Laut Solomon merupakan bagian dari Samudera Pasifik Selatan, tepatnya berada di bagian barat dan berbatasan langsung dengan Nugini (sebelah barat), Britania Baru (sebelah utara), dan Kepulauan Solomon (sebelah timur). Laut yang memiliki luas 280.000 mil persegi (720.000 km persegi) itu didiami oleh Kepulauan Louisiade, New Georgia, dan Pulau Guadalcanal. Laut Solomon membuka akses ke Laut Koral (selatan), Laut Bismarck (barat laut), dan laut terbuka (timur laut).
Secara umum, dasar Laut Solomon dibagi menjadi dua cekungan utama, yaitu cekungan utara dan selatan. Cekungan Britania Baru (di utara) memiliki kedalaman lebih dari 13.000 kaki (4.000 m). Daerah yang lebih dalam, termasuk Palung Britania Baru, kedalaman maksimumnya mencapai 29.988 kaki (9.140 m) di Planet Deep. Sementara itu, kedalaman cekungan Solomon selatan mencapai 23.000 kaki (7.000 m).
Selama musim dingin (Juli–September), aliran Arus Khatulistiwa Pasifik Selatan akan mengalir ke laut, mulai dari utara kemudian bercabang ke tenggara dan barat daya. Namun, ketika musim panas aliran akan berbalik arah.[2]
Biodiversitas
Sebuah buku yang ditulis oleh ahli lingkungan dari Solomon, Patrick Pikacha, berjudul "Wild West", menyebut bahwa secara luas wilayah di sekitar laut ini dihuni oleh spesies satwa liar mulai dari burung hingga kupu-kupu. Di laut, endemik yang banyak diketahui adalah ular laut air asin, atau biasa dikenal sebagai krait.[3]
Dalam hal spesies laut, Laut Solomon memiliki warisan alam yang unik. Jumlah mamalia di Laut Solomon tercatat lebih tinggi daripada wilayah-wilayah Pulau Pasifik lainnya. Di wilayah pesisir dan laut, keragaman ikan air asin dan spesies karang dinilai tinggi, oleh sebab itu Kepulauan Solomon ditempatkan di bawah Ekoregion Laut Bismarck Solomon yang meliputi Nugini Utara, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon (hingga provinsi Makira) dan Segitiga Karang. Fauna laut dicirikan dengan tingkat endemisme yang rendah dan keberadaan spesies bakau yang banyak dan tersebar luas.[4]
Sejarah
Laut Solomon pertama kali dilayari oleh seorang Polinesia, Arab, dan Cina. Sebelumnya, laut ini tidak dilintasi oleh orang Eropa hingga saat Álvaro de Mendaña de Neira tiba pada tahun 1567.
Laut Solomon adalah tempat pertemuan angkatan laut utama Amerika Serikat dan Jepang selama Perang Dunia II. Di tahun 2016, media internasional mengabarkan bahwa tiga pesawat tempur yang jatuh ditembak saat perang ditemukan telah berkarat di dasar laut. Sisa-sisa pesawat tempur yang ditembak jatuh selama pertempuran Perang Dunia Kedua ditemukan di kedalaman 185 kaki di bawah air laut. Pesawat-pesawat tersebut antara lain pesawat tempur jarak jauh Mitsubishi A6M Zero Jepang, pesawat America Grumman F6F 3-Hellcat, dan sebuah Boeing B-17 Flying Fortress. Ketiganya hilang pada 1943 selama pertempuran sengit di antara AS dan Jepang.[5]
Saat ditemukan, bangkai pesawat-pesawat tersebut telah berada dalam kondisi berkarat dengan karang berwarna-warni yang tumbuh di atasnya. Ketiga pesawat dinyatakan hilang selama Kampanye Kepulauan Solomon pada awal 1942.
Catatan kaki
^"Bismarck Sea". Encyclopedia Britannica. Diakses tanggal 2007-07-15.