, kawasan ini juga menjadi titik sentral bagi Kawasan Asia Tenggara.[4]
Sumber daya alam
Kawasan Laut Natuna Utara terletak pada persimpangan laut yang lebih dalam dari Laut Cina Selatan dan laut yang lebih dangkal dari Laut Natuna dan Teluk Thailand. Akibat letak geografis dan aktivitas geologi pada kawasan ini, menyebabkan kawasan Laut Natuna Utara memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Biologi
Proses pembentukan secara geologi dari basin Laut Natuna Utara dan Laut Tiongkok Selatan selama ratusan jutaan tahun yang lalu, menimbulkan cekungan-cekungan jebakan minyak dan gas bumi di bawah dasar Laut Natuna Utara dan Laut Tiongkok Selatan. Akibat pembentukan geologi basin tersebut, Laut Natuna Utara memiliki kedalaman yang dangkal, yang menyambung ke batimetri basin yang dalam dari Laut Tiongkok Selatan.
Bentuk basin tersebut membuat pola sirkulasi arus laut khas, yang dinamakan Vietnam Jet Current (VJC) dan Natuna Off-Shelf Current (NOC). Vietnam Jet Current merupakan sirkulasi arus berkecepatan tunggi yang mengalir dari arah Samudera Pasifik Barat Laut Tiongkok Selatan. Sirkulasi arus itu menyusur tebing Laut Tiongkok Selatan di sisi barat-laut/utara yang melewati Viet Nam. Kemudian berbalik arah ketika mendekati tebing Laut Natuna (Utara) sehingga kemudian disebut sebagai Natuna Off-Shelf Current (NOC).
Sungai Mekong yang bermuara di pesisir Vietnam, memasok nutrien atau zat hara dari darat mengalir ke dasar Laut Tiongkok Selatan. Nutrisi yang berasal dari sungai tersebut kemudian terangkat oleh adanya Vietnam Ject Current dan Natuna Off-Shelf Current. Klorofil dan oksigen juga tersebar dengan merata dan baik di seluruh perairan pesisir di Laut Tiongkok Selatan dan Laut Natuna Utara akibat adanya arus laut tersebut. Sehingga banyak biota laut yang berlalu lalang di kawasan tersebut.
[9] Laut Natuna Utara merupakan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI) 711.[10]
Migas
Diperkirakan cadangan migas Natuna kurang lebih 127 juta barel, dengan rincian minyak bumi mencapai 14.386.470 barel dan gas bumi sebesar 112.356.680 barel. Kawasan tersebut terdapat potensi gas hidrokarbon yang menjadi salah satu sumber terbesar di Asia, potensi tersebut bisa didapat sebesar 46 TCT.
[11]
Daerah Laut Natuna Utara sendiri memiliki sejumlah enam belas blok ladang migas, namun hingga tahun 2021 terdapat sebelas blok migas yang telah dikelola diantaranya:[12][13]
Tumpang tindih perairan klaim Laut Natuna Utara yang merupakan ZEE milik Indonesia dengan sembilan garis putus-putus Tiongkok, klaim Tiongkok atas perairan Indonesia ini seluas lebih kurang 83.000 km2 atau 30 persen dari luas laut Indonesia di Natuna.[14]
Sengketa ini mulai muncul ke permukaan sejak tahun 2010, sejak saat itu sering terjadi konflik antara pemerintah Tiongkok dengan pemerintah Indonesia akibat masuknya kapal berbendera Tiongkok, seperti kapal nelayan, kapal penelitian, penjaga pantai Tiongkok serta kapal perang Tiongkok ke dalam bagian wilayah Laut Natuna Utara, yang merupakan klaim dari Tiongkok berdasarkan sejarah penangkapan ikan pada kekaisaran terdahulu.[15]
Beberapa waktu kapal penelitian Tiongkok berlalu lalang di wilayah Laut Natuna Utara, namun hasil penelitian mereka tidak ada satu pun dikirim kepada pemerintah Indonesia.
Konflik penangkapan ikan di wilayah Laut Natuna Utara tidak hanya dari kapal nelayan berbendera Tiongkok saja, namun tindakan penangkapan ikan secara ilegal juga sering dilakukan oleh kapal nelayan berbendera Vietnam dan Malaysia.[10]