Wilayah Pakambia[2] terutama yang diduduki oleh kabupaten pegunungan yang terletak antara bagian selatan Danau Poso di barat dan Lembah Masewe di timur. Penduduk asli wilayah Pakambia adalah dari Suku Bare'e To Lage, dan kemudian untuk memudahkan identifikasi dan pengucapan, penduduk tersebut dinamakan To Pakambia. To Pakambia digolongkan sebagai salah satu sub.Suku Bare'e To Lage. Mereka mendiami daerah lembah Sungai Laa bagian hulu, yaitu di sebelah timur Danau Poso, yang sekarang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Poso, provinsi Sulawesi Tengah.[3]
Walaupun wilayah suku ini tidak tinggal di distrik yang dikeringkan oleh Sungai Poso, Kruijt pikir yang terbaik adalah memperlakukannya sehubungan dengan Suku Bare'e To Lage yang berada di wilayah Kabupaten Poso yang sekarang dan cabang-cabangnya. Adapun wilayah dari Suku Bare'e To Lage yang dengan terpaksa terpisah dari Suku Bare'e yaitu seperti To Pada, To Puumbana, dll, hal itu karena mereka ikut berperang tanpa sepengetahuan Kerajaan Tojo yang punya mereka sehingga mereka bukan lagi termasuk Suku Bare'e karena tidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi Suku Bare'e, adapun Suku Bare'e yang tinggal di luar wilayah Kerajaan Tojo hanyalah berstatus pendatang bukan penduduk asli di daerah tersebut.[4]
Legenda lama yang dikutip memberi tahu kita bagaimana bisa terjadi bahwa penduduk asli dari Lage yaitu Suku Bare'e To Lage kemudian menetap di Pakambia yang masih termasuk dalam wilayah To Lage. To Pakambia adalah hasil dari Suku Bare'e To Lage[5], yang mereka ingat dengan jelas dalam bahasa dan hal-hal lainnya.
Setelah mempelajari Watu Mpogaa[8] di sekolah-sekolah Belanda tersebut, maka para gelandangan yang telah menjadi Umat Kristen tersebut mengetahui asal usul mereka sebelum berada di wilayah Grup Poso-Tojo yaitu berasal dari wilayah Wotu.[9]
Dengan memperhatikan wilayah dari Suku Bare'e yang tahun 1770 membentuk Kerajaan Tojo di wilayah yang mereka huni, kini muncullah suatu skema To Lamusa dari Kerajaan Luwu, tetapi sayangnya skema To Lamusa dari Kerajaan Luwu itu tidak terbukti yaitu dari pernyataan Walter Kaudern yang menyatakan "...adapun kalau ditempati, tanah tersebut sudah ditinggalkan dalam waktu yang lama sekali, karena tanahnya seperti jurang yang sangat sulit untuk dibuatkan semacam rumah tempat tinggal", karena berupa "jurang" sehingga pastilah orang akan beranggapan tanah yang dulunya merupakan hunian pemukiman penduduk setelah itu tempat hunian tersebut menjadi jurang, pastilah orang beranggapan bahwa hal tersebut bisa terjadi karena faktor bencana alam dan salah satunya adalah Gempa bumi, dan di zaman moderen pernyataan tersebut dibuktikan dengan tidak adanya garis patahan gempa yang melewati wilayah tempat yang dulu dinamakan Lamusa di TandongKasa (Tando Ngkasa), desa Lamoesa, dan Pantjawoe Enoe.[10]
Referensi
^POSO-TODJO GROUPEN ( Poso - Tojo ), De bare'e-sprekende toradja's van midden-celebes, SERIES.[1].
^WILAYAH-WILAYAH SUKU BARE'E, De Bare'e-Sprekende de Toradja van midden celebes jilid 1 halaman 119.[2].
^DE BARE'E-SPREKENDE DE TORADJA IN MIDDEN CELEBES JILID 1 HALAMAN 119, suku bare'e is toradja bare'e or bare'e toradja.[3].
^TO LAMPOE adalah penduduk dari bekas desa pamona yang menjadi suku asli di wilayah wotu, luwu timur, De Bare'e-Sprekende de Toradja van midden celebes jilid 2.[4].
^Sejarah Pemekaran Kabupaten Tojo Una-Una, Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2004.[5].
^Van Heiden tot Christen, dari agama suku masuk agama kristen [6]", Diakses 14 Mei 2023.
^DATA CAGAR BUDAYA DI SULAWESI TENGAH (per Des 2014) [7]", Diakses 14 Mei 2023.
^Idwar Anwar (2005). Ensiklopedi Sejarah Luwu. Collaboration of Komunitas Kampung Sawerigading, Pemerintah Kota Palopo, Pemerintah Kabupaten Luwu, Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, and Pemerintah Kabupaten Luwu Timur. ISBN979-98372-1-9.