Islam di Banten telah mulai disebarkan sejak masa Wali Sanga pada abad ke-16 Masehi dan menguat pada masa Kesultanan Banten pada abad ke-17 Masehi. Peradaban Islam di Banten ditandai dengan banyaknya masjid dan pesantren yang didirikan di wilayahnya. Mayoritas masyarakat Banten merupakan muslim.
Sejarah penyebaran
Masa Wali Sanga
Penyebaran Islam ke Banten merupakan bagian dari dakwah para ulama dan pedagang muslim ke wilayah Nusantara.[1] Historiografi tradisional di Banten memberikan keterangan bahwa dakwah di Banten telah diawali oleh Sunan Ampel. Setelah itu, kegiatan dakwah diteruskan oleh Sunan Gunung Jati.[2]
Masa Kesultanan Banten
Penyebaran Islam pada masa Kesultanan Banten berkaitan dengan sikap dari Sultan Banten sendiri. Sultan Banten diketahui tidak mengurusi persoalan administrasi pelabuhan dan perdagangan di Banten. Para pekerja yang bertugas di bagian administrasi perdagangan dan pelabuhan hanya diberikan kepada orang asing. Sehingga, status dan prestasi yang dihasilkan oleh para administrator tidak memberikan mereka kedudukan dalam pandangan Sultan Banten. Para administrator ini hanya memperoleh gelar nama Jawa agar dapat terintegrasi dengan pemerintahan di Banten. Islam memberikan arti penting dalam pemerintahan Kesultanan Banten. Para administrator yang beralih keyakinan dari kepercayaan lama menjadi Islam, memperoleh peluang peningkatan karier yang lebih tinggi. Akhirnya, pada tahun 1678 telah banyak orang asing yang menjadi Muslim. Hanya sebagian administrator dari etnis Tionghoa yang masih mempertahankan kepercayaan mereka.[3]
Peradaban
Peradaban Islam di Banten dimulai sejak abad ke-16 Masehi. Bukti peradabannya adalah Masjid Agung Banten dan Keraton Surosowan di kawasan Banten Lama.[4] Pemerintahan Islam di Banten mulai berlangsung sejak abad ke-16 dan ke-17 Masehi.[5] Banten kemudian menjadi salah satu pusat pendirian pesantren-pesantren di Pulau Jawa pada abad ke-19 dan 20 Masehi.[6]
Perkembangan
Sifat keagamaan dalam masyarakat Banten sangat kuat dan mendalam. Islam dianggap telah menjadi bagian dari budaya dan mempengaruhi aspek dalam kehidupan mereka.[7] Mayoritas masyarakat Banten menganut aliran Islam Sunni.[8]
Referensi
- ^ Imawan, Dzulkifli Hadi (April 2020). Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. hlm. 77. ISBN 978-602-450-440-3.
- ^ Fauziyah, S., Wardah, E. S., dan Nursida, I. (Desember 2020). Humaeni, Ayatullah, ed. Ritual Tolak Bala: Pribumisasi Islam di Banten (PDF). Serang: LP2M UIN SMH Banten. hlm. 47–48. ISBN 978-623-95807-4-2.
- ^ Irfani, Fahmi (2020). Qustulani, Muhammad, ed. Kejayaan dan Kemunduran Perdagangan Banten di Abad 17 (PDF). PSP Nusantara Press. hlm. 147–148. ISBN 978-602-5932-13-7.
- ^ Juliadi, dkk. (2005). Ragam Pusaka Budaya Banten (PDF). Serang: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang. hlm. 104. ISBN 979-99324-0-8.
- ^ Yakin, Ayang Utriza (5 Juni 2014). "Membaca Banten dengan Mazhab Annales". Resensi Buku & Artikel Jurnal. II (6): 1.
- ^ Tolchah, Moch. (Desember 2015). Wahyudi, Chafid, ed. Dinamika Pendidikan Islam Pasca Orde Baru (PDF). Bantul: LKiS Pelangi Aksara. hlm. 218. ISBN 978-602-73740-6-5.
- ^ Siregar, Parlindungan (Januari 2017). "Perjuangan Rakyat Banten Melawan Belanda: Studi Tentang K.H. Wasyid". Buletin Al-Turas: Mimbar Sejarah, Sastra, Budaya, dan Agama. XXIII (1): 62.
- ^ Ridwan, I., dkk. (November 2021). Muhibah, Siti, ed. Studi Kebantenan dalam Catatan Sejarah (PDF). Tangerang: Media Edukasi Indonesia. hlm. 161. ISBN 978-623-6497-50-0.