AGH. Muhammad As'ad dilahirkan di Makkah pada tahun 1907 dalam keluarga Bugis yang merantau ke Saudi Arabia sejak akhir abad ke-19[5] Beliau pertama-tama dididik oleh ayahnya sendiri, AGH Abdur Rasyid sebelum mendapatkan pengajaran agama secara tradisional dari para ulama yang membawakan pengajaran di Masjid al-HaramMakkah. Penguasaan ilmu pengetahuan AGH As'ad di bidang agama dipandang sangat mumpuni oleh para murid-murid beliau. Bahkan, baliau telah menghafal Al-Qur'an 30 juz sejak masih berusia beliau, yaitu 14 tahun.[6] Mengaji kepada sejumlah ulama hingga dipercaya menjadi Imam Masjidil Haram Makkah, sebelum ke Wajo.[7] Kota Sengkang yang dikenal kota santri menjadi daerah tujuan para santri seiring kehadiran AGH. Muhammad As'ad.[2] Beliau memberi pengajian halaqah kitab kuning dan membangun madrasah yang kelak menjadi cikal bakal Pesantren As'adiyah.[2] Selain aktif mengajar, beliau juga turun berdakwah di tengah-tengah umat untuk mengajarkan agama sebagai penguatan ketauhidan agar terhindar dari perbuatan syirik.[2] Pergerakan pendidikan dan dakwah AGH. Muhammad As'ad cukup gemilang karena ikhtiar dan semangat masyarakat dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan.[2] Selain itu, juga perhatian dan dukungan penuh dari pihak Kerajaan Wajo.[2] Kharisma keulamaan dan kemasyhuran keilmuannya menjadi pemantik para santri untuk mengaji kitab kuning langsung kepada beliau yang kelak menjadi mata rantai keulamaan Sulawesi Selatan.[7]
Jaringan ulama dan perkembangan pendidikan agama di Sulawesi Selatan, tidak terlepas dari kontribusi Al-allamah as-Syekh Anregurutta Haji Muhammad As'ad melalui Madrasah al-Arabiyyah al-Islamiyah (MAI) yang kemudian berubah nama Pondok Pesantren As'adiyah yang mengabadikan nama beliau.[7] Pondok Pesantren As’adiyah yang eksis Sejak Tahun 1930 telah dikenal diseantero nusantara, memiliki sekitar 500 Cabang dan banyak menelorkan ulama ternama, mesin pencetak para mubaligh dan juga banyak alumninya yang menjadi ilmuwan.[6]
Pada tahun 1999, Presiden Republik Indonesia telah menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Mahaputra Naraya kepada AGH. Muhammad As'ad karena jasa-jasanya dalam pengembangan pendidikan dan dakwah di Sulawesi Selatan.[8] Tanda penghormatan itu diterima di Jakarta atas nama beliau oleh putra beliau, Haji Abdul Rahman As’ad.[5]
Kelahiran & Silsilah
Muhammad As'ad lahir di Makkah pada hari senin 12 Rabiul Akhir 1326 H atau 6 Mei 1908 M.[2] Ayahnya bernama Syekh Abdul Rasyid, seorang ulama asal Bugis yang bermukim di Makkah al-Mukarromah.[2] Ibunya bernama St. Saleha binti Haji Abdul Rahman yang bergelar Guru Terru al-Bugisy.[2]
Pendidikan
Dasar pendidikan agama didapatkan langsung dari ayahnya di Makkah.[9] Gurutta As’ad telah menghafal al-Qur’an pada usia 14 tahun dan pada saat itu juga dipercaya menjadi Imam salat tarwih di Masjid al-Haram (Makkah).[10]
Disela-sela kesibukan menimba ilmu secara formal di Madrasah al-Falah, beliau juga banyak berguru secara halaqah (mangaji tudang) di Masjidil Haram bersama ulama-ulama dari berbagai Negara. Di antaranya adalah Umar bin Hamdān, Sa’id al-Yamāni, Hasyīm Nāzirin, Hasan al-Yamāni.[11]
Gurutta As’ad telah mampu menghafal beberapa matan kitab antara lain Sullam al-Manthiq, Manzhûmah Ibn Syahniah, dan al-Nuhbah al-Azhariyah yang dipelajari dari gurunya Syekh Ambo Wellang, seorang ulama bugis yang bermukim di Makkah.[9] Beliau pernah berguru pada tahun 1343 H. (1924 M.), kepada seorang ulama besar al-Allâmah al-Syekh Abbâs Abd al-Jabbâr, dan pada tahun 1344 H. (1925 M.), Gurutta As’ad melanjutkan pelajarannya pada seorang ulama besar yaitu Syekh Mallawa (ulama Bugis).[9]
Pada usia 18 tahun, Gurutta As’ad memperdalam beberapa kitab dan juga memperoleh pengajaran dari Syekh Jamal al-Makkî.[9] Sebelum menyempatkan diri belajar pada seorang ulama besar di Madinah, Gurutta As’ad masih sempat belajar pada seorang ulama besar, Syekh Abrâr untuk mendalami ilmu manthiq.[9] Tidak hanya itu, semangat keilmuan beliau dan kecintaannya terhadap ulama mengantanya hijrah dari Makkah ke Madinah untuk berguru langsung ke salah satu ulama yang otoritatif dalam Hadis, yaitu Sayyid Ahmad al-Syarif al-Sanusi (1873-1933).[12] Sebelum Gurutta pulang ke Indonesia (Sengkang-Wajo), beliau berguru langsung pada seorang ahli hadis, Syekh Ahmad Sanusi (Qadhi Medinah dan Pemimpin Tarekat Sanusiyah), dan sempat menjadi sekretaris pribadi gurunya selama beberapa waktu.[9] Syekh Ahmad Sanusi termasuk ulama senior bermazhab syafiiyyah dan pemimpin tarekat Sanusiyyah.[13] Gurutta As’ad belajar selama 7 tahun dan menamatkan pendidikan formalnya di Madrasah al-Falah (Makkah).[9]
Seorang ulama bugis yang bermukim di Mekkah. Dari AGH. Muhammad As'ad mampu menghafal beberapa matan kitab antara lain Sullam al-Manthiq, Manzhûmah Ibn Syahniah, dan al-Nuhbah al-Azhariyah.
Sebelum menyempatkan diri belajar pada seorang ulama besar di Madinah, AGH. Muhammad As'ad masih sempat belajar pada seorang ulama besar, Syekh Abrâr untuk mendalami ilmu manthiq.
Sebelum pulang ke Indonesia (Sengkang-Wajo), beliau berguru langsung pada seorang ahli hadis, Syekh Ahmad Sanusi (Qadhi Medinah dan Pemimpin Tarekat Sanusiyah), dan sempat menjadi sekretaris pribadi gurunya selama beberapa waktu. Syekh Ahmad Sanusi termasuk ulama senior bermazhab syafiiyyah dan pemimpin tarekat Sanusiyyah.
^Wahyuddin Halim, Lihat : Darlis, Darlis (2017-07-11). "PERAN PESANTREN AS'ADIYAH SENGKANG DALAM MEMBANGUN MODERASI ISLAM DI TANAH BUGIS". Al-Mishbah | Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi. IAIN Palu. 12 (1): 116. doi:10.24239/al-mishbah.vol12.iss1.68. ISSN2442-2207.
Darlis, Darlis (2017-07-11). "PERAN PESANTREN AS'ADIYAH SENGKANG DALAM MEMBANGUN MODERASI ISLAM DI TANAH BUGIS". Al-Mishbah | Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi. IAIN Palu. 12 (1): 111-140. doi:10.24239/al-mishbah.vol12.iss1.68. ISSN2442-2207.
Dakwah, ketokohan & pengaruh
Masjidil Haram
Pada umur yang masih sangat muda beliau sudah mendapat kepercayaan dari ulama Makkah saat itu untuk memimpin salat tarwih di Masjidil Haram, mengimami ratusan ulama senior, di umur 17 tahun.[12] Sebuah penghormatan besar dan pengakuan para ulama akan kedalaman ilmunnya serta keluhuran akhlaknya.[12] Prestasi yang langkah didapatkan oleh ulama nusantara yang bermukim di tanah kelahiran Rasulullah ﷺ.[12] Selain prestasi itu, diumur 17-an juga Anregurutta Sade telah menguasai seluruh cabang ilmu keislaman, seperti Uṣhul Fiqhi, Fiqhi, Ulumul Qurān, Tafsir, Bahasa Arab dan Ilmu hadis dan Hadits.[12]
Pada 1920-an, setelah orang Bugis berbondong-bondong ke tanah haram untuk menunaikan ibadah haji sekaligus menuntut ilmu, terjalinlah komunikasi antara AGH. Muhammad As'ad dengan sejumlah masyarakat dari tanah Bugis, Wajo.[14] Orang-orang inilah yang menyampaikan kondisi riil perkembangan keagamaan di tanah Bugis, yang sangat marak penyimpangan dan penyembahan berhala, khususnya di tanah Wajo.[12] Informasi itu yang menggugah hati sang pembaharu tersebut, sehingga ia pun meninggalkan tanah haram dan kembali ke tanah Bugis untuk menyebarkan agama yang benar.[12] Agama yang membebaskan manusia dari segala penyembahan-penyembahan berhala yang tidak sama sekali bisa mendatangkan manfaat maupun mudarat sedikit pun.[12]
Sengkang, Wajo
Pada akhir tahun 1347 H (1928 M), dalam usia sekitar 21 tahun, AGH. Muhammad As'ad awal pengabdiannya di Sengkang, Kabupaten Wajo.[2] AGH. Muhammad As'ad merasa terpanggil untuk pulang ke tanah leluhur, tanah Bugis, guna menyebarkan dan mengajarkan agama Islam kepada penduduk tanah Wajo khususnya, dan Sulawesi pada umumnya.[5] Beliau berbekal ilmu pengetahuan agama yang mendalam dan gelora panggilan ilahi, disertai semangat perjuangan yang selalu membara.[5] Pada waktu itu, memang berbagai macam bid’ah dan khurafat masih mewarnai pengamalan agama Islam, oleh karena kurangnya pendidikan dan da’wah Islamiyah kepada mereka.[5]
Kedatangan Gurutta Muhammad As'ad di Sengkang-Wajo pada tahun 1928 langsung membuka pendidikan dengan sistemtradisional.[15] Beliau membuka pengajian tersendiri (1914-1928 M.) mulai dari halaqah sampai pendidikan formal di Madrasah al-Falah turut memberi andil dalam kiprahnya merintis dan mengembangkan di rumahnya sambil membantu pengajian kitab pamannya, Gurutta Ambo Emme.[9]
Langkah pertama yang dilakukan beliau setelah tiba di kota Sengkang adalah mulai mengadakan pengajian halaqah di rumah kediamannya,[5] (halaqah atau mangaji kitta/ magaji tudang dalam bahasa Bugis) untuk sejumah kecil murid (atau ana’ mangaji dalam bahasa Bugis).[15] Selain giat berdakwah di sejumlah tempat di Wajo dan sekitarnya,[15] di samping itu beliau mengadakan da’wah Islamiyah di mana-mana, serta membongkar tempat-tempat penyembahan dan berhala-berhala yang ada disekitar kota Sengkang.[5] Pada tahun pertama gerakan beliau, bersama dengan santri-santri yang berdatangan dari daerah Wajo serta daerah-daerah lainnya, beliau berhasil membongkar lebih kurang 200 tempat penyembahan dan berhala.[5] Kabar tentang kedatangan AGH. Muhammad As'ad di Sengkang dan halaqah yang diadakan di rumahnya dengan cepat menyebar hingga ke luar Wajo, bahkan ke luar Sulawesi Selatan.[15] Segera saja jumlah ana’ mangaji AGH. Muhammad As'ad yang awalnya hanya belasan orang meningkat menjadi puluhan orang.[15]
Tidak hanya masyarakat, Anregurutta juga merangkul Arung Matoa Wajo dalam menyukseskan dakwahnya.[16] Kemampuan mendapat dukungan dari Arung, sebagai pemerintah yang berkuasa, menandakan bahwa Anregurutta memiliki wibawa dan strategi khusus sehingga dapat meranggul semua golongan dan kelompok.[16] Meskipun demikian, hal itu tidak berarti bahwa Anregurutta Sade berada di bawah kendali Arung Matoa Wajo.[16] Dia adalah ulama yang memiliki prinsip dan pendirian yang kuat.[17] Terkait persolaan tauhid Anregurutta tidak mengenal istilah negosiasi, kebenaran harus ditegakan, sekalipun hal itu terkait dengan kepentingan Arung Matoa.[17] Sebagaimana dalam kasus fidyah salat orang yang meninggal dunia.[17] Ketika itu, Anregurutta menghadiri pemakaman kerabat Arung Matoa Wajo, Andi Maddukelleng, yang meninggal dunia.[17] Anregurutta diberikan fidyah salat berupa emas, namun gurutta dengan tegas melarang hal itu.[17] Akhirnya, masyarakat meninggalkan pemahaman lama yang menyimpang tersebut.[17] Dalam kasus yang lain, keluarga Arung Matoa wajo berencana untuk menguburkan sang raja, Andi Oddang, dalam masjid Jami’ Sengkang.[17] Namun Anregurutta tidak menyetujui rencana tersebut, pada akhirnya keluarga Arung Matoa mengalah setelah diadakan musyawarah bersama, dan sang raja hanya dikuburkan di sebelah Barat Masjid Jami’.[17]
Masjid Jami'
La Oddangpero (Arung Matoa Wajo ke- 44) penguasa lokal ketika itu,[18] atau Andi Oddang (Petta Arung Matoa Wajo),[5] pada tahun 1348 H (1929 M) meminta nasihat Anre Gurutta H. M. As’ad tentang pembangunan kembali masjid yang dikenal dengan nama Masjid Jami, yang terletak di tengah-tengah kota Sengkang pada waktu itu.[5] Setelah mengadakan permusyawaratan dengan beberapa tokoh masyarakat Wajo, yaitu: (1) AGH. Muhammad As’ad, (2) Haji Donggala, (3) La Baderu, (4) La Tajang, (5) Asten Pensiun, dan (6) Guru Maudu, maka dicapailah kesepakatan bahwa mesjid yang sudah tua itu perlu dibangun kembali.[5] Pembangunan kembali masjid itu dimulai pada bulan Rabiul Awal 1348 H (1929 M) dan selesai pada bulan Rabiul Awal 1349 H (1930 M).[2]
Setelah selesai pembangunannya, maka Masjid Jami itu diserahkan oleh Petta Arung Matoa Wajo Andi Oddang kepada AGH. Muhammad As'ad untuk digunakan sebagai tempat pengajian kitab kuning, pendidikan dan dakwah Islam.[8]
MAI Wajo
Pengajian dalam bentuk halaqah tetap berjalan di rumah AGH. Muhammad As'ad.[18] Jumlah santri yang ikut pengajian halaqah (mangaji tudang) semakin bertambah baik dari Sengkang dan sekitarnya maupun dari luar daerah,[9] dengan tingkatan umur dan dasar pengetahuan yang semakin beragam pula.[18] Pengajian halaqah (pesantren) yang diadakan setiap ba’da shalat Subuh, ba’da shalat Ashar, dan ba’da shalat Magrib, yang semula diadakan di rumah beliau, dipindahkan kegiatannya ke Mesjid Jami Sengkang.[5] Lokasinya tidak jauh dari rumah AGH. Muhammad As'ad, nantinya jalanan di sisi utara masjid ini dinamakan Jalan KH. M. As‟ad Sengkang,[18] nama jalan yang memanjang di sekitar Masjid Jami Sengkang yang diabadikan dari nama AGH. Muhammad As'ad sebagai penghormatan atas jasa-jasanya dalam pengembangan Islam di wajo.[6]
Setelah kurang lebih dua tahun di Wajo, yakni bulan Mei 1930, AGH. Muhammad As'ad mendirikan lembaga pendidikan Islam yang diberi nama Madrasah al-Arabiyah al-Islamiyah (disingkat MAI),[19] sistem pendidikan formal bentuk madrasah bertempat di samping Masjid Jami’ Sengkang.[9] Setelah dua tahun kemudian dibangunlah gedung madrasah permanen,[9] bangunan tambahan di sisi kiri, kanan dan depan Masjid Jami' yang dibangun berkat dukungan finansial dari anggota dewan penguasa tertinggi Kerajaan Wajo (Petta Ennengnge). Sekolah bernama MAI yang tempatnya difasilitasi oleh arung matoa Wajo saat itu ada lima tingkatan kelas.[6]
Selain Pesantren dan Madrasah tersebut di atas, AGH. Muhammad As'ad juga membuka suatu lembaga pendidikan yang baru, yaitu Tahfizul Qur’an, yang dipimpin langsung oleh beliau, dan bertempat di Masjid Jami Sengkang.[5] Pada tahun 1350 H (1931 M), atas prakarsa Andi Cella Petta Patolae (Petta Ennengnge), dengan dukungan tokoh-tokoh masyarakat Wajo, dibangunlah gedung berlantai dua di samping belakang Masjid Jami Sengkang.[5] Bangunan itu diperuntukkah bagi kegiatan al-Madrasah al-Arabiyyah al-Islamiyyah (MAI) Wajo, karena santrinya semakin bertambah.[5]
^ abcDarlis (2017-07-11). "PERAN PESANTREN AS'ADIYAH SENGKANG DALAM MEMBANGUN MODERASI ISLAM DI TANAH BUGIS". Al-Mishbah | Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi. IAIN Palu. 12 (1): 120. doi:10.24239/al-mishbah.vol12.iss1.68. ISSN2442-2207.
Darlis, Darlis (2017-07-11). "PERAN PESANTREN AS'ADIYAH SENGKANG DALAM MEMBANGUN MODERASI ISLAM DI TANAH BUGIS". Al-Mishbah | Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi. IAIN Palu. 12 (1): 111-140. doi:10.24239/al-mishbah.vol12.iss1.68. ISSN2442-2207.
Darlis (2017-07-11). "PERAN PESANTREN AS'ADIYAH SENGKANG DALAM MEMBANGUN MODERASI ISLAM DI TANAH BUGIS". Al-Mishbah | Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi. IAIN Palu. 12 (1): 111-140. doi:10.24239/al-mishbah.vol12.iss1.68. ISSN2442-2207.
Kewafatan
AGH. Muhammad As'ad berpulang ke rahmatullah pada hari senin 12 rabiul akhir 1372 H atau 28 Desember 1952 M dalam usia 45 tahun.[8]
Warisan
Kepemimpinan Pengurus Pusat Pesantren As'adiyah dilanjutkan oleh AGH. Daud Ismail, AGH. Muhammad Yunus Martan, AGH. Hamzah Badawi, AGH. Abdul Malik Muhammad, AG. Prof. Dr. H. Abd. Rahman Musa, AG. Prof. Drs. HM. Rafii Yunus Martan, MA, Ph.D, AG. Drs. H.Muhammad Sagena, dan AG. Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA[8]
Catatan akhir
^ abKesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Anregurutta : literasi ulama Sulselbar 2017 p.31
^Darlis (2017-07-11). "PERAN PESANTREN AS'ADIYAH SENGKANG DALAM MEMBANGUN MODERASI ISLAM DI TANAH BUGIS". Al-Mishbah | Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi. IAIN Palu. 12 (1): 114. doi:10.24239/al-mishbah.vol12.iss1.68. ISSN2442-2207.
^ abDarlis (2017-07-11). "PERAN PESANTREN AS'ADIYAH SENGKANG DALAM MEMBANGUN MODERASI ISLAM DI TANAH BUGIS". Al-Mishbah | Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi. IAIN Palu. 12 (1): 120. doi:10.24239/al-mishbah.vol12.iss1.68. ISSN2442-2207..
^Daud Ismail 1989, dikutip dalam : Darlis (2017-07-11). "PERAN PESANTREN AS'ADIYAH SENGKANG DALAM MEMBANGUN MODERASI ISLAM DI TANAH BUGIS". Al-Mishbah | Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi. IAIN Palu. 12 (1): 115. doi:10.24239/al-mishbah.vol12.iss1.68. ISSN2442-2207.
^ abcdefghDarlis, Darlis (2017-07-11). "PERAN PESANTREN AS'ADIYAH SENGKANG DALAM MEMBANGUN MODERASI ISLAM DI TANAH BUGIS". Al-Mishbah | Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi. IAIN Palu. 12 (1): 111. doi:10.24239/al-mishbah.vol12.iss1.68. ISSN2442-2207.
^ abcDarlis (2017-07-11). "PERAN PESANTREN AS'ADIYAH SENGKANG DALAM MEMBANGUN MODERASI ISLAM DI TANAH BUGIS". Al-Mishbah | Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi. IAIN Palu. 12 (1): 131. doi:10.24239/al-mishbah.vol12.iss1.68. ISSN2442-2207.
^ abcdefghDarlis (2017-07-11). "PERAN PESANTREN AS'ADIYAH SENGKANG DALAM MEMBANGUN MODERASI ISLAM DI TANAH BUGIS". Al-Mishbah | Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi. IAIN Palu. 12 (1): 132. doi:10.24239/al-mishbah.vol12.iss1.68. ISSN2442-2207.
^Bizawie, Zainul (2016). Masterpiece Islam Nusantara : sanad dan jejaring ulama-santri, 1830-1945. Ciputat, Tangerang: Pustaka Compass. hlm. 237. ISBN978-602-72621-5-7. OCLC948824357.
^Darlis (2017-07-11). "PERAN PESANTREN AS'ADIYAH SENGKANG DALAM MEMBANGUN MODERASI ISLAM DI TANAH BUGIS". Al-Mishbah | Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi. IAIN Palu. 12 (1): 118. doi:10.24239/al-mishbah.vol12.iss1.68. ISSN2442-2207.
Daftar Pustaka
Buku
Bizawie, Zainul (2016). Masterpiece Islam Nusantara : sanad dan jejaring ulama-santri, 1830-1945. Ciputat, Tangerang: Pustaka Compass. ISBN978-602-72621-5-7. OCLC948824357.
Darlis, Darlis (2017-07-11). "PERAN PESANTREN AS'ADIYAH SENGKANG DALAM MEMBANGUN MODERASI ISLAM DI TANAH BUGIS". Al-Mishbah | Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi. IAIN Palu. 12 (1): 111-140. doi:10.24239/al-mishbah.vol12.iss1.68. ISSN2442-2207.
cell dengan tanda tanya (?) adalah mungkin Kategori:Orang hidupatau datanya belum di input kedalam tabel, silahkan menambahkan data dengan menyunting Templat:Tabel Anregurutta sesuai petunjuk.
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "Wahyuddin Halim, "As’ adiyah Traditions: The Construction and Reproduction of Religious Authority in Contemprary South Sulawesi" (Disertasi, belum terbit, The Australian National University, 2015) dalam Darlis (2017-07-11). "PERAN PESANTREN AS'ADIYAH SENGKANG DALAM MEMBANGUN MODERASI ISLAM DI TANAH BUGIS". Al-Mishbah | Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi. IAIN Palu. 12 (1): 121. doi:10.24239/al-mishbah.vol12.iss1.68. ISSN 2442-2207.", tapi tidak ditemukan tag <references group="Wahyuddin Halim, "As’ adiyah Traditions: The Construction and Reproduction of Religious Authority in Contemprary South Sulawesi" (Disertasi, belum terbit, The Australian National University, 2015) dalam Darlis (2017-07-11). "PERAN PESANTREN AS'ADIYAH SENGKANG DALAM MEMBANGUN MODERASI ISLAM DI TANAH BUGIS". Al-Mishbah | Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi. IAIN Palu. 12 (1): 121. doi:10.24239/al-mishbah.vol12.iss1.68. ISSN 2442-2207."/> yang berkaitan