Kementerian Dikdasmen mempunyai tugas menyelenggarakan suburusan pemerintahan pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang pendidikan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Dikdasmen menyelenggarakan fungsi:[1]
perumusan dan penetapan kebijakan di bidang guru, pendidik lainnya, dan tenaga kependidikan, serta pendidikan profesi guru, dan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan vokasi, pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus;
pelaksanaan kebijakan di bidang guru, pendidik lainnya, dan tenaga kependidikan, pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan lintas daerah provinsi, dan fasilitasi pendidikan profesi guru;
pelaksanaan fasilitasi guru, pendidik lainnya, dan tenaga kependidikan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan vokasi, pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus;
penyusunan standar, kurikulum, dan asesmen di bidang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan vokasi, pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus;
penetapan standar nasional pendidikan dan kurikulum nasional pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan vokasi, pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus;
pelaksanaan pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra;
pelaksanaan pengelolaan sistem perbukuan;
pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah;
koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian;
pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian;
pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian;
pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian; dan
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.
Susunan Organisasi
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 188 Tahun 2024[1], Kementerian Dikdasmen terdiri dari:
Staf Ahli Bidang Regulasi dan Hubungan Antar Lembaga
Staf Ahli Bidang Manajemen Talenta
Staf Ahli Bidang Teknologi Pendidikan
Sejarah
Awal Kemerdekaan (1945–1950)
Pada prakemerdekaan pendidikan bukan untuk mencerdaskan kaum pribumi, melainkan lebih pada kepentingan kolonial penjajah. Pada bagian ini, semangat menggeloraan ke-Indonesia-an begitu kental sebagai bagian dari membangun identitas diri sebagai bangsa merdeka. Karena itu tidaklah berlebihan jika instruksi menteri saat itu pun berkait dengan upaya memompa semangat perjuangan dengan mewajibkan bagi sekolah untuk mengibarkan sang merah putih setiap hari di halaman sekolah, menyanyikan lagu Indonesia Raya, hingga menghapuskan nyanyian Jepang Kimigayo.[3]
Organisasi kementerian yang saat itu masih bernama Kementerian Pengajaran pun masih sangat sederhana. Namun, kesadaran untuk menyiapkan kurikulum sudah dilakukan. Menteri Pengajaran yang pertama dalam sejarah Republik Indonesia adalah Ki Hadjar Dewantara. Pada Kabinet Syahrir I, Menteri Pengajaran dipercayakan kepada Mr. Mulia. Mr. Mulia melakukan berbagai langkah seperti meneruskan kebijakan menteri sebelumnya di bidang kurikulum berwawasan kebangsaan, memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan, serta menambah jumlah pengajar.[3]
Pada Kabinet Syahrir II, Menteri Pengajaran dijabat oleh Muhammad Sjafei sampai tanggal 2 Oktober 1946. Selanjutnya, Menteri Pengajaran dipercayakan kepada
Mr. Soewandi hingga 27 Juni 1947. Pada era kepemimpinan Mr. Soewandi ini terbentuk Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang diketuai Ki Hadjar Dewantara. Panitia ini bertujuan meletakkan dasar-dasar dan susunan pengajaran baru.[3]
Era Demokrasi Liberal (1951–1959)
Dapat dikatakan pada masa ini stabilitas politik menjadi sesuatu yang langka, demikian halnya dengan program yang bisa dijadikan tonggak, tidak bisa dideskripsikan dengan baik. Selama masa demokrasi liberal, sekitar sembilan tahun, telah terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Kabinet Natsir yang terbentuk tanggal 6 September 1950, menunjuk Dr. Bahder Johan sebagai Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan (PP dan K). Mulai bulan April 1951 Kabinet Natsir digantikan Kabinet Sukiman yang menunjuk Mr. Wongsonegoro sebagai Menteri PP dan K. Selanjutnya Dr. Bahder Johan menjabat Menteri PP dan K sekali lagi, kemudian digantikan Mr. Mohammad Yamin, RM. Soewandi, Ki Sarino Mangunpranoto, dan Prof. Dr. Prijono.[3]
Pada periode ini, kebijakan pendidikan merupakan kelanjutan kebijakan menteri periode sebelumnya. Yang menonjol pada era ini adalah lahirnya payung hukum legal formal di bidang pendidikan, yaitu UU Pokok Pendidikan Nomor 4 Tahun 1950.[3]
Era Demokrasi Terpimpin (1959–1966)
Dekret Presiden 5 Juli 1959 mengakhiri era demokrasi parlementer, digantikan era demokrasi terpimpin. Di era demokrasi terpimpin banyak ujian yang menimpa bangsa Indonesia. Konfrontasi dengan Belanda dalam masalah Irian Barat, sampai peristiwa G30S/PKI menjadi ujian berat bagi bangsa Indonesia.[3]
Dalam Kabinet Kerja I, 10 Juli 1959–18 Februari 1960, status kementerian diubah menjadi menteri muda. Kementerian yang mengurusi pendidikan dibagi menjadi tiga menteri muda, di antaranya: Menteri Muda Bidang Sosial Kulturil dipegang Dr. Prijono, Menteri Muda PP dan K dipegang Sudibjo, dan Menteri Muda Urusan Pengerahan Tenaga Rakyat dipegang Sujono.[3]
Era Orde Baru (1966–1998)
Setelah Pemberontakan G30S/PKI berhasil dipadamkan, terjadilah peralihan dari demokrasi terpimpin ke demokrasi Pancasila. Era tersebut dikenal dengan nama Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Kebijakan di bidang pendidikan pada era Orde Baru cukup banyak dan beragam mengingat orde ini memegang kekuasaan cukup lama yaitu 32 tahun. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain kewajiban penataran P4 bagi peserta didik, normalisasi kehidupan kampus, bina siswa melalui OSIS, ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan atau EYD, Kuliah Kerja Nyata (KKN) bagi mahasiswa, merintis sekolah pembangunan, dan lain-lain. Pada era ini, tepatnya tahun 1978, tahun ajaran baru digeser ke bulan Juni. Pembangunan infrastruktur pendidikan juga berkembang pesat pada era ini.[3]
Setelah berjaya memenangkan enam kali Pemilu, Orde Baru pada akhirnya sampai pada akhir perjalanannya. Pada tahun 1998, Indonesia diterpa krisis politik dan ekonomi. Demonstrasi besar-besaran pada tahun tersebut berhasil memaksa Presiden Soeharto meletakkan jabatannya. Kabinet pertama pada era reformasi adalah kabinet hasil Pemilu 1999 yang dipimpin Presiden Abdurrahman Wahid. Pada masa ini, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diubah menjadi Departemen Pendidikan Nasional dengan menunjuk Dr. Yahya Muhaimin sebagai Menteri Pendidikan Nasional. Pada tahun 2001, MPR menurunkan Presiden Abdurrahman Wahid dalam sidang istimewa MPR dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai presiden. Di era pemerintahan Presiden Megawati, Mendiknas dijabat Prof. Drs. A. Malik Fadjar, M.Sc.[3]
Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Pada pemilihan Umum 2004 dan 2009, rakyat Indonesia memilih presiden secara langsung. Pada dua pemilu tersebut, Susilo Bambang Yudhoyono berhasil terpilih menjadi presiden. Selama kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, jabatan Mendiknas secara berturut-turut dijabat oleh Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA. dan Prof. Dr. Ir. Mohamad Nuh. Pada tahun 2011 istilah departemen diganti menjadi kementerian dan pada tahun 2012 bidang pendidikan dan kebudayaan disatukan kembali menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.[3] Kebijakan pendidikan pada era reformasi antara lain perubahan IKIP menjadi universitas, reformasi undang-undang pendidikan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Ujian Nasional (UN), sertifikasi guru dan dosen, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pendidikan karakter, dan lain-lain.[3]
Pada tahun 2021, saat perombakan kedua Kabinet Indonesia Maju, Kementerian Riset dan Teknologi digabungkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek). Kementerian ini dipimpin oleh Nadiem Makarim yang dilantik oleh Presiden Joko Widodo pada 28 April 2021.[6]