Sejarah Kementerian Komunikasi dan Digital (sebelumnya Kementerian Komunikasi dan Informatika) berawal dari pembentukan kembali dari Departemen Penerangan pasca era reformasi.
Era Orde Lama dan Orde Baru (1945-1998)
Pembentukan Departemen Penerangan pertama kali ditandai dengan penetapan Amir Sjarifoeddin sebagai Menteri Penerangan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 19 Agustus1945[2]. Selama masa Orde Lama dan Orde Baru, Departemen Penerangan bertugas untuk mengatur dan membina pers, media massa. televisi, film, radio, grafika, percetakan dan penerangan umum. Departemen Penerangan terdiri atas Direktorat Jenderal Penerangan Umum, Direktorat Jenderal Radio, Televisi, Film, Direktorat Jenderal Urusan Penyiaran dan Media Massa, Direktorat Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika, serta memiliki instansi vertikal (Kantor Wilayah dan Kantor Dinas) sampai daerah. Departemen Penerangan juga memegang kendali Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara.
Era Presiden Habibie (1998-1999)
Ketika Reformasi tejadi pada 1998, yang ditandai oleh salah satu tuntutan demokrasi dan kebebasan pers, Presiden B.J. Habibie mengajukan UU No. 40 Tahun 1999 mengenai Pers yang menghilangkan SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) yang menjadi 'momok' perusahaan pers selama Orde Baru. UU ini juga memperkuat independensi Dewan Pers yang sebelumnya dikepalai langsung secara ex-officio oleh Menteri Penerangan, menjadi lembaga independen dari pemerintah dan berfungsi menjaga independensi pers. Pada era ini, UU No. 36 Tahun 1999 mengenai Telekomunikasi, sebagai dasar regulasi telekomunikasi dan internet Indonesia, pertamakali diundangkan. Undang-Undang tersebut juga membentuk Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dibawah Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Postel), Departemen Perhubungan saat itu.
Era Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2000)
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, Departemen Penerangan dan Departemen Sosial dibubarkan. Dalam penjelasan di sidang paripurna DPR pada November 1999, Abdurrahman Wahid menegaskan bahwa pembubaran itu dilakukan semata-mata untuk efisiensi dan perampingan kabinet pemerintahan, sekaligus dalam rangka implementasi sepenuhnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.[3] Selain itu juga pada era tersebut, Lembaga Sensor Film yang semula dikelola oleh Departemen Penerangan dialihkan ke lingkungan Departemen Pendidikan.
Sebagai lembaga pengganti Departemen Penerangan, Abdurrahman Wahid membentuk Badan Informasi Komunikasi Nasional (BIKN) melalui Keppres No. 153 Tahun 1999, dengan Kepala BIKN setara Eselon 1a. Melalui Keputusan Presiden tersebut, seluruh aset dan personil eks Departemen Penerangan pada tingkat pusat dialihkan kepada Badan Informasi dan Komunikasi Nasional, kecuali aset dan personil Direktorat Televisi, TVRI Stasiun Pusat Jakarta, Balai Pendidikan dan Pelatihan Televisi Jakarta, Direktorat Radio, Stasiun Radio Republik Indonesia Nasional Jakarta, Balai Pendidikan dan Pelatihan Radio Jakarta, Balai Elektronika dan Laboratorium Radio Jakarta, dan Maintenance Center Jakarta.
Dalam rangka pelaksanaan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, eks instansi vertikal Departemen Penerangan termasuk seluruh aset dan personilnya dialihkan menjadi Perangkat/Dinas Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, kecuali TVRI Stasiun Daerah, TVRI Stasiun Produksi, TVRI Sektor dan Satuan Transmisi, Stasiun Radio RI Regional I dan II, Multimedia Training Center Yogyakarta, serta Maintenance Center Medan dan Makassar.[4]
Era Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004)
Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, dibentuk Kementerian Negara Komunikasi dan Informasi pada 2001, dengan Syamsul Mu'arif sebagai Menteri Negara yang pertama. Untuk melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pelayanan informasi nasional, juga dibentuk Lembaga Informasi Nasional (LIN). Selain itu, sebagian wewenang Kementerian dalam hal konten penyiaran dialihkan ke lembaga independen baru bernama Komisi Penyiaran Indonesia yang didirikan melalui UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Berdasarkan UU tersebut juga, status TVRI serta RRI diubah menjadi Lembaga Penyiaran Publik yang bersifat independen, netral, tidak komersial, dan melayani masyarakat.
Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)
Pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kabinet Indonesia Bersatu I, dibentuklah pertama kali Departemen Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Departemen ini terbentuk melalui penggabungan Kementerian Negara Komunikasi dan Informasi, Lembaga Informasi Nasional, Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi yang berasal dari Departemen Perhubungan, serta Direktorat Jenderal baru yaitu Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika. Lembaga Informasi Nasional dipecah dua menjadi Ditjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi dan Badan Informasi Publik.
Pada 2008, Departemen Komunikasi dan Informatika dan DPR menyelesaikan sejumlah paket Undang-Undang yakni:
UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, yang bertujuan untuk melindungi warga negara dari pornografi, terutama anak dan perempuan.
UU No. 38 Tahun 2009 tentang Pos, sebagai amanah untuk penyehatan PT Pos Indonesia (Persero) serta mengatur kewajiban pos universal.
Seiring penyesuaian nomenklatur Departemen menjadi Kementerian pada 2009, Depkominfo berubah menjadi Kementerian Komunikasi dan Informatika di era Kabinet Indonesia Bersatu II. Ditjen Pos dan Telekomunikasi dibagi menjadi Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) serta Ditjen Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI). Ditjen Aplikasi Telematika berubah nama menjadi Ditjen Aplikasi Informatika (Aptika). Sedangkan Ditjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi dan Badan Informasi Publik dilebur kembali menjadi Direktorat Jenderal Informasi Komunikasi Publik (IKP). Struktur ini terus berlaku hingga pemerintahan era Presiden Joko Widodo (2014-2024).
Pada era ini, Kemkominfo juga bertanggungjawab untuk infrastruktur internet melalui kebijakan Pita Lebar Indonesia dan proyek Palapa Ring.
Revisi UU ITE sebanyak dua kali (UU No. 19 Tahun 2016 dan UU No. 1 Tahun 2024) untuk menyesuaikan kebebasan berpendapat dan literasi di era digital.
Pembentukan Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif (PSBIN) pada April 2015 yang berisikan sejumlah Tim Panel untuk meningkatkan akuntabilitas pemblokiran konten internet.
Lahirnya Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2015 mengenai Pengelolaan Komunikasi Publik, yang menegaskan peran Kemkominfo sebagai koordinator Government Public Relations (GPR) dalam rangka menunjang keberhasilan Kabinet Kerja, menyerap aspirasi publik, dan mempercepat penyampaian informasi tentang kebijakan dan program pemerintah.
Pembentukan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pada 2017, yang dikembangkan dari Indonesia Security Incident Response Team On Internet Infrastructure (ID-SIRTII) dan Direktorat Keamanan Informasi dari Kominfo yang dilebur bersama Lembaga Sandi Negara.
Berbagai inisiatif kolaborasi antara Kominfo, masyarakat, dan dunia usaha untuk mendukung tren pertumbuhan usaha rintisan berbasis teknologi (startup) di Indonesia, seperti NextiCorn (sejak 2015), Gerakan Nasional 1000 Startup Digital (sejak 2016), Startup Studio Indonesia (sejak 2020), HUB.ID (sejak 2021).
Peluncuran layanan Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) Indonesia pada 2019 untuk memperkuat implementasi Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi di Indonesia.
Pembubaran Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) melalui Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2020 sebagai serangkaian efisiensi lembaga nonstruktural yang berpotensi tumpang tindih. Fungsi BRTI kembali dikelola oleh Kementerian Kominfo.
Penyusunan strategi transformasi digital nasional pada 2020 yang berfokus pada empat pilar; 1) infrastruktur digital; 2) pemerintahan digital; 3) ekonomi digital; 4) talenta digital.
Implementasi kebijakan Analog Switch Off (ASO) untuk implementasi TV Digital sebagai amanah Undang-Undang Cipta Kerja (2020) yang mengubah UU Penyiaran.
Mendorong infrastructure-sharing dan network-sharing melalui pengaturan penggunaan bersama jaringan/infrastruktur pasif di Undang-Undang Cipta Kerja yang juga mengubah UU Telekomunikasi, untuk mendorong efisiensi dan konsolidasi industri telekomunikasi nasional.
Lahirnya UU No. 27 tahun 2022 mengenai Pelindungan Data Pribadi (PDP) yang mengamanatkan lahirnya Otoritas Pengawas Pelindungan Data Pribadi dalam dua tahun diundangkannya UU tersebut.
Era Presiden Prabowo Subianto (2024-Sekarang)
Untuk akselerasi transformasi digital, nomenklatur Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berubah menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam Kabinet Merah Putih. Hal ini diikuti juga oleh perombakan struktur di tingkat Eselon I/Direktorat Jenderal melalui Peraturan Presiden No. 174 Tahun 2024.
Tugas dan fungsi
Merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2023, Kementerian Komunikasi dan Informatika mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika menyelenggarakan fungsi:
perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya dan perangkat pos dan informatika, penyelenggaraan pos dan informatika, penata kelolaan aplikasi informatika, pengelolaan informasi dan komunikasi publik;
koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika;
pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Komunikasi dan Informatika;
pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika;
pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan pengelolaan sumber daya dan perangkat pos dan informatika, penyelenggaraan pos dan informatika, penata kelolaan aplikasi informatika, pengelolaan informasi dan komunikasi publik;
pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia komunikasi dan informatika; dan
pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika.[5]
Struktur organisasi
Struktur organisasi Kementerian Komunikasi dan Digital berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 174 tahun 2024 adalah:
Pada tahun 2020, Direktur Jenderal AptikaSemuel Abrijani Pangerapan dan Johnny G. Plate memperkenalkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 yang mewajibkan perusahaan asing untuk mendaftar dalam daftar Penyelenggara Sistem Elektronik. Peraturan ini memungkinkan pemerintah untuk mengakses informasi pribadi warga negara dan mengancam akan memblokir akses jika perusahaan tidak mendaftar. Peraturan ini direvisi dan disahkan pada tahun 2021.[6] Pada Juli 2022, beberapa situs web populer seperti PayPal, Epic Games, Steam, Origin, dan Yahoo!, serta permainan video seperti Counter-Strike: Global Offensive dan Dota 2 diblokir karena tidak terdaftar sesuai peraturan tersebut.[7][8][9]
Serangan Terhadap Pusat Data Nasional Sementara
Pusat Data Nasional (PDN) adalah fasilitas pusat data yang berfungsi untuk menempatkan, menyimpan, dan mengolah data. Sebagai solusi sementara sambil menunggu pembangunan PDN, pemerintah membangun Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Pada tanggal 17 Juni 2024, layanan PDNS Kementerian Kominfo yang berlokasi di Surabaya diserang oleh ransomware bernama Brain Cipher. Serangan ini terjadi pada 20 Juni pukul 00.54 WIB, mengganggu operasional 239 instansi, termasuk 30 kementerian/lembaga, 15 provinsi, 148 kabupaten, dan 48 kota. Anggota Komisi I DPR RI mengkritik Kominfo yang tidak melakukan pencadangan data di PDN. Pada 4 Juli 2024, Dirjen Aptika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengundurkan diri, dengan alasan bertanggung jawab atas peretasan terhadap PDNS.[10][11][12][13][14][15]
Pegawai Komdigi Terlibat Kolusi dengan Situs Judi Online
Sebanyak 11 orang, termasuk pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), ditangkap terkait kolusi dengan situs judi online. Alih-alih memblokir, pegawai Komdigi justru 'membina' sekitar 1.000 situs judi dengan imbalan Rp 8,5 juta per situs. Penggeledahan dilakukan di kantor pusat dan 'kantor satelit' Komdigi di Bekasi, di mana ditemukan bukti berupa laptop dan perangkat lainnya. Menkomdigi Meutya Hafid berkomitmen untuk melakukan pembersihan internal dan memperkuat pakta integritas guna memberantas judi online sesuai arahan Presiden Prabowo.[16]
Mantan Menkominfo Budi Arie Setiadi menolak berkomentar banyak soal kasus judi online yang menyeret pegawai Kemenkomdigi. Saat ditemui di Kemenko Pemberdayaan Masyarakat, Budi hanya menjawab singkat, “Saya fokus koperasi dan urus rakyat.” Sebagai Menteri Koperasi dan UKM, Budi mendukung penegakan hukum terhadap mantan bawahannya dan mengapresiasi langkah aparat. Selama menjabat sebagai Menkominfo, ia mengklaim telah memblokir 3,8 juta konten judi online.[17]