Suku Kaur atau Suku Melayu Kaur[1] adalah salah satu kelompok etnis yang mendiami daerah sekitar sungai Kaur di Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Pemukiman orang Kaur berdekatan dengan kediaman suku Serawai dan Besemah. Berbeda dengan kedua suku bangsa tersebut yang menggunakan bahasa Melayu Tengah, suku Kaur menggunakan bahasa Kaur.[2]
Berdasarkan catatan Belanda, orang Kaur merupakan percampuran dari etnis Minangkabau yang datang melalui Indrapura dengan suku Basemah. Pada abad ke-18, daerah pesisir pantai muara Sungai Sambat telah berkembang hingga ke Muara Nasal yang terlebih dahulu didiami oleh suku Buai Harung. Kemudian kawasan ini didatangi oleh orang-orang dari Pagaruyung yang kemudian membentuk suku Kaur.[3]
Pekerjaan
Mata pencarian pokok suku Kaur adalah petani yang mengandalkan hasil dari persawahan. Selain itu, daerah ini terkenal dengan hasil cengkih dan lada. Berternak, kebun sawet, kebun karet, menangkap ikan, dan berdagang merupakan usaha tambahan mereka. Kaum pria bekerja di ladang, sementara kaum wanita mengurus rumah tangga. Setelah panen padi, biasanya mereka panen buah-buahan seperti durian dan mangga.
Tradisi
Kaum wanita suku Kaur di desa Gedung Sako Senahak, masih menyusui bayinya di tempat umum. Pada dasarnya, mereka orang-orang yang menjaga kebersihan dan berpakaian dengan pantas. Suku Kaur tinggal di rumah batu beratapkan seng dengan cat semuanya berwarna biru dan putih. Gotong royong dan pelayanan masyarakat dilakukan di desa ini. Di saat menolong panen seseorang, maka pada kesempatan lainnya ia akan ditolong juga saat panen.
Pernikahan
Orang Kaur tidak diperbolehkan menikahi orang dari marga/kaum kerabat/klan yang sama karena ada pelaksanaan merge/marga jadi tidak boleh menikah semerge, tetapi bisa menikah dengan orang Kaur dari desa lain. Pernikahan hanya bisa terjadi sesudah perayaan panen padi. Usia pernikahan umumnya 20 tahun untuk laki-laki, dan 15-16 tahun untuk perempuan. Jika mempelai laki-laki ingin mempelai wanitanya tinggal bersama keluarga mempelai laki-laki, si laki-laki harus membayar keluarga mempelai wanita (uang antaran). Jika mempelai laki-laki tinggal di rumah mempelai perempuan, orang tua mempelai perempuan hanya diwajibkan memberikan kenang-kenangan kepada pihak laki-laki.
Keluarga
Generasi tua suku Kaur biasanya memiliki rata-rata 13 anak dalam tiap keluarga. Setelah program Keluarga Berencana, mereka hanya memiliki 3 anak.
Kepercayaan
Suku Kaur 100% penganut agama Islam. Di setiap desa terdapat satu atau dua masjid.
Referensi
- ^ "Kaur". kbbi.kemdikbud.go.id. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Diakses tanggal 17 Juni 2021.
Kaur merupakan suku bangsa yang mendiami daerah sekitar sungai Kaur, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu.
- ^ Ethnologue
- ^ Zusneli Zubir, Peninggalan Sejarah dan Potensi Wisata Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu, 2011
Pranala luar
|
---|
|
---|
Batak | |
---|
Melayu | |
---|
Minangkabau | |
---|
Melayu Bukit Barisan Selatan | |
---|
Melayu Aborigin | |
---|
Lampung | |
---|
Kepulauan Barat Sumatera | |
---|
Lain-lain | |
---|
Tionghoa |
|
---|
|
|
|
|
|
|
|
|
Lihat pula: Pribumi-Nusantara *Catatan: Kalimantan dan Papua di sini hanya yang termasuk dalam teritori Indonesia. |