Babad Tanah JawiBabad Tanah Jawi (bahasa Jawa: ꦧꦧꦢ꧀ꦠꦤꦃꦗꦮꦶ, bahasa Indonesia: Sejarah Tanah Jawa) adalah sebuah sastra berbentuk tembang macapat berbahasa Jawa, yang berisi mengenai sejarah pulau Jawa. Terdapat beragam susunan, isi dan tidak ditemukan salinan yang berusia lebih tua daripada abad ke-18. Dibuat sebagai karya sastra bertema sejarah yang berbentuk tembang. Sebagai babad dengan pusat zaman kerajaan Mataram, naskah ini tidak pernah lepas dalam setiap kajian mengenai hal hal yang terjadi di tanah Jawa. Naskah ini juga memuat silsilah cikal bakal raja-raja tanah Jawa, dalam naskah ini penulis memberikan relasi hingga nabi Adam dan nabi-nabi lainnya sebagai nenek moyang raja-raja Hindu sampai Islam di tanah Jawa.[1] Naskah ini dipakai sebagai salah satu referensi dalam melakukan rekonstruksi sejarah pulau Jawa. Namun menyadari kentalnya campuran mitos dan pengkultusan, para ahli selalu menggunakannya dengan pendekatan kritis dan tidak menjadikannya sebagai rujukan primer.[2] VersiBabad Tanah Jawi dikelompokkan menjadi dua kelompok induk naskah:
Perbedaan keduanya terletak pada penceritaan sejarah Jawa Kuno sebelum munculnya cikal bakal kerajaan Mataram. Kelompok pertama hanya menceritakan riwayat Mataram secara ringkas, berupa silsilah dilengkapi sedikit keterangan, sementara kelompok kedua dilengkapi dengan kisah panjang lebar. Babad Tanah Jawi jilid 1 telah dialih aksarakan ke dalam aksara latin dari sumber aslinya berhuruf Jawa cetak oleh Balai Pustaka tahun 1939. Dirangkai dalam tujuh pupuh tembang Macapat, yaitu; Dhandhanggula l04 bait, Asmaradana 108 bait, Sinom 37 bait, Pangkur 58 bait, Dunna 96 bait, Mijil 63 bait. Kisah sejarah Jawa ini diawali ketika Allah menciptakan Nabi Adam di dunia, kemudian secara kronologis dilanjutkan dengan sejarah Nabi Sis, sampai kisah para Dewa, para raja di Tanah Jawa mulai dari Batara Brama dan Batara Wisnu sampai Kerajaan Pajajaran dan awal berdirinya kerajaan Majapahit. Hyang Nur Cahya sampai sejarah Prabu Watu Gunung di Giling Wesi. Prabu Watu gunung mempunyai saudara seperti; Tolu, Gumbreg, Julung, Sungsang Sang Hyang Guru memerintahkan kepada batara Wisnu untuk turun ke dunia memerintah dan mengendalikan dunia beserta isinya secara bijaksana, mendampingi Watu Gunung sampai pemerintahan di Pajajaran. Raja Pajajaran mempunyai anak bemama Siyung Wanara yang amat tampan dan sakti. Pada saat Raja Pajajaran meninggal oleh kerabat kerajaan Siyung Wanara dinobatkan menduduki tahta kerajaan dengan sebutan Arya Banyak Widhe. Pada masa pemerintahan Arya Banyak Widhe ada sorang pemuda bemama Susuruh, yang selalu membuat kekacauan di negeri Pajajaran dan akhimya menjadi buronan negara. Keselamatan Susuruh terancam, akhimya melarikan diri kearah timur dan bertemu dengan Ki Ajar Camara Tunggal. Disarankan apabila dalam perjalanan nanti menemukan pohon Maja yang berbuah hanya satu dan bila dirasakan buahnya pahit, maka Susuruh diminta membuat desa untuk bertempat tinggal bersama-sama pengikutnya. Nanti pada suatu saat desa itu akan ramai dan menjadi keraton dan kerajaan besar, dan selanjutnya anak cucu akan menjadi penguasa Tanah Jawa. Ki Ajar Camara Tunggal sebenarnya adalah putri dari Pajajaran yang terusir dari istana karena tidak mau dipaksa kawin oleh Raja Pajajaran, akhimya melarikan diri dan bertapa di hutan di bawah pohon cemara. Ketika selesai menasehati Susuruh kemudian berubah wujud menjadi seorang gadis yang sangat cantik, oleh karenanya Susuruh terpesona dan hendak memeluk gadis cantik penjelmaan Ajar Camara Tunggal. Seketika itu berubahlah wujud gadis cantik tadi menjadi seorang Ajar yang perwujudannya sebagai nenek-nenek Susuruh melanjutkan perjalanan kearah timur, melalui Wonogiri dan seterusnya bingga beristirahat di tengah hutan. Ketika sedang beristirahat didekatnya ada sebuah pohon maja dan buahnya hanya satu, segera diambilnya buah maja itu dan dicicipi, temyata pahit. Kemudian segera memerintahkan pengikutnya untuk segera membersihkan tempat itu dan mendirikan rumah. Tempat itu makin lama makin ramai di datangi orang dan ikut bertempat tinggal disitu, dan semakin hari menjadi sebuah kerajaan yang makmur dengan nama Majapahit dengan kepala pemerintahan Susuruh. Keturunan Susuruh secara turun temurun menjadi raja di Majapahit sampai masa pemerintahan Raja Brawijaya dengan patih termasyhur Gajahmada. Pada suatu hari Raja Brawijaya memerintahkan patih Gajahmada untuk melamar putri dari Campa. Oleh Raja Campa pinangan Brawijaya diterima karena putri campa belum bersuami, putri Campa kemudian diantarkan dan diserahkan ke Majapahit beserta beberapa pasukan pengawal dari Campa. Dan akhimya hubungan kedua kerajaan menjadi baik dan saling menjalin persahabatan. Babad Tanah Jawi telah menyedot perhatian banyak ahli sejarah. Dua peneliti dari Belanda, Dr. G.A.J. Hazeu dan Dr. Th. G. Th. Pigeaud, menyebut Babad Tanah Jawi bukan termasuk karya ilmiah. Selain tidak bisa dipertanggung jawabkan, juga tak bisa dipercaya karena bercampur dongeng berbasis pujangga (non ilmiah). Sementara, H. J. de Graaf menyebut, apa yang tertulis di Babad Tanah Jawi dapat dipercaya, khususnya peristiwa sejarah pada abad ke-18. Namun, untuk sejarah di luar era itu, de Graaf tidak menyebutnya sebagai data sejarah karena sarat dengan campuran mitologi, kosmologi, dan dongeng. Menjelang Perang Dunia II, Balai Pustaka juga menerbitkan berpuluh-puluh jilid Babad Tanah Jawi dalam bentuk aslinya. Asli sesungguhnya karena dalam bentuk tembang dan tulisan Jawa. Penguasa Jawa menurut Babad Tanah JawiEra Jawa KunoKerajaan Kadiri
Kerajaan Pengging
Kerajaan Janggala
Kerajaan Majapahit
Era Jawa PertengahanKerajaan Demak
Kerajaan Pajang
Kerajaan Mataram
Era Jawa BaruPerjanjian Giyanti membagi wangsa Mataram menjadi dua kekuasaan, kepada Pakubuwana di Surakarta dan Hamengkubuwana di Yogyakarta. Sedangkan Perjanjian Salatiga membagi kekuasaan baru dari Pakubuwana, yaitu Mangkunagara. Kesunanan Surakarta
Kesultanan Yogyakarta
Kadipaten Mangkunagaran
Referensi
Pranala luarNaskah digital
|