Lee Choon Seng (Hanzi: 李俊承; Pinyin: Lǐ Jùnchéng; Pe̍h-ōe-jī: Lí Tsùn-sîng; 1888—5 Juni 1966) adalah seorang pengusaha dan filantropis pada masa pra-kemerdekaan Singapura. Ia mendirikan sejumlah perusahaan, perkebunan budidaya karet di Malaya dan membangun bank-bank Tionghoa di wilayah tersebut. Lee memegang peran kepemimpinan dalam beberapa organisasi komunitas Tionghoa di Singapura, contohnya Dewan Komersial dan Industri Tionghoa Singapura (DKITS), dan mendukung tokoh revolusi Sun Yat-Sen di Tiongkok. Selain itu, ia membantu perkembangan agama Buddha di Singapura dengan mendirikan beberapa institusi Buddha, meliputi Loji Buddha Singapura, Federasi Buddha Singapura dan Wihara Poh Ern Shih. Pada 2008, kehidupan dan kontribusinya kepada masyarakat dikenang pada sebuah tempat peringatan di Ee Hoe Hean Club.[1]
Tahun-tahun awal dan kehidupan pribadi
Pada 1888, Lee lahir di Kabupaten Yongchun, Fujian, Tiongkok; ia memiliki seorang saudara tiri dan adik perempuan.[2] Untuk mendapatkan keberuntungan, ayahnya, Lee Lip Chai, berpindah ke Negri Sembilan, Malaysia, dimana ia memulai pelayanan transportasi bertenaga kuda dan sebuah toko provisi, kemudian mengadakan serangkaian proyek kepedulian, yang meliputi pembuatan sebuah asosiasi klan dan sekolah.[3] Lee kemudian bergabung dengan ayahnya di Negri Sembilan untuk membantunya menjalankan usaha keluarganya dan ikut dalam proyek-proyek kepeduliannya.[4] Lee dibesarkan sebagai Taois, tetapi berpindah ke agama Buddha saat berusia dewasa, dengan Yang Mulia Hong Choon, kepala biara Wihara Kong Meng San, bertindak sebagai pengajar spiritual-nya.[5] Ia menikah dua kali dan memiliki sekitar lima belas anak.[6]
Bisnis
Lee berpindah ke Singapura untuk membuat cabang lain dari bisnis keluarganya, yang dinamai Thye Hin Limited. Di Singapura, ia mendirikan Perusahaan Eng Hin, Pabrik Biskuit Thye Hong dan Thye Ann Investment, sebuah firma properti.[2] Ia juga membuat tempat penanaman karet besar di sepanjang Malaya. Untuk mewujudkan beberapa bisnis yang baru datang yang sulit memperoleh pinjaman dari bank-bank Barat yang didirikan, Lee dan asosiadi bisnis-nya memulai beberapa bank Tionghoa lokal, termasuk Bank Ho Hong.[7] Pada 1931, Lee menjadi direktur kepengurusan dari Bank Ho Hong dan setelah bank tersebut digabung dengan dua bank lainnya untuk membentuk Perusahaan Perbankan Tionghoa Perantauan (PPTP), ia menjadi direktur PPTP dan kemudian ketua-nya.[8]
Jasa-jasa terhadap masyarakat Tionghoa
Dukungan terhadap Sun Yat Sen
Sebagai pendukung Kuomintang, Lee terlibat dalam pertemuan rahasia dengan Sun Yat-Sen di Wan Qing Yuan, sebuah vila dua lantai di Jalan Tai Gin. Ia juga membantu diaspora Tionghoa di Asia Tenggara mengumpulkan sumbangan untuk mendukung Kuomintang dalam perjuangan mereka melawan Kekaisaran Jepang dan Partai Komunis China.[9] Pada 1937, Lee dan lima pemimpin masyarakat Tionghoa lainnya meminta Wan Qing Yuan agar dijadikan sebuah situs sejarah;[10] tempat tersebut kemudian berpindah tangan ke Dewan Komersial dan Industri Tionghoa Singapura (DKITS), yang merenovasikannya dan menjadikan tempat tersebut sebagai sebuah monumen nasional, Vila Sun Yat Sen (sekarang Balai Peringatan Sun Yat Sen Nanyang).[11]
Organisasi masyarakat Tionghoa
Dari 1927, Lee secara aktif terlibat dalam DKITS, awalnya sebagai Sekretaris-Jenderal, kemudian sebagai Presiden.[12] Dibawah kepemimpinannya, DKITS mendukung pendirian Universitas Nanyang dan mendesak Inggris agar memberikan kewarganegaraan kepada para imigran Tionghoa yang tinggal di Singapura selama delapan tahun.[13] Lee menjadi Ketua Ee Hoe Hean Club dari 1933–1935 dan 1941–1945.[14] Lee juga merupakana salah satu dari enam perwakilan Hokkien dalam Asosiasi Tionghoa Perantauan (ATP), dengan bertindak sebagai jembatan antara masyarakat Tionghoa dan administrasi militer Jepang saat Pendudukan Jepang di Singapura.[15] Pada saat para anggota APT berkumpul di Pemukiman Endau di Malaysia, konvoinya diserang oleh Tentara Anti-Jepang Rakyat Malaya dan setiap orang dalam konvoi tersebut ditembak. Hanya Lee yang selamat, karena peluru hanya mengenai medali Buddha di dadanya; peristiwa tersebut menginspirasikannya untuk menyebarkan agama Buddha di Singapura.[16]
Jasa-jasa terhadap agama Buddha di Singapura
Wihara Poh Ern Shih
Pada Perang Dunia II, beberapa prajurit Jepang, prajurit Inggris dan para penduduk sipil meninggal dalam serangan bersenjata dan pengeboman saat Pertempuran Pasir Panjang di Bukit Chwee Chian. Atas nasihat dari Yang Mulia Hong Choon, Lee mengambil alih bukit tersebut dari pemerintah kolonial Inggris, dengan membangun sebuah wihara Buddha yang didedikasikan kepada bodhisatwaKsitigarbha, untuk membebaskan jiwa-jiwa orang yang tak berdosa pada saat invasi Jepang. Pada 1950, Lee menginkorporasikan 46.938 square feet (4.360,7 m2) Kuil Poh Ern Shih (sebutan Hokkien untuk "kuil pengucapan syukur") sebagai sebuah perusahaan terbatas tanpa pembagian,[17] dan pada April 1954, ia secara resmi membukanya.
Loji Buddha Singapura
Pada 1943, Loji Buddha Singapura (新加坡佛教居士林) dibentuk dengan sekitar 100 anggota, yang kebanyakan berasal dari kalangan elit sosial Tionghoa. Tempatnya berada di sebuah rumah dua lantai di 26 Blair Road, yang disumbangkan oleh Lee, yang juga memberikan S$1,000 untuk furniture dan pengeluaran lainnya, sebuah jumlah yang dianggap banyak pada waktu itu.[10] Anggota di loji tersebut bertambah menjadi lebih dari 2000 anggota pada 1946, sehingga Zhang Jiamei dan Zhong Tianshui memutuskan untuk menyewa tempat yang lebih besar di 17 Kim Yam Road. pada 1950, Zhang dan Lee menyumbangkan S$10,000 dan mulai mengumpulkan sumbangan agar dapat menyewa tempat yang lebih besar tersebut.[18]
Federasi Buddha Singapura
Pertumbuhan jumlah wihara dan penganut Buddha bertambah dua kali lipat setelah perang, tetapi tidak memiliki sebuah organisasi payung, setiap wihara, yang dikepalai oleh seorang ketua biksu atau komite manajemen, memakai cara mereka sendiri untuk mengurusi urusan-nya dan memakai cara sendiri untuk dukungan keuangan. Lee mengundang para perwakilan dari seluruh wihara Tionghoa ke Loji Buddha Singapura untuk membicarakan pembentukan sebuah organisasi payung, dan pada 30 Oktober 1949, Federasi Buddha Singapura didaftarkan, sementara Lee terpilih sebagai ketua-nya dan Yang Mulia Hong Choon sebagai wakil ketua-nya.[19] Pada dekade pertama-nya, jasa paling dikenalnya adalah menjadikan Hari Waisak sebagai hari libur publik pada 1955, mendapatkan persetujuan dari pemerintah untuk membuat sebuah pemakaman Buddha yang memiliki luas sekitar 110 ekar (0,45 km2) di Jalan Choa Chu Kang dan mengurusi dua sekolah, Sekolah Maha Bodhi dan Sekolah Mee Toh.[19]
Wihara Tionghoa di Sarnath
Pada awal 1930an, Lee mengetahui bahwa Yang Mulia Tao Chiai menginginkan pemulihan sebuah wihara Tionghoa yang tak terurus di Sarnath (taman rusa dimana Buddha memberikan kotbah pertamanya setelah pencerahan-nya) yang dibangun oleh seorang kaisar Tionghoa dari Dinasti Tang pada abad ke-8 Masehi. Yang Mulia Tao Chiai meninggal sebelum ia memenuhi tugas tersebut; namun, ketua pengikutnya, Yang Mulia Teh Yue, melanjutkan proyek pemulihan tersebut, yang disumbangkan oleh Lee secara pribadi. Lee meminta seorang peziarah ke India bersama denga Yang Mulia Teh Yue dan dibawa bersama dengan seorang insinyur Inggris, A. H. King, untuk mencukupi penyediaan dan membantu karya pemulihan tersebut. Wihara tersebut masih berdiri sampai sekarang di Sarnath dan biasa disebut Wihara Tionghoa di Sarnath.[20]
Kematian dan peringatan
Pada 5 Juni 1966, Lee ditemukan wafat di rumahnya di Jalan Pasir Panjang. Pada 9 November 2008, kehidupan dan kontribusi-nya kepada masyarakat dikenang dalam sebuah galeri yang disebut The Pioneers' Memorial Hall, di lantai bawah Ee Hoe Hean Club di Jalan Bukit Pasoh.[1][14]