Berdasarkan Lontara’ Mula Ri Timpakenna Tana’e Ri Sidenreng, dikisahkan tentang seorang raja bernama Sangalla. Ia adalah seorang raja di Tana Toraja. Konon, Sangalla memiliki sembilan orang anak yaitu La Maddarammeng, La Wewanriru, La Togellipu, La Pasampoi, La Pakolongi, La Pababbari, La Panaungi, La Mampasessu, dan La Mappatunru. Sebagai saudara sulung, La Maddaremmeng selalu menekan dan mengintimidasi kedelapan adik-adiknya, bahkan daerah kerajaan adik-adiknya ia rampas semua. Karena semua adiknya tidak tahan lagi dengan perlakuan kakaknya, mereka pun sepakat meninggalkan Tana Toraja.[7]
Karena perjalanan yang melelahkan, mereka kehausan lalu mencari jalan ke tepi genangan air di pinggir danau. Namun, danau itu ternyata berada di hutan yang lebat, sehingga sulit bagi mereka untuk mencapainya. Karena harus menembus semak belukar yang lebat, mereka pun sirenreng-renreng (saling berpegangan tangan).Sesampainya di sana, mereka minum sepuas-puasnya dan duduk beristirahat kemudian mandi. Setelah itu, mereka berdiskusi bertukar pikiran tentang nasib yang mereka jalani. Akhirnya, mereka sepakat untuk bermukim di tempat itu. Di sanalah mereka memulai kehidupan baru untuk bertani, berkebun, menangkap ikan, dan beternak. Semakin hari, pengikut-pengikutnya pun semakin banyak. Tempat itulah yang kemudian dikenal “Sidenreng“, yang berasal dari kata sirenreng-renreng mencari jalan ke tepi danau, dan danau itulah yang sekarang dikenal dengan danau Sidenreng. Dari situ, terbentuk kerajaan Sidenreng.
Menurut sejarah, Sidenreng Rappang awalnya terdiri dari dua kerajaan, masing-masing Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang. Kedua kerajaan ini sangat akrab. Begitu akrabnya, sehingga sulit ditemukan batas pemisah. Bahkan dalam urusan pergantian kursi kerajaan, keduanya dapat saling mengisi. Seringkali pemangku adat Sidenreng justru mengisi kursi kerajaan dengan memilih dari komunitas orang Rappang. Begitu pula sebaliknya, bila kursi Kerajaan Rappang kosong, mereka dapat memilih dari kerajaan Sidenreng. Itu pula sebabnya, sulit untuk mencari garis pembeda dari dua kerajaan tersebut. Dialek bahasanya sama, bentuk fisiknya tidak beda, bahasa sehari-harinya juga mirip. Kalaupun ada perbedaan yang menonjol, hanya dari posisi geografisnya saja. Wilayah Rappang menempati posisi sebelah Utara, sedangkan kerajaan Sidenreng berada di bagian Selatan.
Kedua kerajaan tersebut masing-masing memiliki sistem pemerintahan sendiri. Di kerajaan Sidenreng kepala pemerintahannya bergelar Addatuang. Pada pemerintahan Addatuang, keputusan berasal dari tiga sumber yaitu, raja, pemangku adat dan rakyat. Sedangkan di Kerajaan Rappang rajanya bergelar Arung Rappang dan menyandarkan sendi pemerintahanya pada aspirasi rakyat. Demokrasi sudah terlaksana pada setiap pengambilan kebijakan. Demokrasi bagi kerajaan Rappang adalah sesuatu yang sangat penting, salah satu bentuk demokrasinya adalah penolakan diskriminasi gender. Perbedaan gender tidak menjadi masalah, khususnya bagi kaum wanita untuk meniti karier sebagaimana layaknya kaum pria. Buktinya, adalah emansipasi wanita sudah ditunjukkan dengan seorang perempuan yang menjadi rajanya, yaitu Raja Dangku, raja kesembilan yang terkenal cerdas, jujur, dan pemberani. Wanita yang kemudian dikenal sukses menjalankan roda pemerintahan di zamannya.
Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia
Pada saat pengakuan kedaulatan republik Indonesia oleh Belanda tanggal 27 Desember1949, berakhirlah dinasti Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang. Setelah kemerdekaan, kerajaan Sidenreng lebih awal menunjukkan watak nasionalismenya dengan bersedia melepaskan sistem kerajaan mereka meskipun sistem itu sudah berlangsung lama, sampai 21 kali pergantian pemimpin. Mereka memilih berubah dan menyatu dengan pola ketatanegaraan Indonesia. Kerajaan akhirnya melebur menjadi Kabupaten Sidenreng Rappang, dengan bupati pertamanya H. Andi Sapada Mapangile dan untuk pertama kalinya dalam sejarah pemerintahan Sidenreng Rappang dilakukan pemilihan umum untuk memilih bupati secara langsung pada tanggal 29 Oktober2008 lalu.
Kabupaten Sidenreng Rappang terletak di diantara 30°43’ – 40°09’ Lintang Selatan dan 119°041’ – 120°010’ Bujur Timur. Kabupaten Sidenreng Rappang terletak pada ketinggian antara 10 m – 3.000 m dari permukaan laut (Mdpl) dengan puncak tertinggi berada di Gunung Botto Tallu (3.086 Mdpl). Keadaan Topografi wilayah di daerah ini sangat bervariasi berupa wilayah datar seluas 879.85 km² (46.72%), berbukit seluas 290.17 km² (15.43%) dan bergunung seluas 712.81 km2 (37.85%). Wilayah datar berada di bagian selatan dan barat. Wilayah perbukitan berada di bagian utara dan timur terutama di Kecamatan Pitu Riawa dan Kecamatan Pitu Riase. Di wilayah dataran rendah terdapat dua danau yaitu Danau Tempe dan Danau Sidenreng.
Hidrologi
Pada wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang, terdapat 38 sungai yang mengaliri berbagai Kecamatan. Di Kecamatan Panca Lautang terdapat 6 (enam) aliran sungai sepanjang 33,75 Km, Kecamatan Tellu Limpoe dengan panjang 18 Km, Kecamatan Watang Pulu dengan panjang 39 Km, Kecamatan Baranti dengan panjang 15 Km, Kecamatan Panca Rijang dengan panjang 19,55 Km, Kecamatan Kulo dengan panjang 25,7 Km, Kecamatan Maritengngae dengan panjang 5 Km, Kecamatan Dua Pitue dengan panjang 68,46 Km sehingga merupakan Kecamatan yang memiliki aliran sungai terpanjang di Kabupaten Sidenreng Rappang. Sedangkan di Kecamatan Pitu Riawa dengan panjang 7,5 Km. Sejumlah sungai besar yang ada di Kabupaten Sidenreng Rappang antara lain Sungai Bila, Sungai Bulucenrana, Sungai Betao, Sungai Sidenreng, Sungai Bulete dan lainnnya.
Bupati yang menjabat saat ini di Sidenreng Rappang ialah Dollah Mando, bersama wakil bupati, Mahfud Yusuf. Mereka menjadi pasangan bupati dan wakil bupati terpilih pada pemilihan umum Bupati Sidenreng Rappang 2018. Kemudian dilantik oleh gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, pada 31 Desember 2018 di Kota Makassar.[8] Jabatan mereka berakhir pada 30 Desember 2023. Selanjutnya, pada 31 Desember 2023, penjabat gubernur Sulawesi Selatan, Bahtiar, melantik Basra sebagai penjabat bupati Sidenreng Rappang.[9]
Kabupaten Sidenreng Rappang terdiri dari 11 kecamatan, 38 kelurahan dan 68 desa. Pada tahun 2017, kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.883,23 km² dan jumlah penduduk sebesar 310.493 jiwa dengan sebaran penduduk 165 jiwa/km².[10][11]
Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Sidenreng Rappang, adalah sebagai berikut:
Jumlah penduduk Kabupaten Sidenreng Rappang sebanyak 321.615 jiwa pada tahun 2022. Penduduk asli Kabupaten Sidenreng Rappang adalah Bugis. Sebelum masuknya agama Islam, masyarakat Sidenreng Rappang telah mengenal kepercayaan leluhur yang disebut Tolotang. Agama ini merupakan kepercayaan yang sudah turun temurun dianut oleh masyarakat setempat. Pada masa orde lama, karena pemerintah Indonesia hanya mengakui enam agama resmi, sedangkan agama lokal dikategorikan sebagai Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan penganut agama Tolotang tidak mau disebut sebagai aliran kepercayaan, akhirnya mereka menggabungkan diri dengan Agama Hindu. Sejak itu, kepercayaan ini juga dikenal dengan nama Hindu Tolotang. Sama halnya dengan agama Kaharingan suku Dayak yang juga bergabung dengan Hindu, sehingga dikenal dengan Hindu Kaharingan.[12]
Saat ini, mayoritas penduduk Sidenreng Rappang menganut agama Islam. Penganut agama Hindu menjadi agama terbesar kedua. Sebagian kecil lainnya menganut agama Kristen. Data dari Kementerian Dalam Negeri per 30 Juni 2024, penduduk yang beragama Islam sebanyak 91,23%. Kemudian penganut agama Hindu sebanyak 8,45%, dan selebihnya penduduk yang beragama Kekristenan sebanyak 0,32%, Protestan sebanyak 0,26% dan Katolik sebanyak 0,06%. Kurang dari 0,01% sebagain kecil menganut agama Buddha.[2][13]
Kabupaten Sidenreng Rappang merupakan salah satu sentra penghasil beras di Sulawesi Selatan. Hal ini terutama didukung oleh jaringan irigasi teknis yang mampu mengairi sawah sepanjang tahun. Beberapa jaringan irigasi yang ada di Sidenreng Rappang antara lain:
Jaringan Irigasi Bulu Cenrana, mengairi 6000 hektare sawah
Jaringan Irigasi Bila, mengairi 5400 hektare sawah
Jaringan Irigasi Bulu Timoreng, mengairi 5400 hektare sawah
Kabupaten Sidenreng Rappang memiliki beberapa tempat wisata antara lain:
Taman Wisata Puncak Bila: Merupakan sebuah Taman wisata air dengan wahana sepeda air, perahu kano, aqua bikes, flying fox, Motor ATV, pemancingan, waterboom, dan lain-lain.
Cekdang: Adalah salah satu tempat rekreasi yang baik untuk keluarga karena memiliki tempat memancing ikan, kafe-kafe, tempat untuk memberi makan ikan di Kelurahan Batu, Kecamatan Pituriase.
Danau Sidenreng
Mojong
Transportasi
Kabupaten Sidenreng Rappang berjarak ± 200 km dari Makassar dan terletak di persimpangan antara jalur ke Palopo dan Toraja. Untuk menuju daerah ini bisa menggunakan bus jurusan Palopo atau Toraja, mobil penumpang umum (Toyota Kijang, Suzuki APV, Isuzu Panther) dan minibus.
^Statistik Kebahasaan 2019. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan. 2019. hlm. 11. ISBN9786028449182. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-30. Diakses tanggal 2020-05-24.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)