Ahmad Mustofa Bisri (lahir 10 Agustus 1944), atau lebih dikenal dengan Gus Mus, adalah seorang tokoh Islam dari Indonesia dan merupakan Ketua Penasihat Nahdlatul Ulama yang kesembilan. Beliau adalah pemimpin Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah. Mustofa Bisri, yang dikenal dengan nama Gus Mus, terkenal tidak hanya sebagai seorang kiai dan pemimpin Islam tradisional, tetapi juga sebagai penyair dan pelukis.[1]
Pendidikan
Pendidikan Gus Mus dimulai di Sekolah Rakyat (SR) Rembang, kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri di bawah asuhan K.H. Marzuqi Dahlan dan K.H. Mahrus Aly kurang lebih selama satu setengah tahun. Setelah itu ia melanjutkan menimba ilmu di Pondok Pesantren Al Munawwir, Krapyak, Yogyakarta selama empat tahun di bawah asuhan K.H. Ali Maksum dan K.H. Abdul Qadir. Setelah menamatkan di pondok tersebut ia menimba ilmu di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir.
Kiprah
Gus Mus pernah menjabat sebagai Rais 'AamPengurus Besar Nahdlatul Ulama pada tahun 2014 hingga 2015. Pada mulanya ia adalah seorang wakil Rais 'Aam dan Rais 'Aam saat itu adalah K.H. Sahal Mahfudz, karena K,H. Sahal Mahfudz wafat pada tahun 2014, maka kedudukan Rais 'Aam dijabat oleh K.H. Mustafa Bisri (Gus Mus).
Gus Mus adalah seorang pemuka agama atau ulama pertama kali yang memperoleh penghargaan "Yap Thiam Hien" pada tahun 2017 karena ia dikenal sebagai pejuang Hak Asasi Manusia.
Selain itu, saat Gus Mus menimba ilmu di Universitas Kairo, ia pernah menjadi pengurus HPPI (Himpunan Pemuda dan Pelajar Indonesia) bersama K.H. Syukri Zarkasyi sekaligus menjadi aktivis pengelola majalah organisasi berdua dengan K.H. Abdurrahman Wahid.
Karya
Karya Sastra
Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem (Pustaka Firdaus, Jakarta, 1991, 1994)
Metode Tasawuf Al-Ghazali (tejemahan dan komentar, Pelita Dunia Surabaya, 1996)
Saleh Ritual Saleh Sosial (Mizan, Bandung, Cetakan II, September 1995)
Pesan Islam Sehari-hari (Risalah Gusti, Surabaya, 1997)
Al-Muna (Syair Asmaul Husna, Bahasa Jawa, Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, 1997)
Fikih Keseharian (Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, bersama Penerbit Al-Miftah, Surabaya, Juli 1997)
Kado pengantin (kumpulan nasehat untuk pengantin yang ditulis tokoh kiai dan cendekiawan, 1997)
Bingkisan Pengantin (antologi puisi tokoh penyair, 2002)
Cerita-Cerita Pengantin (kumpulan cerpen yang ditulis para tokoh cerpenis, 2004)
Penghargaan
Sebagai cerpenis, Gus Mus menerima penghargaan “Anugerah Sastra Asia” dari Majelis Sastra (Mastera, Malaysia, 2005).
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta memberikan gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang Kebudayaan Islam kepada kiai kelahiran Rembang, Jawa Tengah. Acara pemberian gelar tersebut terjadi pada hari Sabtu (30/5/2009) dan dipimpin langsung oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. H. Amin Abdullah.
Presiden Joko Widodo atas nama negara memberikan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma kepada dedikasi Gus Mus. Acara penyematan berlangsung di Istana Negara. Jakarta, 13 Agustus 2015.[2]
Kontroversi
Lukisan Zikir Bersama Inul
Lukisan Zikir Bersama Inul dilukis oleh Mustofa Bisri sebagai bentuk pembelaan kepada Inul Daratista. Lukisan ini dianggap kontroversial karena menampilkan sekelompok kiai yang mengenakan sarung, jubah putih dan serban, sambil duduk berzikir mengelilingi seorang perempuan bertubuh bahenol yang sedang bergoyang.[3] Karena lukisan tersebut, Mustofa Bisri yang memperoleh dukungan dari Abdurrahman Wahid saat itu, gagal terpilih sebagai salah satu kandidat Ketua Tanfidziyah Nahdlatul Ulama di akhir tahun 2004.[4]
Husaini, Adian (2005). Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler Liberal. Jakarta: Gema Insani. ISBN978-602-250-517-4.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)