Gerakan Pemuda Ansor (disingkat GP Ansor) adalah salah satu Badan Otonom Nahdlatul Ulama (NU) yang bergerak di bidang kepemudaan dan kemasyarakatan. GP Ansor resmi berdiri sejak Muktamar NU ke-9 pada tanggal 24 April 1934 M / 10 Muharram 1353 H di Banyuwangi. Gerakan Pemuda Ansor membawahi Barisan Ansor Serbaguna (Banser), Rijalul Ansor, Densus 99, Lembaga Wakaf Ansor, Lembaga Bantuan Hukum Ansor, Barisan Ansor Anti-Narkoba, dan PT. Sorban Nusantara Travel.[1] Selain itu, GP Ansor juga telah memiliki pengurus wilayah yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.
Sejarah
Sejarah lahirnya GP Ansor tidak terlepas dari sejarah kelahiran NU itu sendiri. Pada tahun 1921 telah muncul ide untuk mendirikan organisasi pemuda secara intensif. Hal itu juga didorong oleh kondisi saat itu, dimana banyak muncul organisasi pemuda bersifat kedaerahan seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatra, Jong Minahasa, dll. Terlepas dari itu, muncul perbedaan pendapat antara kaum modernis dan tradisionalis yang disebabkan oleh perbedaan pendapat masalah mazhab dan masalah furu'iyah lainnya.
Pada tahun 1924, KH. A. Wahab Hasbullah membentuk organisasi sendiri bernama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air) yang dipimpin oleh KH. Abdullah Ubaid sebagai Ketua dan KH. Thohir Bakri sebagai Wakil Ketua, serta KH. Abdurrahim selaku sekretaris.
Setelah mulai banyak pemuda yang ingin bergabung Syubbanul Wathan, maka pengurus membuat sesi khusus mengurus mereka yang lebih mengarah kepada kepanduan yang disebut “Ahlul Wathan”.
Kemudian atas inisiatif KH. Abdullah Ubaid, pada tahun 1931 terbentuklah Persatuan Pemuda Nahdlatul Ulama (PPNU) dan pada 14 Desember 1932, PPNU berubah nama menjadi Pemuda Nahdlatul Ulama (PNU). Pada tahun 1934 berubah lagi menjadi Ansor Nahdlatul Oelama (ANO). Sampai sini meski ANO sudah diakui sebagai bagian dari NU, namun secara formal belum tercantum dalam struktur dan Banom NU.
Nama Ansor merupakan saran KH. A. Wahab Hasbullah yang diambil dari nama kehormatan dari Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan Islam dan Negeri. Dengan demikian, ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah dan teladan terhadap sikap, perilaku, dan semangat perjuangan para sahabat Nabi Muhammmad yang mendapat sebutan "Ansor " tersebut. Gerakan ANO (yang kini disebut GP Ansor) harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar Sahabat Ansor, yakni sebagai penolong, pejuang, dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan, dan membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen awal yang harus dipegang teguh setiap anggota ANO (GP Ansor).
Pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi yang dipimpin oleh Kyai Saleh Lateng atau Kyai Saleh, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April1934 M, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU dengan pengurus antara lain: KH. Thohir Bakri sebagai Ketua, KH. Abdullah Ubaid sebagai Wakil Ketua, H. Achmad Barawi dan Abdus Salam sebagai Sekretaris.
Dalam perkembangannya secara diam-diam, khususnya ANO Cabang Malang mengembangkan organisasi gerakan kepanduan yang disebut BANOE (Barisan Ansor Nahdlatul Oelama) yang kini disebut BANSER (Barisan Serbaguna). Dalam Kongres II ANO di Malang tahun 1937, BANOE menunjukkan kebolehan pertama kalinya dalam baris-berbaris dengan mengenakan seragam dengan Komandan Moh. Syamsul Islam yang juga Ketua ANO Cabang Malang. Sedangkan instruktur umum Banoe Malang adalah Mayor TNI Hamid Roesdi. Salah satu keputusan penting Kongres II ANO di Malang tersebut adalah didirikannya BANOE di tiap cabang ANO. Selain itu, menyempurnakan Anggaran Rumah Tangga ANO terutama yang menyangkut soal BANOE.
Pada masa penjajahan Jepang, organisasi-organisasi pemuda diberangus oleh Jepang termasuk ANO. Kemudian tokoh ANO Cabang Surabaya, Moh. Chusaini Tiway mengemukakan ide untuk mengaktifkan kembali ANO dan mendapat respon positif dari KH. Wachid Hasyim (Menteri Agama RIS kala itu), maka pada tanggal 14 Desember 1949 lahir kesepakatan membangun kembali ANO dengan nama baru Gerakan Pemuda Ansor atau disingkat GP Ansor.
GP Ansor hingga saat ini telah berkembang sedemikan rupa menjadi organisasi kemasyarakatan pemuda di Indonesia yang memiliki watak kepemudaan, kerakyatan, keislaman, dan kebangsaan. GP Ansor hingga saat ini telah berkembang memiliki 433 Cabang (Tingkat Kabupaten/Kota) di bawah koordinasi 32 Pengurus Wilayah (Tingkat Provinsi) hingga ke tingkat desa. Ditambah dengan kemampuannya mengelola keanggotaan khusus BANSER (Barisan Ansor Serbaguna) yang memiliki kualitas dan kekuatan tersendiri di tengah masyarakat.
Di sepanjang sejarah perjalanan bangsa, dengan kemampuan dan kekuatan tersebut GP Ansor memiliki peran strategis dan signifikan dalam perkembangan masyarakat Indonesia. GP Ansor mampu mempertahankan eksistensi dirinya, mampu mendorong percepatan mobilitas sosial, politik dan kebudayaan bagi anggotanya, serta mampu menunjukkan kualitas peran maupun kualitas keanggotaannya. GP Ansor tetap eksis dalam setiap episode sejarah perjalan bangsa dan tetap menempati posisi dan peran yang stategis dalam setiap pergantian kepemimpinan nasional.[2]