Kebenaran artikel ini dipertanyakan. Kemungkinan isinya berupa hoaks. Harap verifikasi sumber tepercaya yang digunakan di artikel atau bagian-bagiannya, serta tambahkan sumber tepercaya pada klaim yang tidak ada rujukannya. Jika rujukannya tidak tepercaya, cobalah mengusulkan artikel ini untuk dihapus dan/atau menghapus bagian yang dipertanyakan. Jika halaman ini terang-terangan merupakan hoaks, tambahkan {{db-hoax}} agar dapat dihapus dengan cepat. Silakan bicarakan halaman ini.
Kerajaan Tojo (ejaan Van Ophuijsen: Todjo) adalah sebuah kerajaan yang terletak di Provinsi Sulawesi Tengah.
Awal sejarah terbentuknya Kerajaan Tojo, bermula dari penjemputan bakal raja Pilewiti oleh orang dari langit yang bernama Talamoa dari Sausu menuju Tanjung Pati-Pati.[2]
Wilayah yang dihuni oleh Suku Bare'e disebut sebagai TanaNto Bare'e.
Pada awalnya, di TanaNto Bare'e dikuasai oleh empat kelompok besar dari suku Bare'e dan diantara keempat kelompok besar tersebut sering terjadi peperangan dan pembunuhan, sampai suatu ketika terjadi invasiKesultanan Ternate di TanaNto Bare'e sehingga keempat kelompok besar dari suku Bare'e tersebut yang kemudian disebut Tinja Pata Sulapa Bermusyawarah,[3] tetapi tidak mendapatkan penyelesaiannya, maka posisi dari empat wilayah suku bare'e tersebut sama kuat, dan dikenal kemudian dengan istilah Tinja Pata Sulapa. Tinja Pata Sulapa (Bahasa Bare'e; Tiang Empat Sudut) adalah empat penguasa di wilayah dari Sausu sampai Pati-Pati.
Peperangan dan pembunuhan pun kembali terjadi diantara empat kelompok suku Bare'e, karena keempat penguasa TanaNto Bare'e tersebut ingin menjadi penguasa satu-satunya di TanaNto Bare'e, sampai suatu ketika ada seorang lelaki tampan bernama Talamoa yang berasal dari Mawomba dan masyarakat Bare'e menjulukinya To Lamoa (To artinya "orang" dan Lamoa artinya "langit").
Sejarah & Arajang
Setelah disetujui oleh Tinja Pata Sulapa, dipilihlah seorang sepupu raja bone yang mempunyai julukan Pilewiti (Bahasa Bare'e; kaki terlipat), dikisahkan dalam perjalanan dari Pombalowo Parigi sekitar tahun 1770 bersama pengawalnya 40 pasang laki-laki dan perempuan menuju Tanjung Pati-pati dengan menggunakan perahu sampan batang. Ringkas cerita di dalam perjalanan terjadi dialog dan tanya jawab antara Talamoa dengan Pilewiti yang menanyakan semua sungai yang dilewati dari Sausu sampai dengan Tanjung Pati-pati yang pada akhirnya Pilewiti menunjuk sungai Tojo sebagai tempat untuk didiami, karena menurut beliau tempat tersebut (Tojo) adalah yang terbaik dari semua yang di lewatinya dari Sausu hingga Tanjung Pati-pati sehingga Tojo ditetapkan sebagai pusat kerajaan.[4]
Dari cerita singkat inilah menggambarkan kepada kita semua bahwa sesungguhnya wilayah kekuasaan kerajaan Tojo mulai dari Sausu hingga Tanjung Pati-pati.
Dipilihnya desa Tojo sebagai pusat kerajaan Tojo memiliki arti filosofis yang sangat dalam karena sepupu raja bone bertahta disana dan kata Tojo atau Matojo (dalam Bahasa Bugis dan Bahasa Bare'e artinya keinginan yang kuat) yaitu ada kekuatan yang tersimpan di kalangan masyarakat Suku Bare'e terutama dalam keberanian dalam menghadapi segala tantangan termasuk keinginan yang kuat untuk mempersatukan dan mencari pimpinannya (Raja atau Jena), yaitu seorang sepupu raja bone La Temmassonge To Appaweling La Mappasossong La Mallimongeng Sultan Abdul Razak yang berjuluk Pilewiti, karena kedua telapak kakinya menghadap langit. Dari cerita inilah awal nama Tojo dikenal dan menjadi pusat kerajaan.[5]
Arajang Kerajaan Tojo
Di zaman Hindia Belanda, Pemerintah koloniHindia Belanda selalu beralasan yang punya Tana Poso adalah "Pangeran Bone", tetapi Kerajaan Tojo menanggapi pihak Belanda dengan sangat tenang karena Kerajaan Tojo memiliki Tombak Arajang[6] pemberian dari Kerajaan Bone dari Sulawesi Selatan sewaktu mendirikan Kerajaan Tojo tahun 1770 oleh Raja Tojo Pilewiti yang merupakan sepupu Raja Bone.
Tinja Pata Sulapa
Tinja Pata Sulapa(Bare'e, Tiang Empat Sudut) adalah Empat penguasa di wilayah dari Sausu sampai Pati-pati.
Pada awalnya di Tana nto Bare'e terjadi suatu peristiwa pencarian pemimpin diantara Suku Bare'e dari empat wilayah Suku Bare'e yang wilayahnya adalah semua sungai dari wilayah Sausu sampai dengan Tanjung Pati-pati,
karena posisi dari empat wilayah suku bare'e tersebut sama kuat, maka keempat wilayah dari suku bare'e tersebut dinamakan Tinja Pata Sulapa[7] tahun 1770, yang mana Tinja Pata Sulapa atau yang artinya Empat Tiang wilayah yang wilayahnya yaitu To Lage, To Tora'u, To Lalaeyo, dan To RatoBongka.
Nama-nama Tinja Pata Sulapa
Empat arung atau penguasa Tinja Pata Sulapa yaitu :
• Arung Bunga Ada (Manuru Lemba) dari bau lalaeo mewakili Suku Bare'e To Lalaeyo,
• Arung Ududeju dari anda lage marompa mewakili Suku Bare'e To Lage,
• Arung Bederi dari pomulu tora’u dari Suku Bare'e To Tora'u, dan
• Datu Ndoimpapo (Datu Kandela) dari torato bongka mewakili Suku Bare'e To Rato dan Bongka.
Sedangkan Talamoa adalah seorang pemuda tampan yang sakti yang turun dari langit atau To Lamoa yang turun di Mawomba Tojo.
Wilayah
Tana Nto Bare'e adalah wilayah dari Suku Bare'e.
Suku Bare'e tinggal di wilayah yaitu To Lage, To Tora'u, To Lalaeyo, dan To RatoBongka (To Ampana dan Bongka).
Batas Barat dari Wilayah Suku Bare'e yaitu Tolage yang berada di Sausu.
Suku Bare'e Tolage batas utara wilayahnya dari Kecamatan Sausu sampai Desa Marompa kecamatan Tojo Barat, batas selatannya adalah wilayah Lore kecuali Napu sampai Kecamatan Pamona selatan yang sekarang termasuk Lamusa, Puumboto, puumbana, dan pakambia, Dan Batas Timur dari Suku Bare'e adalah sampai Pati-pati. Sebuah lontara [8] di zamannya Wartabone menyebutkan bahwa orang yang membawa lontara ini akan bertahta di Tojo (Tojo adalah pusat dari wilayah-wilayah Suku Bare'e), Ampana (semua wilayah dari To Ampana yang mana To Ampana atau kemudian nantinya akan disebut Suku Taa tersebut, penduduknya To Ampana menyebar sampai ke perbatasan Kerajaan Mori, dan juga di Tanjung pati-pati, Bualemo), dan Bongka yang merupakan wilayah dari To Wana.[9]
Pernyataan dari Walter Kaudern yang menyatakan "...adapun kalau ditempati, tanah tersebut sudah ditinggalkan dalam waktu yang lama sekali, karena tanahnya seperti jurang yang sangat sulit untuk dibuatkan semacam rumah tempat tinggal", karena berupa "jurang" sehingga pastilah orang akan beranggapan tanah yang dulunya merupakan hunian pemukiman penduduk setelah itu tempat hunian tersebut menjadi jurang, pastilah orang beranggapan bahwa hal tersebut bisa terjadi karena faktor bencana alam dan salah satunya adalah Gempa bumi, dan di zaman moderen pernyataan tersebut dibuktikan dengan tidak adanya garis patahan gempa yang melewati wilayah tempat yang dulu dinamakan Lamusa di TandongKasa (Tando Ngkasa), desa Lamoesa, dan Pantjawoe Enoe.[10]
Raja Terakhir Tojo
Pada tahun 1926, Muslaini digantikan oleh Tandjumbulu sebagai Raja Tojo, dan pada tahun 1929 Tandjumbulu memindahkan pusat kerajaan Tojo dari Taliboi, Tojo, ke Ampana, To Rato Bongka. Dan peristiwa meninggalnya Tandjumbulu tahun 1942 oleh Belanda, membuat Muslaini bertahta lagi untuk kedua kalinya menjadi Raja di Kerajaan Tojo, dan pada tahun 1951 Raja Tojo Muslaini meninggal dan mempercayakan pengelolaan wilayah Kerajaan Tojo kepada Indonesia.[11]
Orang Tojo ada juga yang disebut dalam Bahasa Bare'e sebagai Paranaka (Paranaka;Bahasa Bare'e)[12] adalah Suku Bare'e yang berasal dari Desa Tojo yang kemudian menikah dengan orang dari luar Suku Bare'e seperti suku Bugis, Gorontalo, Minahasa, dan lain-lain. Orang Belanda menyebut mereka De Todjoërs yang berarti Orang Tojo atau Paranaka.
Dan yang Bukan Paranaka (orang yang tinggal di Desa Tojo), disebut Suku Bare'e Tojo, atau Suku Bare'e Tojo adalah Suku Bare'e yang tinggal di wilayah Tojo yaitu dari lembah Tojo sampai Marowo.[13]
Lobo biasa digunakan sebagai rumah adat oleh Suku Bare'e[14]. Tahun 1914 di wilayah Tojo, Lobo masih bisa didapati di beberapa desa, terutama di Taliboi dan Makoepa (makupa)[15]. Rumah Adat Lobo menggunakan konstruksi berciri khas rumah adat di Provinsi Sulawesi Tengah yang tidak ada di provinsi lain di Indonesia. Rumah adat Lobo ini terbuat dari kayu hitam eboni.
Suku Bare'e mengatakan :
" Ohaio !, Orang Tojo kemana-mana selalu membawa Lobonya "[16].
Walaupun Kerajaan Tojo Sukunya adalah Suku Bare'e dengan Bahasa Utamanya adalah Bahasa Bare'e, tetapi menurut Ada (Adat Bare'e) sebenarnya ada 3 Bahasa yang dipakai di Tana Nto Bare'e (Wilayah Suku Bare'e)[17] yaitu Bahasa Bare'e, Bahasa Taa, dan Bahasa Onda'e (Nde'e), yang mana Bahasa Taa, dan Bahasa Onda'e (Nde'e) tersebut asal usul bahasanya adalah berasal dari Bahasa Bare'e sebagai induk dari Bahasanya Suku Bare'e.
* Bahasa Bare'e, Bahasa Bare'e dipakai di wilayah Tojo sampai sebelum Marowo, To Tora'u, To Lage (semua wilayah Kabupaten Poso yang sekarang kecuali Napu), dan Sausu, dan Bahasa Bare'e adalah asal usul dari terbentuknya Bahasa Taa dan Bahasa Onda'e.
* Bahasa Onda'e (Nde'e), Bahasa Onda'e dipakai di wilayah To Lalaeyo, yang mana Bahasa Onda'e terbentuk dari Bahasa Bare'e yang Bahasa Bare'e tersebut dipakai di wilayah Tojo sampai sebelum Marowo.[20]
Keterangan Bahasa
Bahasa Bare'e (Bare'e-Taal) adalah bahasa yang digunakan oleh Suku Bare'e (Bare'e-Stammen) di wilayah tempat tinggal suku bare'e (TanaNto Bare'e; biasa ditulis dalam bahasa Belanda "in het Bare'e"[21]).
Referensi
^Grup Poso-Tojo, Map of Todjo ( Grup Poso-Tojo ), De bare'e-sprekende toradja's van midden-celebes, SERIES [1]", Diakses 5 Maret 2023.
^Suku Bare'e dan Kerajaan Tojo (2017), [2], Diakses 6 Januari 2020
^RUMAH ADAT LOBO, di wilayah Tojo, De Bare'e-Sprekende de Toradja van midden celebes jilid 3, halaman 601-602. [15].
^OHAIO-LIEDEREN (LAGU OHIO !), RUMAH ADAT LOBO SEBAGAI SIMBOL ADAT ISTIADAT DAN BUDAYA SUKU BARE'E, suku bare'e di tojo kemana-mana selalu membawa Lobo-nya, De Bare'e-Sprekende de Toradja van midden celebes jilid 3, halaman 593.[16].
^STUDI MASYARAKAT INDONESIA, halaman 4, Program FKIP, Universitas Tadulako 2022/2023, Winna Widodo.[17].