Pengadilan Agama Maros (Bugis: ᨄᨛᨂᨉᨗᨒ ᨕᨁᨆ ᨆᨑᨚ , Makassar: ᨄᨙᨂᨉᨗᨒ ᨕᨁᨆ ᨆᨑᨚ ) (disingkat PA Maros) adalah sebuah lembaga pengadilan tingkat pertama yang berwenang mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama di wilayah hukum Kabupaten Maros.
Sejarah
Perjalanan Pembentukan
Masa sebelum penjajahan Peradilan agama telah dikenal bersamaan masuknya agama Islam di Indonesia dengan menunjukkan keberadaannya sekaligus berfungsi sebagai penasihat bagi kesultanan Islam, hal ini berlangsung sampai masa penjajahan Belanda. Penjajahan Belanda juga mencampuri urusan pengadilan agama dengan dikeluarkannya Stb. 1882 No. 152 tahun 1882, yang dikenal dengan “Priesterraad” kemudian diubah dengan Stb. No. 610 tahun 1937 mengenai wewenang untuk pengadilan agama di Jawa dan Madura.
Masa kemerdekaan Pada tahun 1946 Presiden RI telah menetapkan Undang-Undang No. 22 tahun 1946 tanggal 21 November 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. Dengan meningkatnya tugas-tugas bidang kepenghuluan dan pencatatan NTCR maka atas resolusi konprensi jawatan agama seluruh Jawa dan Madura tanggal 12 s/d 16 november 1947 menetapkan formasi yang terpisah dari penghulu kabupaten. Terjadilah pemisahan fungsi dan tugas antara penghulu kabupaten sebagai kepala pegawai pencatat nikah dengan penghulu hakim, yakni ketua pengadilan agama sebagai Qadhi dan Hakim Syara’. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1957 tanggal 5 Oktober 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah di Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Barat serta tempat kedudukan dan daerah hukumnya dan Peraturan Menteri Agama No. 5 tahun 1958 tanggal 6 Maret 1958 tentang pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah di Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Barat, termasuk Pengadilan Agama Maros di Sulawesi Selatan.
Masa berlakunya Undang-Undang No. 7 tahun 1989 Pengadilan Agama Maros adalah salah satu dari empat lingkungan peradilan negara yang dijamin kemerdekaannya dan menjalankan tugasnya sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tanggal 17 Desember 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. Setelah berlakunya Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tanggal 29 Desember 1989 tentang Peradilan Agama, maka pengadilan agama yang kewenangannya mengadili perkara-perkara tertentu mengenai golongan rakyat tertentu yang merdeka, beragama Islam, sejajar dengan peradilan yang lain. Oleh karena itu, hal-hal yang dapat mengurangi kedudukan peradilan agama oleh Undang-Undang ini dihapus, seperti pengukuhan keputusan pengadilan agama oleh pengadilan negeri. Sebaliknya untuk memantapkan kehadiran peradilan agama oleh undang-undang ini diadakan juru sita, sehingga pengadilan agama dapat melaksanakan keputusannya sendiri.
Masa berlakunya Keppres satu atap sampai sekarang Pada amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 10 november 2001 menentukan dalam pasal 24 ayat 2 bahwa peradilan agama merupakan salah satu lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bersama peradilan lainnya. Dari hal di atas, lahirlah Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 35 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970. Keberadaan undang-undang tersebut, untuk mengefektifkannya, maka dikeluarkanlah Keputusan Presiden RI Nomor 21 tahun 2004 tentang Pengalihan Organisasi, Administrasi dan Finansial di Lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung, tanggal 23 Maret 2004. Pada Keppres tersebut ditetapkan bahwa terhitung tanggal 30 juni 2004 Peradilan Agama sudah resmi dialihkan dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung baik dari segi organisasi, administrasi dan finansial.
Amandemen dan perubahan undang-undang tersebut di atas memaksa dan menghendaki adanya perubahan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Oleh karenanya, lahirlah Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum masyarakat, khususnya masyarakat muslim.
Pada Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tersebut, peradilan agama sudah sejajar dengan lembaga peradilan lainnya di Indonesia dalam berbagai hal di bawah naungan Mahkamah Agung, termasuk usia pensiun hakim, begitu pula pada pasal 49 undang-undang tersebut menambahkan kewenangan peradilan agama dalam hal Zakat, Infak, dan Ekonomi Syariah.[1]
Dasar Hukum
Pengadilan Agama Maros dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1957 tertanggal 5 Oktober 1957 dan Surat Penetapan Menteri Agama No. 5 tahun 1958 tertanggal 6 Maret 1958.[1]
Wilayah Yurisdiksi
Wilayah yurisdiksi PA Maros meliputi seluruh wilayah Kabupaten Maros yang terdiri atas 14 kecamatan, yaitu:[2]
Pengadilan Agama Maros melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan Pasal 2 jo. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
Perkawinan
Hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syariah, antara lain:
Izin beristri lebih dari seorang;
Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;
Dispensasi kawin;
Pencegahan perkawinan;
Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
Pembatalan perkawinan;
Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
Perceraian karena talak;
Gugatan perceraian;
Penyelesaian harta bersama;
Penguasaan anak-anak;
Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;
Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
Putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
Pencabutan kekuasaan wali;
Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut;
Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum Cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah keuasaannya;
Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam;
Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran;
Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.
Waris
Penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohoonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.
Wasiat
Perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
Hibah
Pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.
Wakaf
Perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Zakat
Harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Infak
Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, muniman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah Subhanahu Wata'ala.
Shodaqah
Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah swt. dan pahala semata.
Ekonomi Syariah
Perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi:
Bank syariah;
Lembaga keuangan mikro syariah;
Asuransi syariah;
Reasuransi syariah;
Reksa dana syariah;
Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah;
Sekuritas syariah;
Pembiayaan syariah;
Pegadaian syariah;
Dana pensiun lembaga keuangan syariah;
Bisnis syariah;
Fungsi
Pengadilan Agama mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut:
Fungsi mengadili (judicial power)
Menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama (vide : Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
Fungsi pembinaan
Memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik menyangkut teknis yudisial, administrasi peradilan, maupun administrasi umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan. (vide : pasal 53 ayat (3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).
Fungsi pengawasan
Mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita / Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajaranya (vide : Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan administarsi umum kesekretariatan serta pembangunan. (vide : KMA Nomor : KMA/080/VIII/2006).
Fungsi nasihat
Memberikan pertimbangan dan nasihat hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (vidwe : Pasal 52 ayat (1) Undang-undang nomor 3 tahun 20060.
Fungsi administratif
Menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis dan persidangan), dan administratsi umum (kepegawaian, keuangan, dan umum/perlengkapan). (vide : KMA Nomor : KMA/080/VIII/2006).
Fungsi lainnya :
Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat dengan instansi lain yang terkait.seperti DEPAG, MUI,Ormas Islam dan lain-lain (vide : Pasal 52 A Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penilitian dan sebagainya serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan transparansi informasi peradilan, sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.
Jumlah Perkara
Banyaknya perkara yang diterima dan diselesaikan oleh PA Maros dari tahun ke tahun
Tahun
Perkara Pidana
Perkara Pidana Anak
Perkara Perdata Gugatan
Jumlah
Yang Diterima
Yang Diselesaikan
Yang Diterima
Yang Diselesaikan
Yang Diterima
Yang Diselesaikan
Yang Diterima
Yang Diselesaikan
2008
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
2009
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
2010
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
2011
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
2012
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
2013
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
2014
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
2015
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
2016
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
2017
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
2018
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
2019
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
TBA
Sumber Data: Pengadilan Agama Maros dalam BPS Kabupaten Maros "Kabupaten Maros Dalam Angka 2019"