Mattompang arajang adalah ritual ada pencucian benda pusaka Kerajaan Bone, Sulawesi Selatan. Ritual tersebut dilaksanakan satu kali tiap tahunnya, bertepatan dengan Hari Jadi Kabupaten Bone.[1] Pada saat itulah, masyarakat juga turis dapat melihat benda-benda pusaka secara langsung di Museum Arajange Rujab Bone. Di ruang museum itu pula dilaksanakan acara Mattopang arajang. Sementara, replikanya dapat dilihat kapan saja di Museum Lapawawoi.[2] Prosesi ini dilaksanakan oleh para pemuka adat atau disebut juga bissu.
Proses
Ritual ini diawali dengan mappaota atau meminta izin raja atau pimpinan, dalam hal ini adalah Bupati Bone. Pada proses ini, seorang pemuka adat mempersembahkan daun sirih sebagai tanda lapor bahwa acara akan dimulai. Setelah itu, bissu tertua atau disebut Powang Matoa, didampingi beberapa bissu lain, mempersembahkan sekapur sirih di depan arajang atau benda pusaka tersebut, sebagai tanda penghormatan pada para jin. Kemudian, di tempat pengumpulan air atau disebut Mallekke'toja telah disediakan air empat mata air yang dipilih oleh empat bissu. Keempat mata air itu kemudian dibawa oleh para bissu ke ruang pencucian di museum itu. Ritual pencucian itu disaksikan oleh para raja dan perangkat kerajaan. Saat Powang Matoa mengeluarkan arajang dari tempatnya akan diiringi bebunyian dari seperangkat alat musik seperti gendang dan gong. Ketika arajang dipindahkan ke nampan berlapis kain emas, beberapa bissu melakukan tarian atau sere alusu. Setelah itu, powang matoa membawa benda-benda pusaka tersebut ke tempat pencucian sambil dipayungi payung emas dan selama perjalanannya para pembawa arajang berjalan di atas kain putih yang membentang dari tempat penyimpanan ke tempat pensucian.[3]