Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (disingkat KemenP2MI/BP2MI), sebelumnya bernama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (disingkat BNP2TKI), adalah sebuah Lembaga Pemerintah Kementerian di Indonesia yang mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan Pekerja Migran Indonesia (Sebelumnya dikenal dengan istilah Tenaga Kerja Indonesia) di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi.
Lembaga ini pertamakali dibentuk sebagai BNP2TKI berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 sebelum digantikan oleh BP2MI melalui Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2019. Badan ini saat ini dikepalai oleh Menteri Pelindungan Pekerja Migran IndonesiaAbdul Kadir Karding yang dilantik pada 21 Oktober 2024.
Sejarah
Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda melalui penempatan buruh kontrak ke negara Suriname, Amerika Selatan, yang juga merupakan wilayah Koloni Belanda. Bahan yang diperoleh dari Direktorat Sosialisasi dan Kelembagaan Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) menyebutkan, sejak 1890 pemerintah Belanda mulai mengirim sejumlah besar kuli kontrak asal Jawa bahkan Madura, Sunda, dan Batak untuk dipekerjakan di perkebunan di Suriname. Tujuannya untuk mengganti tugas para budak asal Afrika yang telah dibebaskan pada 1 Juli1863 sebagai wujud pelaksanaan politik penghapusan perbudakan sehingga para budak tersebut beralih profesi serta bebas memilih lapangan kerja yang dikehendaki. Dampak pembebasan para budak itu membuat perkebunan di Suriname telantar dan mengakibatkan perekonomian Suriname yang bergantung dari hasil perkebunan turun drastis.[1]
Adapun dasar pemerintah Belanda memilih TKI asal Jawa adalah rendahnya tingkat perekonomian penduduk pribumi (Jawa) akibat meletusnya Gunung Merapi dan padatnya penduduk di Pulau Jawa. Gelombang pertama pengiriman TKI oleh Belanda diberangkatkan dari Batavia (Jakarta) pada 21 Mei1890 dengan Kapal SS Koningin Emma. Pelayaran jarak jauh ini singgah di negeri Belanda dan tiba di Suriname pada 9 Agustus1890. Jumlah TKI gelombang pertama sebanyak 94 orang terdiri 61 pria dewasa, 31 wanita, dan 2 anak-anak. Kegiatan pengiriman TKI ke Suriname yang sudah berjalan sejak 1890 sampai 1939 mencapai 32.986 orang, dengan menggunakan 77 kapal laut.
Selanjutnya dapat dikatakan, pada masa kemerdekaan Indonesia hingga akhir 1960-an, penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri belum melibatkan pemerintah, tetapi dilakukan secara orang perorang, kekerabatan, dan bersifat tradisonal. Negara tujuan utamanya adalah Malaysia dan Arab Saudi yang berdasarkan hubungan agama (haji) serta lintas batas antarnegara. Untuk Arab Saudi, para pekerja Indonesia pada umumnya dibawa oleh mereka yang mengurusi orang naik haji/umroh atau oleh orang Indonesia yang sudah lama tinggal atau menetap di Arab Saudi. Adapun warganegara Indonesia yang bekerja di Malaysia sebagian besar datang begitu saja ke wilayah Malaysia tanpa membawa surat dokumen apa pun, karena memang sejak dahulu telah terjadi lintas batas tradisional antara dua negara tersebut. Hanya pada masa konfrontasi kedua negara pada era Orde Lama kegiatan pelintas batas asal Indonesia menurun, tetapi masih tetap ada.
Penempatan TKI dengan Kebijakan Pemerintah
Penempatan TKI yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah Indonesia baru terjadi pada 1970 yang dilaksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 4/1970 melalui Program Antarkerja Antardaerah (AKAD) dan Antarkerja Antarnegara (AKAN), dan sejak itu pula penempatan TKI ke luar negeri melibatkan pihak swasta (perusahaan pengerah jasa TKI atau pelaksana penempatan TKI swasta). Program AKAN ditangani oleh pejabat kepala seksi setingkat eselon IV dan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penggunaan (Bina Guna). Program/Seksi AKAN membentuk Divisi atau Satuan Tugas Timur Tengah dan Satuan Tugas Asia Pasifik. Sementara itu pelayanan penempatan TKI ke luar negeri di daerah dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Depnakertranskop untuk tingkat provinsi dan Kantor Depnakertranskop Tingkat II untuk Kabupaten. Kegiatan yang dinaungi oleh Dirjen Bina Guna ini berlangsung hingga 1986.
Selanjutnya pada 1986 terjadi penggabungan dua Direktorat Jenderal yaitu Direktorat Jenderal Bina Guna dan Direktorat Jenderal Pembinaan dan Perlindungan (Bina Lindung) menjadi Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan (Binapenta). Pada 1986 ini Seksi AKAN berubah menjadi "Pusat AKAN" yang berada di bawah Sekretariat Jenderal Depnakertrans. Pusat AKAN dipimpin oleh pejabat setingkat eselon II dan bertugas melaksanakan penempatan TKI ke luar negeri. Di daerah pada tingkat provinsi/Kanwil, kegiatan penempatan TKI dilaksanakan oleh "Balai AKAN."
Pada 1994 Pusat AKAN dibubarkan dan fungsinya diganti Direktorat Ekspor Jasa TKI (eselon II) di bawah Direktorat Jenderal Binapenta. Namun pada 1999 Direktorat Ekspor Jasa TKI diubah menjadi Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN). Dalam upaya meningkatan kualitas penempatan dan keamanan perlindungan TKI telah dibentuk pula Badan Koordinasi Penempatan TKI (BKPTKI) pada 16 April1999 melalui Keppres No 29/1999 yang keanggotannya terdiri 9 instansi terkait lintas sektoral pelayanan TKI untuk meningkatkan program penempatan dan perlindungan tenaga kerja luar negeri sesuai lingkup tugas masing-masing.
Pada tahun 2001 Direktorat Jenderal Binapenta dibubarkan dan diganti Direktorat Jenderal Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) sekaligus membubarkan Direktorat PTKLN. Direktorat Jenderal PPTKLN pun membentuk struktur Direktorat Sosialisasi dan Penempatan untuk pelayanan penempatan TKI ke luar negeri. Sejak kehadiran Direktorat Jenderal PPTKLN, pelayanan penempatan TKI di tingkat provinsi/kanwil dijalankan oleh BP2TKI (Balai Pelayanan dan Penempatan TKI).
Kelahiran BNP2TKI
Pada 2004 lahir Undang-undang No 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang pada pasal 94 ayat (1) dan (2) mengamanatkan pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Kemudian disusul dengan lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) No 81/2006 tentang Pembentukan BNP2TKI yang struktur operasional kerjanya melibatkan unsur-unsur instansi pemerintah pusat terkait pelayanan TKI, antara lain Kemenlu, Kemenhub, Kemenakertrans, Kepolisian, Kemensos, Kemendiknas, Kemenkes, Imigrasi (Kemenhukam), Sesneg, dan lain-lain.
Tugas pokok BNP2TKI adalah:
melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan Pemerintah negara Pengguna TKI atau Pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan;
memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan mengenai: dokumen; pembekalan akhir pemberangkatan (PAP); penyelesaian masalah; sumber-sumber pembiayaan; pemberangkatan sampai pemulangan; peningkatan kualitas calon TKI; informasi; kualitas pelaksana penempatan TKI; dan peningkatan kesejahteraan TKI dan keluarganya.
Keanggotaan BNP2TKI terdiri dari wakil-wakil instansi Pemerintah terkait. Dalam melaksanakan tugasnya, BNP2TKI dapat melibatkan tenaga-tenaga profesional.
Pada 2006 pemerintah mulai melaksanakan penempatan TKI program Government to Government (G to G) atau antarpemerintah ke Korea Selatan melalui Direktorat Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) di bawah Direktorat Jenderal PPTKLN Depnakertrans. Pada 2007 awal ditunjuk Mohammad Jumhur Hidayat sebagai Kepala BNP2TKI melalui Keppres No 02/2007, yang kewenangannya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Tidak lama setelah Keppres pengangkatan itu yang disusul pelantikan Jumhur selaku Kepala BNP2TKI, dikeluarkan Peraturan Kepala BNP2TKI No 01/2007 tentang Struktur Organisasi BNP2TKI yang meliputi unsur-unsur intansi pemerintah tingkat pusat terkait pelayanan TKI. Dasar peraturan ini adalah Instruksi Presiden (Inpres) No 6/2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
Dengan kehadiran BNP2TKI ini maka segala urusan kegiatan penempatan dan perlindungan TKI berada dalam otoritas BNP2TKI, yang dikoordinasi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi namun tanggung jawab tugasnya kepada Presiden. Akibat kehadiran BNP2TKI pula, keberadaan Direktorat Jenderal PPTKLN otomatis bubar berikut Direktorat PPTKLN karena fungsinya telah beralih ke BNP2TKI. Program penempatan TKI G to G ke Korea pun dilanjutkan oleh BNP2TKI, bahkan program tersebut diperluas BNP2TKI bekerjasama pemerintah Jepang untuk penempatan G to G TKI perawat pada 2008, baik untuk perawat rumah sakit maupun perawat lanjut usia.
BNP2TKI Bertransformasi Menjadi BP2MI
Pada 2017, keluarlah Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan disusul Peraturan Presiden Nomor 90 tahun 2019 tentang Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, yang menunjuk BNP2TKI bertransformasi menjadi Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) sebagai Badan yang bertugas sebagai pelaksana kebijakan dalam pelayanan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia secara terpadu.
Di era BP2MI pada pemerintah PresidenJoko Widodo, arah kebijakan BP2MI memiliki tema besar pelindungan PMI yaitu Memerangi Sindikasi Pengiriman PMI Nonprosedural. Dengan Sasaran Strategis: meningkatnya pelindungan dan kesejahteraan PMI dan keluarganya, serta meningkatnya tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan Tujuan: Terwujudnya pelindungan PMI melalui penempatan PMI terampil dan profesional guna meningkatkan kesejahteraan PMI dan keluarganya sebagai aset bangsa, serta terselenggaranya peningkatan tata kelola organisasi yang efisien, efektif, dan akuntabel
Nusron Wahid (27 November 2014 – 20 Oktober 2019) Tatang Budie Utama Razak (20 Oktober 2019 – 15 April 2020, Pelaksana Tugas merangkap Sekretaris Utama)