Pada tahun 1944, Soekarno datang menemuinya untuk meminta pendapat tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia.[2] Dia juga berkontribusi dalam membina majalah Al-Imam. Dalam masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, dia dipilih sebagai imam jihad Fisabilillah. Pada masa PDRI, madrasahnya menjadi kantor PPK dan Agama. Ia meninggal pada tanggal 17 Juni 1957 akibat penyakit asma.[butuh rujukan]
Syekh Abbas Abdullah merupakan pendiri Perguruan Islam Darul Funun di Puncak Bakuang, Tanjuang Rongik, Padang Japang, Lima Puluh Kota. Beliau merubah nama Sumatera Thawalib Padang Japang menjadi Darulfunun El-Abbasiyah pada tahun 1931 karena tidak setuju institusi pendidikan terlibat politik praktis yang diusung oleh murid-murid Sumatera Thawalib termasuk murid-muridnya sendiri. Darul Funun merupakan perguruan Islam terkemuka yang mempunyai murid-murid dari seluruh pelosok Minangkabau dan wilayah sekitarnya serta dari semenanjung Malaya.[3]
Saat ini Darul Funun dilanjutkan oleh zuriyatnya Abdullah Afifi Fauzi Abbas. Pada tahun 2020 siswa Darulfunun mencapai puncaknya yakni 523 siswa dan pada tahun 2022 berhasil meluluskan 80% lulusannya ke perguruan tinggi negeri.[4]
Riwayat
Syekh Abbas Abdullah merupakan putra dari Syekh Abdullah Dt Jabok, yang juga seorang ulama Minangkabau terkemuka. Syekh Abbas Abdullah lahir di Padang Japang, Guguak, Lima Puluh Kota pada masa Hindia Belanda. Syekh Abbas Abdullah merupakan murid dari Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau yang jadi imam besar di Masjidil HaramMekkah dan merupakan orang non Arab pertama yang jadi imam di pusat peribadatan umat Muslim terbesar di dunia tersebut.
Syekh Abbas Abdullah dikenal sebagai pendiri Perguruan Islam Darul Funun yang banyak melahirkan tokoh-tokoh besar pada periode awal kemerdekaan. Ia juga dikenal sebagai pejuang Islam di Sumatra dan punya pemikiran luas untuk Indonesia. Karena ketokohannya, Soekarno setelah bebas dari masa pembuangannya di Bengkulu, yang kala itu belum menjadi presiden Indonesia merasa perlu datang ke Padang Japang untuk berdiskusi dan minta petunjuk tentang berbagai masalah politik dan keagamaan, serta mengenai perjuangan kemerdekaan pada ulama di Sumatera Tengah tersebut.
Pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), Syekh Abbas Abdullah juga banyak dimintai pendapat oleh tokoh-tokoh pejuang tentang perjuangan pada masa itu, bahkan Mohammad Natsir yang diutus Soekarno untuk menemui tokoh PDRI di Sumatra, juga harus menemui tokoh ini. Buya Hamka yang dikenal sebagai ulama besar, pejuang dan sastrawan juga menaruh rasa hormat yang tinggi pada Syekh Abbas Abdullah.
Setelah wafat Syekh Abbas Abdullah, dimakamkan di Pemakaman Keluarga di Perguruan Darulfunun El-Abbasiyah, Nagari VII Koto Talago, Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh Kota. Tepatnya di Padang Japang, yang terletak sekitar 17 kilometer sebelah utara Kota Payakumbuh. Setelah beliau wafat Perguruan Darulfunun El-Abbasiyah dilanjutkan oleh zuriyatnya Buya Haji Fauzi Abbas.