Iqro (bahasa Arab: اقرأ, translit. iqraʾ, har.'Bacalah!'; judul lengkap: Buku Iqro': Cara Cepat Belajar Membaca Al-Qur’an) adalah buku teks yang digunakan komunitas Muslim di Indonesia dan Malaysia untuk belajar membaca huruf-huruf Arab dan melafalkan bahasa tersebut. Buku ini disusun oleh As'ad Humam bersama Team Tadarus Angkatan Muda Masjid-Musholla (AMM) yang berbasis di Yogyakarta.[1] Diterbitkan pada awal 1990-an, Iqro ditujukan sebagai batu loncatan awal untuk dapat membaca Al-Qur'an dalam bahasa aslinya serta keterampilan dalam membaca Al-Qur'an. Iqro biasanya dipelajari oleh anak-anak TK sampai awal sekolah dasar, dan sering digunakan di sekolah khusus pembacaan Al-Qur'an, pesantren, surau, dan sekolah rumah (homeschooling) untuk pendidikan agama.
Buku ini, beserta metode yang menyertainya, merupakan alternatif dari metode sebelumnya yang disebut metode "tradisional" atau "Baghdadi", dan Iqro menekankan peran aktif siswa dalam belajar. Buku ini dibagi dalam enam jilid (sering dikumpulkan dalam satu buku), masing-masing memperkenalkan bentuk dan bunyi huruf-huruf Arab dengan tingkat kesulitan yang semakin tinggi. Jilid-jilid tingkat atas juga mengajarkan dasar-dasar tajwid atau aturan pelafalan dalam membaca Al-Qur'an.
Indonesia memiliki mayoritas penduduk Muslim, tetapi hampir semuanya bukan penutur bahasa Arab, dan abjad Arab kini tidak umum digunakan, kecuali dalam konteks tertentu seperti teks keagamaan.[2] Karena itu, umat Muslim Indonesia perlu mempelajari abjad dan pelafalan bahasa Arab secara khusus agar dapat membaca Al-Qur'an.[3] Beberapa fonem bahasa Arab, seperti /θ/, bunyi huruf ث, tidak digunakan dalam bahasa Indonesia biasa dan membutuhkan latihan agar dapat dilafalkan dengan benar.[4] Selain itu, dalam membaca Al-Qur'an juga digunakan aturan pelafalan khusus yang disebut dengan tajwid.[5]
Sebelum populernya buku Iqro, sebagaian besar pelajaran membaca Al-Qur'an dilakukan dengan metode yang disebut "metode tradisional" atau "metode Baghdadi", yang masih digunakan sekarang walaupun tidak sebanyak dahulu.[6] Metode ini menggunakan buku teks yang disebut Qa'idah Baghdadiyyah ma'a Juz 'Amma, dan menggunakan teknik mengeja setiap huruf dan harakat (baris penanda vokal) dalam bahasa Indonesia sebelum melafalkan kata secara utuh (misal: "Nun, di atas: na!").[7] Metode ini mengandalkan hubungan individu antara guru dan murid secara langsung.[8]
Isi
Buku Iqro terdiri dari enam jilid, disebut Iqro 1 hingga Iqro 6, yang kadang dijual secara terpisah dengan warna-warni berbeda, atau dijual sekaligus dalam satu buku.[9][10] Setiap jilid diawali instruksi belajar. Halaman-halaman dalam buku ini sering diawali petunjuk di bagian atas yang berisi pelajaran baru dalam halaman itu (misalnya, cara suatu huruf berubah bentuk ketika disambung). Instruksi dalam bahasa Indonesia (misalnya "Hati-hati", "Pelan-pelan di sini") kadang muncul di tengah-tengah isi pelajaran.[3] Berbeda dengan metode tradisional yang mengandalkan pengajaran ketat dari guru ke siswa, buku Iqro dirancang agar dapat dipelajari secara lebih mandiri.[10][11] Guru hanya perlu memberikan sedikit instruksi dan selanjutnya mendengarkan bacaan siswanya dengan pasif.[12][11] Buku Iqro tidak mengajarkan pemahaman arti dari teks-teks bahasa Arab yang dibaca,[13] tetapi pengetahuan cara membaca teks bahasa Arab dengan lancar dapat menjadi dasar bagi siswa-siswa yang ingin melanjutkan belajar bahasa Arab di pesantren atau lembaga pendidikan lainnya.[14]
Keenam jilid Iqro disusun dari tingkat kesulitan rendah hingga tinggi.[10] Iqro 1 memperkenalkan huruf-huruf Arab dalam posisi terpisah dan hanya dengan vokal "a" (baris di atas, atau fathah). Iqro 2 memperkenalkan bentuk huruf bersambung (di awal, di tengah, atau di akhir), tetapi masih dengan fathah. Iqro 3 memperkenalkan vokal "i" (baris di bawah/kasrah) dan vokal "u" (baris di depan/dhammah). Iqro 4 memperkenalkan tanwin (penambahan bunyi -n setelah vokal), sukun (konsonan tanpa vokal), dan qalqalah (konsonan yang diikuti vokal pendek). Iqro 5 memperkenalkan berbagai bentuk alif lam ("al-", kata sandang takrif dalam bahasa Arab), dan salah satu aturan tajwid yaitu idgham (peleburan). Jilid terakhir, Iqro 6, memperkenalkan aturan-aturan tajwid yang lain seperti iqlab (perubahan "n" menjadi "m") dan ikhfa' (penyamaran bunyi), dan aturan wakaf (berhenti dalam membaca Al-Qur'an).[15]
Pengembangan
Buku Iqro beserta metodenya berasal dari As'ad Humam, seorang ulama dan pedagang dari Yogyakarta dan dikembangkan oleh tim bernama "Team Tadarus AMM" yang juga berasal dari Yogyakarta.[16][3] Buku Iqro pertama diterbitkan pada awal 1990-an,[6] tetapi menurut Team Tadarus AMM sejarahnya berawal sebelum itu. Pada 1953, sebuah kelompok belajar Al-Qur'an didirikan di Yogyakarta dengan menggunakan teknik tradisional Baghdadi.[3] Pada 1973, As'ad Humam memulai diskusi di rumahnya tentang tantangan-tantangan yang dihadapi kelompok ini dalam mengajarkan cara membaca Al-Qur'an.[3] Alhasil, didirikan Team Tadarus AMM yang kemudian menyusun laporan tentang kondisi mengajar. Di antara isi laporan tersebut adalah bahwa teknik pengajaran yang ada saat itu tidak memadai.[17]
Tim ini kemudian mencoba-coba teknik pengajaran baru, dan hasilnya adalah sebuah sistem yang kemudian menyebar ke kota-kota lain di Pulau Jawa. Pada 1988, tim ini menerima penghargaan dari Dinas Agama Daerah Istimewa Yogyakarta.[17] Pada 1992, buku Iqro telah dijual di seluruh Indonesia. Menyebarnya buku ini terjadi seiring munculnya sistem sekolah agama baru yang disebut Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA).[17] TPA awalnya diadakan di masjid-masjid lokal dengan pembina dari penduduk setempat.[17] Kemudian, sekolah-sekolah ini mulai membentuk persatuan setengah resmi yang disebut Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI).[6][18] BKPRMI melatih guru-guru TPA menggunakan bahan-bahan dan teknik Iqro.[19]
Pengajaran dengan buku Iqro selanjutnya menyebar cepat dan sangat banyak digunakan di seluruh Indonesia. Kesuksesan ini umumnya dikaitkan dengan meningkatkannya kecepatan siswa untuk belajar membaca Al-Qur'an jika dibandingkan dengan metode tradisional.[6] Sebagian pendukung metode tradisional berpendapat bahwa metode dengan Iqro memiliki kelemahan karena kurang "dalam" dan mengurangi pemahaman terhadap hal-hal yang dipelajari,[20] tetapi pada umumnya para pengusung Iqro menghindari konflik langsung dengan pengajar-pengajar yang telah menggunakan metode tradisional.[21] Pada saat yang sama, metode ini juga menyebar ke negeri jiran Indonesia yaitu Malaysia. Pada 1994, pemerintah Malaysia menetapkannya sebagai metode resmi pengajaran cara baca Al-Qur'an di sekolah dasar.[19][22] Buku Iqro Malaysia sedikit berbeda dengan versi asli Indonesia, contohnya, instruksi dalam bahasa Malaysia diberikan dalam huruf Jawi (umum digunakan dalam buku-buku pendidikan Islam di Malaysia) alih-alih huruf Latin.[23]
Penggunaan
Iqro adalah salah satu buku yang paling banyak digunakan untuk belajar membaca Al-Qur'an di Indonesia dan Malaysia.[23] Iqro biasanya digunakan oleh anak-anak umur taman kanak-kanak atau sekolah dasar tingkat awal, di TPA atau sekolah khusus pembacaan Al-Qur'an, pesantren, surau, dan sekolah rumah (homeschooling) untuk pendidikan agama. Kemampuan membaca Iqro juga dilombakan dalam lomba-lomba membaca Al-Qur'an seperti Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ).[24]