Anyakrawati (bahasa Jawa: ꦱꦸꦱꦸꦲꦸꦤꦤꦢꦶꦥꦿꦧꦸꦮꦚꦏꦿꦮꦠꦶ, translit. Susuhunan Adi Prabu Anyakrawati; meninggal 1613[1]) adalah susuhunan (pemimpin) kedua dari Mataram yang memerintah pada tahun 1601-1613. Ia tercatat mewarisi kepiawaian ayahnya dalam strategi perang dan berburu, maka dalam gelarnya juga disematkan gelar senapati ing ngalaga yang bermakna orang yang pandai berperang.
Silsilah
Susuhunan Anyakrawati atau Sunan Nyakrawati memiliki nama asli Raden Mas Jolang, dia adalah putra dari Panembahan Senapati yang lahir dari permaisuri bernama Waskita Jawi yang bergelar sebagai Kanjeng Ratu Mas (putri dari Ki Panjawi).
Raden Mas Jolang tumbuh sangat dekat dengan ayahnya, Panembahan Senapati. Ia memiliki watak yang sama seperti ayahnya yang gemar mengembara dan ahli dalam memanah, dia juga memiliki kebiasaan berburu. Sebagai seorang raja, dia memiliki selera tinggi terutama dalam menata lingkungan karaton, yang belum begitu sempurna sepeninggalan Panembahan Senapati.[2]
Masa pemerintahnya relatif pendek. Dia memerintah selama dua belas tahun. Pada 1601-1613. Anyakrawati wafat pada tahun 1613 karena kecelakaan sewaktu berburu rusa di hutan Krapyak. Dari peristiwa itu ia dikenal dengan gelar anumerta Panembahan Seda ing Krapyak (Panembahan yang Meninggal di Krapyak).
Sebelum peristiwa tragis yang mengakibatkan mangkatnya Anyakrawati, ia pernah berwasiat kepada Patih Mandaraka untuk mengusulkan Raden Mas Jatmika, dalam melanjutkan tapuk kepemimpinan negara.[3][4]
Wasiat yang pernah disampaikan Anyakrawati itu rupanya menimbulkan persoalan serius. Sebab, dia pernah berjanji mengangkat Raden Mas Wuryah sebagai calon raja. Raden Mas Wuryah anak dari permaisuri pertama. Ibunya bergelar Ratu Tulungayu, dari Ponorogo.
Sedangkan Raden Mas Jatmika lahir dari Ratu Mas Adi yang bernama Dyah Banawati, putri Pangeran Benawa dari Pajang. Saat itu status ibunya belum menjadi permaisuri. Anyakrawati masih menjadi pangeran. Sebaliknya, Raden Mas Wuryah lahir ketika Anyakrawati sudah bertakhta. Usia keduanya terpaut jauh. Saat Anyakrawati wafat, Wuryah baru berumur 8 tahun dan Jatmika telah berumur 20 tahun.[3]
Pemerintahan
Kenaikan takhta
Pada tahun 1601 Panembahan Senapati mangkat, selanjutnya Raden Mas Jolang, menggantikan posisi ayahnya sebagai raja Mataram. Ia melanjutkan gelar ayahnya sebagai panembahan kemudian gelarnya saat jumeneng (naik takhta) sebagai Sunan Prabu Anyakrawati.
Raden Mas Jolang adalah putra Panembahan Senapati dengan permaisuri Kanjeng Ratu Mas (Waskita Jawi) yang berasal dari Pati. Bagi Panembahan Senapati, Raden Mas Jolang adalah putra ke sepuluh, tetapi dia merupakan putra keempat dari permaisuri Kanjeng Ratu Mas, asal pesisir Pati.[5] Raden Mas Jolang merupakan putra pertama bagi Panembahan Senapati yang tidak meninggal pada usia belia. Dia juga memiliki banyak saudara laki-laki dan perempuan.
Diantara saudaranya itu adalah Raden Mas Tembaga dan Raden Mas Kedawung, dalam perjalanan waktu saudaranya kemudian menjadi Pangeran Puger dan Pangeran Demang Tanpa Tangkil. Meski bukan putra sulung, Raden Mas Jolang ditunjuk oleh Panembahan Senapati sebagai penggantinya karena dia anak dari permaisuri.
Pengangkatan Raden Mas Jolang sebagai calon raja dilaksanakan semasa Panembahan Senapati masih hidup. Bahkan sebelum menerima takhta secara resmi, Raden Mas Jolang harus menjalani ujian yang cukup berat, yaitu menghadapi pemberontakan Adipati Pragola. Tugas kenegaraan menghadang Adipati Pragola yang membawa seluruh kekuatan pasukannya ke Mataram, ternyata nyaris membuatnya terbunuh dalam pertempuran itu.[6]
Meredamkan pemberontakan
Sebelum menjadi raja, semasa muda Raden Mas Jolang pernah ditugaskan oleh ayahnya untuk menghadapi pemberontakan pamannya dari pihak ibu.[5]
Ibu Raden Mas Jolang yaitu Waskita Jawi merupakan kakak perempuan Adipati Pragola yang dijadikan permaisuri utama oleh Panembahan Senapati bergelar Kanjeng Ratu Mas, sedangkan Raden Mas Jolang sebagai putra mahkota.[5]
Pada tahun 1590 Adipati Pragola ikut membantu Mataram menaklukkan Madiun. Pemimpin Madiun saat itu bernama Rangga Jumena (putra bungsu Sultan Trenggana) melarikan diri ke Surabaya. Putrinya yang bernama Retna Dumilah diambil Panembahan Senapati sebagai permaisuri kedua.
Peristiwa ini membuat Adipati Pragola sakit hati karena khawatir kedudukan kakaknya (Kanjeng Ratu Mas) terancam. Pemberontakan pun terjadi. Daerah-daerah di sebelah utara Pegunungan Kendeng mulai ditaklukan oleh Adipati Pragola.[6]
Panembahan Senapati mengirim Raden Mas Jolang untuk menghadapi pemberontakan Adipati Pragola. Kedua pasukan bertemu dekat Prambanan. Adipati Pragola menolak untuk melawan keponakannya sendiri, dan ia meminta Panembahan Senapati sendiri yang menghadapinya. Namun, Raden Mas Jolang menolaknya. Untuk membuat keponakannya itu mengurungkan niatnya, Adipati Pragola memukulkan gagang tombak hingga mengenai pelipis keponakannya hingga berdarah.
Pasukan Mataram dipukul mundur oleh pasukan Adipati Pragola. Akhirnya Panembahan Senapati sendiri yang harus menghadapi. Perang kemudian terjadi kembali di dekat sungai Dengkeng di mana pasukan Mataram dipimpin langsung oleh Senapati sendiri dan berhasil meredamkan pemberontakan itu.
Kematian
Anyakrawati meninggal dunia pada tahun 1613 karena kecelakaan sewaktu berburu rusa di hutan Krapyak. Oleh karena itu, ia pun diberi gelar anumerta sebagai Panembahan Seda ing Krapyak. Ia dimakamkan di Pasarean Mataram.
Putra yang ditunjuk sebagai raja selanjutnya adalah Raden Mas Jatmika. Namun, sebelumnya ia pernah berjanji mengangkat Raden Mas Wuryah sebagai calon raja kepada Ratu Tulungayu, maka Raden Mas Wuryah pun lebih dahulu diangkat sebagai raja selama satu hari.
Melihat kondisi Raden Mas Wuryah yang tidak dimungkinkan untuk melanjutkan tapuk kepemimpinan, setelah memerintah selama satu hari, Raden Mas Wuryah kemudian digantikan oleh Raden Mas Jatmika, yang kemudian di periode kepemimpinannya membawa Mataram berada di puncak kejayaannya.
Referensi
^ abcdG.P.H. Hadiwidjojo (1956). Paparabipun Para Nata Surakarta wiwit Mataram. Prabuwinatan, Surakarta. Jumênêng 1601 surud 1613, seda ing Krapyak
^Graaf , H.J. De (1985). Awal Kebangkitan Mataram Masa Pemerintahan Senapati. terj. Grafiti Press dan KITLV. Jakarta: PT Grafiti Perss.
^ abGraaf , H.J. De (1986). Puncak Kekuasaan Mataram. Jakarta: PT Grafiti Perss.
^Poespaningrat, Pranoedjoe (2008). Kisah Para Leluhur dan Yang Diluhurkan. Yogyakarta: PT BP Kedaulatan Rakyat.
^ abcPurwadi (2007). Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu.