Sejarah militer Indonesia meliputi sejarah militer negara modern Republik Indonesia, serta sejarah militer negara-negara yang mendahului dan membentuknya. Ini mencakup kaleidoskop konflik yang melampaui lebih dari ribuan tahun. Sejarah militer zaman kuno dan abad pertengahan dimulai ketika peperangan suku dimulai di antara penduduk asli, dan meningkat ketika kerajaan-kerajaan muncul. Periode modern didefinisikan melalui pendudukan kolonial asing, pertempuran untuk kemerdekaan melalui perang gerilya selama Revolusi Nasional Indonesia, penaklukan regional, dan perselisihan dengan negara-negara tetangga, serta pertempuran antara Republik dan faksi-faksi separatis. Sejak pembentukan Republik, militer telah memainkan peran penting dalam urusan negara. Namun, di era pasca-Suharto, militer Indonesia telah mundur dari politik, tetapi masih memiliki pengaruh tertentu.[2]
Sebagai negara kepulauan, secara historis Indonesia selalu menjadi suatu kekuatan maritim sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit.[3] Kerajaan Sriwiajaya abad ke-7 misalnya, berkembang pesat dengan memaksimalkan potensi kelautan.[4] Selama awal pembentukannya hingga zaman Orde Baru Suharto, militer Indonesia sangat berfokus pada komponen daratnya. Namun, pada abad ke-21, perhatiannya telah bergeser ke ranah maritim, seperti pada tahun 2014 Presiden Joko Widodo telah menyatakan keinginan untuk mengubah Indonesia menjadi suatu "poros maritim".[1]
Peperangan prasejarah
Patung-patung pendekar perunggu, Jawa, sekitar tahun 500 SM–300 M.
Temuan arkeologis yang berasal dari zaman prasejarah telah menemukan berbagai senjata batu dan logam, seperti kapak, panah, dan ujung tombak. Biasanya digunakan untuk berburu, mereka juga digunakan oleh suku-suku untuk saling bertempur. Beberapa benda perunggu yang lebih rumit, seperti kapak, tampaknya lebih cocok untuk keperluan upacara, tetapi menunjukkan pengaruhnya sebagai sebuah ikon. Senjata bermata pisau asli, seperti parang, kelewang, mandau, badik, pedang, kujang, golok, dan keris, ditemukan awal.[5]
Perang suku masih terjadi di antara suku-suku Papua di Papua Barat, serta daerah-daerah Nusantara yang lebih terpencil, seperti pedalaman Kalimantan dan Sumatra.[6]
Kerajaan-kerajaan kuno
Sumber-sumber Yunani dan Tiongkok menyebutkan bahwa penduduk di nusantara sudah membangun kapal-kapal besar dari setidaknya abad ke-1 M, kapal-kapal itu bisa lebih dari 50 m panjangnya dan memiliki lambung bebas minimum setinggi 5,2–7,8 m.[catatan 1] Kapal-kapal ini disebut kolandiaphonta oleh orang Yunani dan K'un-Lun po oleh orang Tionghoa.[7]:41[8]:347[9]:27-28
^Dalam naskah aslinya, panjang kapal ditulis sebagai 20 chang atau lebih dan lambung bebasnya 2-3 chang. Di sini 1 chang (atau zhang) diambil sebagai 2,6 meter.
^Lonely Planet, Loren Bell, Stuart Butler, Trent Holden, Anna Kaminski, Hugh McNaughtan, Adam Skolnick, Iain Stewart, Ryan Ver Berkmoes (2016). Lonely Planet Indonesia. Lonely Planet. ISBN9781760341619.Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)
^Dick-Read, Robert (2005). The Phantom Voyagers: Evidence of Indonesian Settlement in Africa in Ancient Times. Thurlton.
^Dick-Read, Robert (July 2006). "Indonesia and Africa: questioning the origins of some of Africa's most famous icons". The Journal for Transdisciplinary Research in Southern Africa. 2 (1): 23–45. doi:10.4102/td.v2i1.307.