Suku Sentani
Suku Sentani adalah kelompok etnis yang mendiami wilayah Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua.[1] Terutama di sekitar danau Sentani dan sebagian kotamadya Jayapura. Jumlah populasinya sekitar 30.000 jiwa.[1] DistribusiPermukiman suku Sentani terpusat di tiga wilayah geografis. Pertama, kelompok barat yang terkonsentrasi di Pulau Yonokom. Di pulau ini terdapat beberapa kampung seperti Doyo, Sosiri, Yakonde, dan Dondai. Di daratan sebelah barat pulau ini berdiam suku Moy di kampung-kampung, seperti Sabron Yaru, Dosai, Waibon, dan Maribu. Mereka memiliki dialek sendiri. Kedua, kelompok timur yang terkonsentrasi di Pulau Asei. Kelompok ini tersebar dalam empat kampung, yaitu Ayapo, Asei Kecil, Waena, dan Yoka. Ketiga, kelompok tengah yang terkonsentrasi di Pulau Ifar. Kampung-kampung mereka adalah Kabetrow, Ifar Besar, Ifar Kecil, dan Yoboi.[1] BudayaPerlu diketahui bahwa suku Sentani menggunakan bahasa yang termasuk Rumpun bahasa Trans-Nugini dan bukanlah Austronesia. Akan tetapi beberapa contoh budaya Sentani adalah budaya Austronesia.[2] Rumah tradisionalSuku Sentani memiliki tiga jenis rumah Kombo (rumah inisiasi laki-laki, berbentuk limas), Obee (balai adat, berbentuk persegi empat dengan atap pelana), dan Khogo (rumah tinggal, berbentuk persegi empat dengan sisi tertutup unsur atap). Konstruksi rumah Sentani merupakan rumah panggung yang menggunakan kayu sowang (Xanthostemon sp.) yang ditancapkan ke dasar danau, berdinding pelepah sagu, memiliki lantai dari papan batang sagu, dan beratap daun sagu.[2] Bentuk Kombo beragam dengan bentuk dasar seperti rumah Kariwari (persegi delapan), di Kampung Ifale, berbentuk peresegi empat, sedangkan di Kampung Asei berbentuk persegi duabelas. Berhubungan dengan jumlah 12 klan di Kampung Asei. Atap bangunan tersebut berbentuk limasan bertingkat, untuk Kampung Ifale bersusun dua, tiga untuk Kampung Asei. Atap bangunan (yam) ditopang oleh tiang sentral pada bangunan yang disebut orolu. Pada bubungan akan diberi tutupan mali, yang pada puncaknya dapat dihias dengan stupa emas rara atau patung pada masa lampau. Kemudian banguan akan dihias oleh totem klan atau ukiran, yang membedakannya dengan rumah milik ondofolo lain.[3] GerabahPenggunaan gerabah tidak ditemukan di daerah lain di Papua kecuali di pesisir utara Papua, khususnya suku sentani dan Kurudu. Pusat kebudayaan gerabah Sentani terletak di Abar. Gerabah Abar ini dibuat menggunakan pasir dan tanah liat dan bisa berupa tempayan besar yang disebut hele untuk menyimpan tepung sagu atau air, atau berbentuk tempayan kecil yang disebut helai yang digunakan untuk memasak ikan, belut, siput, dan lain lain. Sedangkan kende merupakan piring lonjong untuk tempat hidangan.[2] TatoBudaya Tato juga merupakan contoh budaya Austronesia yang dimiliki oleh suku Sentani yang biasanya dipakai di wajah, tangan dan kaki. Tato adalah simbol kekuasaan, kecantikan, dan status sosial dalam masyarakat. Jenis tato akan bervariasi bergantung pada status sosial seperti Ondofolo, pemimpin adat tertinggi; kotekol, kepala suku; yobu/yoholom, masyarakat biasa. Cara pentatoan menggunakam duri sagu atau duri umbi yang menggunakan campuran getah dan arang. Pria akan menggunakan tato pada hidung dan dahi dengan desain simpel, sedangkan wanita menggunakan desain lebih rumit pada dahi, punggung, lengan dan betis.[2]
Galeri
Referensi
|