Suku Osing

Suku Osing
ꦥꦿꦶꦪꦤ꧀ꦠꦸꦤ꧀ꦎꦱꦶꦁ
ꦭꦫꦺꦈꦱꦶꦁ
Tiga generasi perempuan suku Using di Banyuwangi, Jawa Timur (foto k. 1910–1930)
Jumlah populasi
286.653[1]
Daerah dengan populasi signifikan
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur
Bahasa
Bahasa Osing, Bahasa Jawa, dan Bahasa Indonesia
Agama
Mayoritas
Islam
Minoritas
Hindu
Kelompok etnik terkait
suku Jawa, suku Tengger, suku Bali

Suku Osing atau biasa diucapkan Jawa Osing adalah penduduk asli Banyuwangi atau juga disebut sebagai Laros (akronim daripada Lare Osing) atau Wong Blambangan merupakan penduduk mayoritas di beberapa kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Orang Osing menggunakan bahasa Osing yang masih termasuk sub dialek bahasa Jawa (bagian timur) yang masih berkerabat dengan Bahasa Jawa Arekan dan Bahasa Tengger tetapi banyak kosakata dari bahasa Jawa Kuno yang masih digunakan, selain itu pengaruh bahasa bali juga sedikit signifikan.

Bahasa

Suku Osing mempunyai bahasa Osing yang merupakan turunan dari bahasa Jawa kuno dengan sedikit pengaruh dari bahasa Bali. Bahasa Osing adalah salah satu varian dialek dari bahasa Jawa, dituturkan terutama di Kabupaten Banyuwangi

Kepercayaan

Pada awal terbentuknya masyarakat Osing kepercayaan utama suku Osing adalah Hindu-Buddha seperti halnya Majapahit. Namun berkembangnya kerajaan Islam di Pantura menyebabkan agama Islam dengan cepat menyebar di kalangan suku Osing. Berkembangnya Islam dan masuknya pengaruh luar lain di dalam masyarakat Osing juga dipengaruhi oleh usaha VOC dalam menguasai daerah Blambangan. Masyarakat Osing mempunyai tradisi puputan, seperti halnya masyarakat Bali. Puputan adalah perang terakhir hingga darah penghabisan sebagai usaha terakhir mempertahankan diri terhadap serangan musuh yang lebih besar dan kuat. Tradisi ini pernah menyulut peperangan besar yang disebut Puputan Bayu pada tahun 1771 M.

Demografi

Suku Jawa Osing menempati beberapa kecamatan di kabupaten Banyuwangi bagian tengah dan bagian timur, mayoritas berada di Kecamatan Songgon, Kecamatan Rogojampi, Kecamatan Blimbingsari, Kecamatan Singojuruh, Kecamatan Kabat, Kecamatan Licin, Kecamatan Giri, Kecamatan Glagah dan sebagian berada di Kecamatan Banyuwangi, Kecamatan Kalipuro dan Kecamatan Sempu yang berbaur dengan komunitas suku yang lain seperti Suku Madura & Suku Bali. Ada juga sekelompok kecil yang berada di Kecamatan Srono, Kecamatan Cluring, Kecamatan Gambiran dan Kecamatan Genteng.[butuh rujukan]

Suku Osing dianggap sebagai penduduk asli di wilayah Kabupaten Banyuwangi.[2] Anggapan ini oleh beberapa kalangan dan hasil penelitian. Suku Osing sendiri menyebut Kabupaten Banyuwangi sebagai Tanah Blambangan, sebuah wilayah di ujung paling timur pulau Jawa. Suku ini menyebar di desa-desa pertanian subur di bagian tengah dan timur Banyuwangi yang secara administratif meliputi wilayah yang berada di Kecamatan Rogojampi, Blimbingsari, Kabat, Licin, Sempu, Singojuruh, Songgon, Cluring, Srono, Banyuwangi mereka telah bercampur dengan penduduk non-Osing, yang terdiri dari migran asal Madura, Jawa Timur bagian barat dan Jawa Tengah, termasuk Yogyakarta. Orang Osing menyebut mereka dengan sebutan "Wong Osing" dengan "Tanah Blambangan".

Profesi

Profesi utama suku Osing adalah mayoritas petani, dengan sebagian kecil lainya adalah pedagang, nelayan, buruh dan pegawai di bidang formal seperti karyawan, guru dan pegawai pemda.

Stratifikasi sosial

Suku Osing berbeda dengan Suku Bali dalam hal stratifikasi sosial. Suku Osing tidak mengenal kasta sama dengan suku Jawa umumnya yang juga tidak mengenal kasta, hal ini banyak dipengaruhi oleh agama Islam yang dianut oleh sebagian besar penduduknya.

Seni

Kesenian suku Osing sangat unik dan banyak mengandung unsur mistik seperti kerabatnya Suku Bali. Kesenian utamanya antara lain Gandrung Banyuwangi, Patrol, Seblang, Angklung, Tari Barong, Kuntulan, Kendang Kempul, Janger, Jaranan, Jaran Kincak, Angklung Caruk dan Jedor.

Kesenian lain yang masih dipelihara adalah tembang dolanan, khususnya oleh kalangan anak usia sekolah. Contohnya adalah Jamuran dan Ojo Rame-Rame. Sesuai dengan sebutannya, tembang-tembang yang pada umumnya bersyair pendek ini digunakan mengiringi permainan anak-anak. Selain menambah keceriaan anak saat bermain berkelompok, tembang dolanan dapat berfungsi mengajarkan nilai-nilai positif sejak dini. Tembang Jamuran, misalnya, mengajarkan tentang gotong-royong dan Ojo Rame-Rame mengajarkan patriotisme.[3]

Galeri

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik. 2011. ISBN 9789790644175. 
  2. ^ Sukandar, dkk. (Desember 2016). Profil Desa Pesisir Provinsi Jawa Timur Volume 2 (Selatan Jawa Timur) (PDF). Surabaya: Bidang Kelautan, Pesisir, dan Pengawasan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur. hlm. 3. 
  3. ^ Nurhidayatullah, MT, Sukatman, Wuryaningrum, R. 2013. Tembang Dolanan Dalam Masyarakat Osing Kabupaten Banyuwangi (Kajian Etnografi). Skripsi. Universitas Jember. [1]

Pranala luar