Holokaus
Holokaus (dari bahasa Yunani ὁλόκαυστος holókaustos: hólos, "seluruh" dan kaustós, "terbakar"),[2] dikenal pula sebagai Shoah (bahasa Ibrani: השואה, HaShoah, "bencana"; bahasa Yiddi: חורבן, Churben atau Hurban,[3] dari bahasa Ibrani "penghancuran"), adalah genosida terhadap kira-kira enam juta Yahudi Eropa selama Perang Dunia II, suatu program pembunuhan sistematis yang didukung oleh negara Jerman Nazi, dipimpin oleh Adolf Hitler, dan berlangsung di seluruh wilayah yang dikuasai oleh Nazi.[4] Dari sembilan juta Yahudi yang tinggal di Eropa sebelum Holokaus, sekitar dua pertiganya tewas.[5] Secara khusus, lebih dari satu juta anak Yahudi tewas dalam Holokaus, serta kira-kira dua juta wanita Yahudi dan tiga juta pria Yahudi.[6][7] Beberapa pakar berpendapat bahwa definisi Holokaus harus meliputi pula genosida Nazi terhadap jutaan orang dalam kelompok lain selain Yahudi, di antaranya orang Rom, komunis, tawanan perang Soviet, warga Polandia dan Soviet, homoseksual, penyandang disabilitas, Saksi Yehuwa dan musuh politik dan keagamaan lainnya, yang menjadi korban terlepas apakah mereka berasal dari etnis Jerman atau bukan.[8] Ini adalah definisi yang paling umum digunakan sejak akhir Perang Dunia II hingga tahun 1960-an.[8] Jika menggunakan definisi ini, maka jumlah keseluruhan korban Holocaust adalah 11 hingga 17 juta jiwa.[9] Penyiksaan dan genosida dilakukan dalam beberapa tahap. Sejumlah hukum untuk menghapuskan keberadaan orang Yahudi dari masyarakat sipil, yang paling terkenal adalah Hukum Nuremberg, diberlakukan di Jerman Nazi bertahun-tahun sebelum dimulainya Perang Dunia II. Kamp konsentrasi didirikan yang di dalamnya para tahanan diharuskan melakukan kerja paksa hingga mereka mati akibat kelelahan atau penyakit. Ketika Jerman menaklukan wilayah baru di Eropa Timur, satuan khusus yang disebut Einsatzgruppen membantai musuh-musuh politik melalui penembakan massal. Nazi memerintahkan orang Yahudi dan Rom untuk dikurung di ghetto sebelum dipindahkan dengan kereta barang ke kamp pemusnahan. Di sana, jika mereka selamat dalam perjalanan, sebagian besar dari mereka secara sistematis dibunuh di dalam kamar gas. Setiap bagian dari birokrasi Jerman Nazi terlibat dalam logistik yang berujung pada genosida, mengubah Reich Ketiga menjadi apa yang oleh para pakar Holocaust disebut sebagai "negara genosida".[10] Ada perbedaan pendapat mengenai berapa banyak yang diketahui oleh penduduk sipil Jerman mengenai konspirasi pemerintah terhadap orang Yahudi. Sebagian besar sejarawan mengklaim bahwa penduduk sipil tidak mengetahui kekejaman yang dilakukan pemerintah, khususnya yang terjadi di kamp konsentrasi, yang terletak di luar Jerman di Eropa yang diduduki Nazi. Akan tetapi, sejarawan Robert Gellately mengklaim bahwa pemerintah secara terbuka mengumumkan konspirasi melalui media, dan bahwa warga sipil mengetahui setiap aspeknya kecuali penggunaan kamar gas.[11] Bukti sejarah signifikan menunjukkan gagasan bahwa sebagian besar korban Holocaust, sebelum dikirim ke kamp konsentrasi, tidak mengetahui nasib yang menanti mereka, atau tidak mempercayainya. Mereka meyakini bahwa mereka akan diberikan tempat tinggal baru.[12] EtimologiIstilah Holocaust berasal dari kata Yunani; holókauston, yang berarti binatang kurban (olos) yang dipersembahkan kepada tuhan dengan cara dibakar (kaustos).[13] Selama ratusan tahun, kata "holocaust" digunakan dalam bahasa Inggris untuk merujuk kepada suatu peristiwa "pembantaian besar", namun sejak tahun 1960-an, istilah ini mulai digunakan oleh para pakar dan penulis populer untuk menggambarkan genosida terhadap umat Yahudi.[14] Pada tahun 1978, sebuah mini seri berjudul Holocaust mulai mempopulerkan penggunaan istilah ini dalam bahasa sehari-hari.[15] Dalam Alkitab, kata Shoah (שואה) (juga dieja Sho'ah atau Shoa), bermakna "bencana". Kata ini menjadi istilah standar dalam bahasa Ibrani yang digunakan untuk menyebut Holocaust pada awal 1940-an, terutama di Eropa dan Israel.[16] Penggunaan istilah Shoah ini lebih disukai oleh banyak umat Yahudi karena berbagai alasan, termasuk sifat teologis dari kata "holocaust", yang mereka anggap sebagai Referensi pada kebiasaan pagan bangsa Yunani.[17] Nazi menggunakan frasa eufemisme untuk menggambarkan peristiwa ini, yaitu "Solusi Akhir atas Permasalahan Yahudi" (bahasa Jerman: Endlösung der Judenfrage). Frasa "Solusi Akhir" ini banyak digunakan sebagai istilah untuk merujuk kepada genosida umat Yahudi di kemudian harinya. Nazi juga menggunakan istilah "lebensunwertes leben" (kehidupan yang tidak layak hidup) dalam upaya untuk membenarkan tindakan pembunuhan mereka. KeunikanKolaborasi institusionalSejarawan Michael Berenbaum mengungkapkan bahwa Jerman telah menjadi sebuah "negara genosida":[18] "Setiap birokrasi di negara ini terlibat dalam proses pembunuhan selama terjadinya Holocaust. Gereja-gereja paroki dan Kementerian Dalam Negeri menyediakan catatan kelahiran untuk mengidentifikasi orang Yahudi, Kantor Pos menyampaikan perintah deportasi dan denaturalisasi, Departemen Keuangan menyita properti orang Yahudi, dan perusahaan-perusahaan Jerman memecat para pegawai Yahudi". Universitas-universitas juga menolak untuk menerima mahasiswa Yahudi, tidak mengakui gelar akademik mereka yang sudah lulus, dan menembak mati para akademisi Yahudi. Sedangkan badan transportasi pemerintah Jerman bertugas mengatur transportasi kereta untuk mengangkut Yahudi ke kamp-kamp, perusahaan farmasi Jerman menguji coba obat-obatan pada para tahanan di kamp, perusahaan-perusahaan ditawarkan kontrak untuk membangun krematorium, dan daftar rinci para korban dibuat dengan menggunakan mesin cetak yang diproduksi oleh perusahan IBM Jerman, Dehomag. Saat para tahanan memasuki kamp-kamp kematian, mereka diharuskan untuk menyerahkan semua barang pribadi mereka. Barang-barang ini selanjutnya di katalog-kan dan dikirim ke Jerman untuk digunakan kembali atau di daur ulang. Berenbaum juga mengungkapkan bahwa bagi para pelaku, peristiwa ini merupakan prestasi terbesar Jerman.[19] Melalui sebuah rekening terselubung, bank nasional Jerman membantu "mencuci" barang-barang berharga yang dicuri dari para korban. Saul Friedländer menyatakan bahwa: "Tidak satupun kelompok sosial, kelompok keagamaan, lembaga pendidikan, ataupun asosiasi profesional di Jerman dan di seluruh Eropa yang menyatakan solidaritasnya terhadap orang-orang Yahudi." [20] Friedländer juga mengungkapkan bahwa beberapa gereja Kristen menyatakan bahwa umat Yahudi yang pindah agama harus dianggap sebagai bagian dari "kawanan", namun itupun hanya pada titik tertentu. Friedländer berpendapat bahwa hal tersebut menjadikan peristiwa Holocaust ini "khas" karena mampu terungkap tanpa adanya campur tangan dari kekuatan-kekuatan yang biasanya ditemukan dalam masyarakat maju, seperti industri, usaha kecil, gereja-gereja, dan kelompok masyarakat lainnya.[20] Ideologi dan skalaDalam kasus-kasus genosida lainnya, pertimbangan pragmatis seperti untuk menguasai wilayah dan sumber daya merupakan faktor-faktor utama yang melahirkan kebijakan genosida. Namun, menurut sejarawan Yehuda Bauer, "motivasi dasar [dari Holocaust] adalah murni kepentingan ideologis, yang berakar dari dunia ilusi imajinasi Nazi yang mengkhawatirkan bahwa adanya sebuah konspirasi Yahudi internasional yang akan mengendalikan dunia dan menentang superioritas bangsa Arya."[21] Menanggapi pernyataan filsuf Jerman Ernst Nolte, yang mengklaim bahwa peristiwa Holocaust ini tidak "unik", sejarawan Jerman Eberhard Jäckel menulis pada tahun 1986, ia menyatakan bahwa Holocaust "unik" karena belum pernah ada sebelumnya sebuah negara dengan pemimpin yang sepenuhnya bertanggung jawab untuk memutuskan dan mengumumkan pembunuhan terhadap sekelompok manusia tertentu, termasuk wanita, anak-anak, dan bayi.[22] Pembantaian dilakukan secara sistematis di hampir semua negara yang diduduki oleh Nazi di wilayah yang saat ini menjadi 35 negara Eropa yang terpisah.[23] Pembantaian paling parah terjadi di kawasan Eropa Tengah dan Timur, yang memiliki lebih dari tujuh juta Yahudi pada tahun 1939. Sekitar lima juta umat Yahudi dibunuh di sana, termasuk tiga juta di Polandia dan lebih dari satu juta di Uni Soviet. Ratusan ribu umat Yahudi juga tewas di Belanda, Prancis, Belgia, Yugoslavia dan Yunani. Selain itu, Protokol Wannsee menegaskan bahwa Jerman bermaksud untuk memperluas agenda "solusi akhir dari permasalahan Yahudi" mereka ke Britania Raya dan negara-negara netral lainnya di Eropa seperti Irlandia, Swiss, Turki, Swedia, Portugal dan Spanyol.[24] Siapapun yang memiliki tiga atau empat garis leluhur Yahudi harus dimusnahkan tanpa terkecuali. Dalam peristiwa genosida lainnya, para korban dapat menghindari kematian dengan cara pindah ke agama lain atau berasimilasi. Namun pilihan ini tidak tersedia bagi umat Yahudi di negara-negara Eropa yang diduduki oleh Nazi,[25] kecuali bahwa kakek-nenek mereka telah pindah agama sebelum tanggal 18 Januari 1871. Selain itu, semua orang yang baru-baru ini memiliki keturunan Yahudi juga dibinasakan oleh Nazi di wilayah-wilayah yang dikuasainya.[26] Kamp pemusnahanKamp-kamp pemusnahan dilengkapi dengan kamar gas untuk tujuan pemusnahan massal secara sistematis. Metode ini merupakan fitur unik dari Holocaust dan belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah. Tidak pernah tercatat sebelumnya dalam sejarah di mana telah disediakan tempat dengan tujuan untuk membunuh orang secara massal. Kamp-kamp ini didirikan di Auschwitz, Belzec, Chełmno, Jasenovac, Majdanek, Maly Trostenets, Sobibor, dan Treblinka. Eksperimen medisCiri khas lainnya dari Holocaust adalah penggunaan subjek manusia dalam eksperimen medis. "Para dokter Jerman lebih bersifat "Nazi" dibandingkan dengan para profesional lain dalam hal keanggotaan partai," [27] dan mereka melakukan berbagai eksperimen medis di kamp konsentrasi Auschwitz, Dachau, Buchenwald, Ravensbrück, Sachsenhausen, dan Natzweiler.[28] Dokter Nazi yang paling terkenal adalah Dr. Josef Mengele, yang melakukan eksperimennya di Auschwitz. Eksperimennya ini termasuk menempatkan subjek dalam ruang bertekanan, pengujian obat-obatan pada subjek, membekukan subjek, berusaha untuk mengubah warna mata dengan cara menyuntikkan bahan kimia ke dalam mata anak-anak dan berbagai eksperimen amputasi serta operasi brutal lainnya.[28] Hasil akhir dari eksperimennya ini tidak pernah diketahui karena catatan eksperimennya yang dikirimkan pada Dr. Otmar von Verschuer di Kaiser Wilhelm Institute dihancurkan oleh von Verschuer.[29] Sebagian besar subjek yang berhasil selamat dari eksperimen Mengele selalu berakhir dengan dibunuh, atau dibedah setelah eksperimen. Mengele biasanya sangat tertarik untuk bereksperimen dengan anak-anak Romani. Dia akan membawakan mereka permen atau mainan, dan kemudian secara pribadi membawa mereka ke kamar gas. Mereka memanggil Mengele dengan sebutan "Onkel Mengele".[30] Vera Alexander, salah seorang tahanan Yahudi di Auschwitz yang menyaksikan hasil eksperimen kembar Romani Mengele mengungkapkan:
Perkembangan dan eksekusiAwalSejarawan Yehuda Bauer, Raul Hilberg dan Lucy Dawidowicz menyatakan bahwa sejak Abad Pertengahan dan seterusnya, masyarakat dan budaya di Jerman diliputi oleh antisemitisme, dan bahwa ada pengaruh langsung dari pogrom pada abad pertengahan ke kamp-kamp kematian Nazi.[31][32][33] Pada paruh kedua abad ke-19, di Jerman dan Austria-Hungaria muncul sebuah gerakan bernama gerakan Völkisch, yang dikembangkan oleh para pemikir seperti Houston Stewart Chamberlain dan Paul de Lagarde. Gerakan ini menyatakan bahwa Jerman harus memandang orang-orang Yahudi sebagai "ras" tandingan dalam pertarungan hidup-mati dengan ras "Arya" untuk menguasai dunia.[34] Antisemit Völkisch ini, berbeda dengan antisemit Kristen. Yahudi dipandang lebih sebagai "ras" ketimbang sebagai agama.[35] Dalam pidatonya sebelum Reichstag pada tahun 1895, salah satu pemimpin völkisch bernama Hermann Ahlwardt menyebut orang-orang Yahudi sebagai "predator" dan "basil kolera" yang harus "dimusnahkan" demi kebaikan rakyat Jerman.[36] Dalam buku laris tahun 1912 berjudul Wenn ich der Kaiser wär (Jika Aku Seorang Kaiser), Heinrich Class, salah satu pemimpin völkisch, menyarankan agar semua Yahudi di Jerman harus dihapuskan status kewarganegaraan Jermannya dan ditetapkan sebagai Fremdenrecht (status alien).[37] Class juga mendesak agar semua Yahudi ditiadakan dari semua aspek kehidupan Jerman, dilarang memiliki tanah sendiri, memegang jabatan publik, atau berpartisipasi dalam jurnalisme, perbankan, dan profesi liberal lainnya.[37] Class mendefenisikan seseorang dianggap sebagai Yahudi jika menganut agama Yahudi sejak Kekaisaran Jerman diproklamirkan pada tahun 1871, atau siapapun yang setidaknya memiliki satu garis leluhur Yahudi.[37] Selama masa Kekaisaran Jerman, gagasan völkisch ini dan rasisme "ilmiah" yang berkaitan dengan Yahudi telah menjadi hal yang umum dan diterima secara luas di Jerman.[38] Partai Buruh Jerman Sosialis Nasional didirikan pada tahun 1919 sebagai cabang dari gerakan völkisch, dan partai ini juga mengadopsi paham antisemit mereka.[39] Perubahan IPTEK yang luar biasa di Jerman pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 serta diringi dengan pertumbuhan negara kesejahteraan, menciptakan harapan luas bahwa "utopia" sudah dekat dan semua permasalahan sosial akan terselesaikan.[40] Pada saat yang sama, didukung oleh prestise ilmu pengetahuan, di kalangan elit Jerman berkembang anggapan yang menyatakan bahwa beberapa ras secara biologis lebih "berharga" dibandingkan dengan ras lainnya. [41] Dalam esainya pada tahun 1989, sejarawan Detlev Peukert menyatakan bahwa Holocaust tidak semata-mata berawal dari antisemitisme, namun merupakan produk dari "radikalisme kumulatif" yang kemudian menghasilkan genosida.[42] Setelah Perang Dunia I, didukung oleh sedang berlangsungnya Depresi Besar, permasalahan sosial yang terjadi di Jerman jauh lebih besar daripada yang diperkirakan oleh birokrat sebelumnya. Permasalahan ini semakin memperkuat anggapan bahwa beberapa kaum yang "tidak layak" harus disingkirkan untuk mencapai kesejahteraan.[43] Kalangan medis di Jerman mengusulkan upaya pemusnahan orang-orang dengan cacat fisik dan mental untuk menghemat anggaran kesehatan negara.[44] Pada saat Hitler merebut kekuasaan pada tahun 1933, usulan untuk menyelamatkan ras yang "berharga" dengan cara membersihkan ras "yang tidak layak" ini semakin mengemuka.[45] Penganiayaan dan eksodus dari 525.000 umat Yahudi Jerman dimulai setelah Nazi berkuasa pada tanggal 30 Januari 1933. Dalam Mein Kampf, Hitler secara terbuka telah mengungkapkan kebenciannya terhadap Yahudi, dan menyatakan niatnya untuk mengusir mereka dari kehidupan politik, intelektual, dan budaya Jerman. Hitler memang tidak menulis kalau ia akan berusaha memusnahkan Yahudi, namun dilaporkan bahwa ia telah mengungkapkannya secara pribadi. Pada awal tahun 1922, Hitler mengatakan kepada wartawan Mayor Joseph Hell:
Kebijakan dan emigrasi
Pada awal Reich Ketiga, pemimpin Nazi telah memproklamirkan keberadaan Volksgemeinschaft (Komunitas Rakyat). Kebijakan ini membagi penduduk menjadi dua kategori, yaitu Volksgenossen ("Kamerad Nasional"), kategori yang tergolong ke dalam Volksgemeinschaft, dan Gemeinschaftsfremde ("Komunitas Alien"), kategori yang tidak tergolong ke dalam Komunitas Rakyat. Kebijakan Nazi tentang represi membagi musuh menjadi tiga jenis, yakni musuh "rasial" seperti Yahudi dan Gipsi yang dipandang sebagai musuh karena "darah" mereka, musuh politik seperti Marxis, liberal, Kristen dan "reaksioner", dan musuh moral seperti homoseksual, para penjahat dan pelacur. Dua yang terakhir dipandang sebagai musuh karena ketidakpatuhan mereka pada Volksgenossen.[47] Dua kelompok tersebut akan dikirim ke kamp konsentrasi untuk "dididik ulang", namun beberapa musuh moral harus disterilkan karena dianggap "bergenetik rendah".[47] Musuh "rasial" seperti Yahudi, tidak diperkenankan untuk menjadi anggota Volksgemeinschaft, oleh sebab itu mereka harus dibinasakan secara total dari kehidupan masyarakat.[47] Sejarawan Jerman Detlev Peukert mengungkapkan bahwa "tujuan Sosialis Nasional adalah sebuah utopia Volksgemeinschaft, semuanya benar-benar di bawah pengawasan polisi, setiap orang yang berniat ataupun berperilaku nonkonformis, akan dikunjungi oleh teror."[48] Peukert juga mengutip dokumen kebijakan tentang "Perlakuan Komunitas Alien", yang menyatakan bahwa: "orang-orang yang ... tidak mampu memenuhi persyaratan untuk menjadi Volksgenossen, akan ditempatkan di bawah pengawasan polisi, dan jika tidak memenuhi juga, akan dikirim ke kamp konsentrasi".[49] Menjelang pemilu Reichstag pada bulan Maret 1933, Nazi mengintensifkan kampanye kekerasan mereka terhadap oposisi. Dengan kerjasama dari pemerintah setempat, mereka mendirikan kamp-kamp konsentrasi untuk penahanan di luar hukum bagi musuh-musuh mereka. Salah satu kamp yang dibangun pertama kali adalah kamp konsentrasi Dachau, yang dibuka pada tanggal 9 Maret 1933.[50] Selama bulan-bulan pertama operasinya, Dachau dipenuhi oleh para pendukung Komunis dan Demokratik Sosial.[51] Pada awalnya, pengelolaan kamp-kamp ini dijalankan oleh organisasi paramiliter SA dan SS, namun pada pertengahan 1934, pengelolaannya secara eksklusif dijalankan oleh SS. Tujuan utama dari kamp-kamp konsentrasi ini adalah untuk menjebloskan dan meneror orang-orang Jerman yang tidak memenuhi syarat atau tidak bersedia bergabung dengan Volksgemeinschaft.[52] Mereka dikirim ke kamp-kamp konsentrasi dan kemudian dibagi menjadi kelompok yang "bisa dididik" (ada kemungkinan untuk dimasukkan ke dalam Volksgemeinschaft) dan kelompok "biologis kotor" (harus disterilkan atau disiksa dengan disuruh bekerja paksa sampai mati).[52] Sepanjang tahun 1930-an, hak-hak hukum, ekonomi dan sosial orang-orang Yahudi terus dibatasi. Jika secara hukum seseorang diidentifikasi sebagai Yahudi, maka Nazi akan menganggap keturunannya juga Yahudi. Bahkan keturunannya yang sudah berpindah agama dari Yahudi setelah tanggal 18 Januari 1871 (pendirian Kekaisaran Jerman) juga dianggap sebagai Yahudi. Sejarawan Israel Saul Friedländer menyatakan bahwa "Nazi mengakui ke-Jerman-an orang-orang berdasarkan kemurnian darah dan dari keasliannya di tanah Jerman yang suci."[53] Pada tanggal 1 April 1933, terjadi pemboikotan terhadap bisnis warga Yahudi, yang menjadi kampanye antisemitisme Nazi pertama. Aksi ini pada awalnya direncanakan akan berlangsung selama seminggu, namun kemudian dibatalkan setelah satu hari karena kurangnya dukungan rakyat. Pada tahun 1933, serangkaian undang-undang disahkan. Undang-undang ini antara lain berisikan "paragraf Arya", yang mengecualikan orang-orang Yahudi dari sektor-sektor penting negara. Hukum ini selanjutnya dikenal dengan Hukum untuk Pemulihan Layanan Sipil Profesional, yang merupakan hukum antisemit pertama yang disahkan dalam masa Reich Ketiga. Hukum-hukum selanjutnya mulai bermunculan satu persatu; Hukum Dokter; dan Hukum pertanian, yang melarang orang Yahudi untuk memiliki peternakan atau ikut serta dalam sektor pertanian. Pengacara-pengacara Yahudi dipecat. Di Dresden, pengacara Yahudi diseret keluar dari kantornya dan dipukuli.[54] Atas desakan dari Presiden Hindenburg, Hitler menambahkan pengecualian yang mengizinkan para Pegawai Negeri Sipil veteran Perang Dunia I, atau yang ayah dan putranya pernah melayani Jerman dalam perang, untuk tetap menempati jabatannya. Namun Hitler mencabut pengecualian ini pada tahun 1937. Orang-orang Yahudi dikeluarkan dari sekolah-sekolah dan universitas (Undang-Undang untuk Mencegah Kesesakan di Sekolah), dari Asosiasi Jurnalis, dan dari jabatan pemilik atau editor surat kabar.[53] Pada bulan Juli 1933, Undang-Undang untuk Pencegahan Penyakit yang mewajibkan penderitanya untuk disterilisasi disahkan. Akibatnya, lebih dari 400.000 penderita cacat mental dan fisik dikirim ke kamp-kamp konsentrasi untuk "dibersihkan".[55] Pada tahun 1935, Hitler memperkenalkan Hukum Nuremberg, yang menyatakan bahwa: Yahudi dilarang menikah atau berhubungan seks dengan "bangsa Arya" (Hukum untuk Melindungi Darah dan Kehormatan Jerman). Yahudi Jerman dilucuti kewarganegaraannya dan semua hak-hak sipil mereka dicabut. Hitler menggunakan istilah "Hukum Darah" untuk menggambarkan "upaya hukum guna memecahkan masalah Yahudi, dan jika masih mengalami kegagalan, maka akan ditransfer pada solusi akhir dari Bagian Sosialis Nasional." Hitler mengatakan bahwa jika "masalah Yahudi" ini tidak dapat terselesaikan dengan undang-undang, maka "selanjutnya harus diserahkan secara hukum kepada Partai Sosialis Nasional untuk dilakukan solusi akhir."[56] Solusi akhir atau "Endlösung" ini menjadi standar eufemisme Nazi untuk menyebut tindakan pemusnahan orang-orang Yahudi. Pada bulan Januari 1939, Hitler mengatakan dalam sebuah pidato publik: "Jika Yahudi yang berada di dalam ataupun di luar Eropa sekali lagi berhasil menjerumuskan negara ke dalam perang dunia, maka konsekuensinya para Yahudi harus dimusnahkan dari Eropa."[57] Kutipan dari pidato ini digunakan untuk menyimpulkan film propaganda Nazi tahun 1940 berjudul The Eternal Jew (Der ewige Jude), yang bertujuan untuk memberikan alasan dan pembenaran untuk memusnahkan orang-orang Yahudi dari Eropa.[58] Intelektual Yahudi adalah orang pertama yang meninggalkan Jerman. Filsuf Walter Benjamin berangkat ke Paris pada tanggal 18 Maret 1933. Novelis Leon Feuchtwanger pergi ke Swiss. Konduktor Bruno Walter melarikan diri setelah diberitahu bahwa gedung Berlin Philharmonic akan dibakar jika ia melakukan konser di sana. Frankfurter Zeitung menjelaskan pada tanggal 6 April bahwa Walter dan rekan konduktornya, Otto Klemperer, terpaksa mengungsi karena pemerintah tidak mampu untuk melindungi mereka dari suasana hati publik Jerman yang telah diprovokasi oleh "likuidator artistik Yahudi."[59] Albert Einstein berangkat ke Amerika Serikat pada tanggal 30 Januari 1933. Setelah itu dia kembali ke Ostende di Belgia dan tidak pernah menginjakkan kaki lagi di Jerman. Einstein menyebut peristiwa itu sebagai "kegilaan psikis massa". Ia dikeluarkan dari Kaiser Wilhelm Society dan Akademi Sains Prusia, dan kewarganegaraan Jermannya dicabut.[60] Saat Nazi menaklukkan Austria pada tahun 1938, Sigmund Freud dan keluarganya melarikan diri dari Wina ke Inggris. Saul Friedländer mengungkapkan bahwa ketika Max Liebermann, presiden kehormatan di Akademi Seni Prusia, mundur dari jabatannya, tidak satupun dari koleganya yang mengungkapkan kata-kata simpati, dan dia masih dikucilkan pada saat kematiannya dua tahun kemudian. Ketika polisi tiba pada tahun 1943 untuk menangkap istri Liebermann yang berusia 85 tahun, ia memilih untuk bunuh diri dengan cara overdosis daripada harus dibawa ke kamp.[60] Kristallnacht (1938)Pada tanggal 7 November 1938, seorang Yahudi yang masih di bawah umur yang bernama Herschel Grynszpan membunuh diplomat Jerman Nazi Ernst vom Rath di Paris.[61] Insiden ini digunakan oleh Nazi sebagai alasan untuk melakukan kekerasan dalam skala besar terhadap Yahudi Jerman. Apa yang oleh Nazi disebut sebagai "kemarahan publik" sebenarnya merupakan gelombang pogrom yang dihasut oleh partai Nazi, dan dilaksanakan oleh personel SA dan afiliasinya di seluruh Jerman Nazi, termasuk Austria dan Sudetenland.[61] Progrom ini dikenal dengan sebutan Reichskristallnacht ("Malam Kaca Pecah" atau "Malam Beling"), atau pogrom November. Orang-orang Yahudi diserang dan properti mereka dirusak, lebih dari 7.000 toko Yahudi dan 1.668 sinagog (hampir semua sinagog di Jerman) rusak atau hancur. Korban tewas dianggap jauh lebih tinggi daripada jumlah resmi yang menyatakan bahwa 91 orang tewas.[61] 30.000 Yahudi dikirim ke kamp-kamp konsentrasi seperti Dachau, Sachsenhausen, Buchenwald, dan Oranienburg,[62][63] Di kamp-kamp ini, mereka dikurung selama beberapa minggu, dan dilepaskan setelah mereka bisa membuktikan bahwa mereka akan pindah ke luar negeri dalam waktu dekat, atau menyerahkan kepemilikan properti mereka kepada Nazi.[64] Menanggapi Kristallnacht, pada tanggal 11 November 1938, Nazi mengesahkan "Peraturan Terhadap Kepemilikan Yahudi atas Senjata", yang menyatakan bahwa adalah ilegal bagi orang-orang Yahudi untuk memiliki senjata api ataupun senjata lainnya.[65] Selain itu, Yahudi Jerman secara kolektif bertanggung jawab atas ganti rugi kerusakan material yang ditimbulkan oleh pogrom, yaitu sebesar ratusan ribu Reichsmark, dan selanjutnya harus membayar "tebusan" sebesar lebih dari satu miliar Reichsmark.[61] Setelah pogrom, emigrasi Yahudi dari Jerman semakin meningkat, sedangkan kehidupan publik Yahudi di Jerman sudah tidak terlihat lagi keberadaannya.[61] Relokasi dan deportasiSebelum perang, Nazi memutuskan untuk mendeportasi secara besar-besaran Yahudi Jerman dari Eropa.[66] Rencana untuk merebut kembali bekas koloni Jerman seperti Tanganyika dan Afrika Barat Daya untuk dijadikan pemukiman Yahudi dihentikan oleh Hitler. Ia berpendapat bahwa "tidak satupun tempat pertumpahan darah heroik Jerman yang pantas sebagai tempat tinggal bagi musuh terburuk Jerman".[67] Berbagai upaya diplomatik juga dilakukan untuk meyakinkan kekuatan kolonial lainnya seperti Britania Raya dan Prancis agar bersedia untuk menampung para Yahudi di koloni-koloni mereka.[68] Wilayah-wilayah yang dipertimbangkan untuk merelokasi orang-orang Yahudi antara lain Palestina (jajahan Britania Raya),[69] Abyssinia (jajahan Italia), Rhodesia Britania,[70] Madagaskar Prancis,[69] dan Australia.[71] Dari daerah-daerah tersebut, Madagaskar adalah yang paling serius dipertimbangkan. Heydrich menyebutnya sebagai "Rencana Madagaskar; solusi akhir teritorial". Pulau ini dipertimbangkan karena merupakan daerah terpencil, dan kondisi yang tidak menguntungkan di pulau itu akan mempercepat kematian para Yahudi.[72] Rencana ini disetujui oleh Hitler pada tahun 1938, dan pengelolaannya diserahkan kepada Eichmann's, namun rencana ini ditinggalkan setelah terjadinya pembunuhan massal terhadap orang-orang Yahudi pada tahun 1941. Meskipun sia-sia, rencana ini secara tidak langsung telah menjadi langkah psikologis yang berperan penting dalam perjalanan menuju Holocaust.[73] Akhir dari Rencana Madagaskar diumumkan pada tanggal 10 Februari 1942. Departemen Luar Negeri Jerman memberikan penjelasan resmi bahwa sehubungan dengan adanya perang dengan Uni Soviet, maka orang-orang Yahudi akan "dikirim ke timur".[74] Para birokrat Nazi juga mengembangkan rencana untuk mendeportasi orang-orang Yahudi Eropa ke Siberia.[75] Palestina adalah satu-satunya lokasi yang sukses membuahkan hasil yang signifikan terkait dengan rencana relokasi Nazi. Rencana untuk merelokasi Yahudi Jerman ke Palestina disepakati oleh Federasi Zionis Jerman (die Zionistische Vereinigung für Deutschland) dengan pemerintah Nazi melalui Perjanjian Haavara pada tahun 1933. Perjanjian ini mengakibatkan berpindahnya sekitar 60.000 Yahudi dari Jerman ke Palestina sebelum meletusnya Perang Dunia II.[76][77] Langkah awalDi Polandia yang diduduki JermanPermasalahan mengenai perlakuan terhadap orang-orang Yahudi menjadi salah satu urusan yang mendesak bagi Nazi setelah mereka menyerbu bagian barat Polandia pada bulan September 1939, yang merupakan kediaman bagi sekitar dua juta orang Yahudi. Republik Polandia Kedua dibagi antara Jerman Nazi dan Uni Soviet melalui Pakta Molotov-Ribbentrop. Jerman menganeksasi Polandia bagian tenggara, sedangkan bagian timur laut dikuasai oleh Pemerintahan Umum yang dikelola oleh Hans Frank. Invasi ini menyebabkan Inggris, Australia, Selandia Baru, Kanada, Afrika Selatan, dan Prancis menyatakan perang terhadap Jerman yang kemudian memicu meletusnya Perang Dunia II. Tangan kanan Himmler, Reinhard Heydrich, menganjurkan untuk mengumpulkan semua orang Yahudi Polandia di ghetto-ghetto yang dibangun di kota-kota besar. Di tempat ini, mereka akan dipekerjakan untuk kepentingan industri perang Jerman. Ghetto ini dibangun di kota-kota yang terletak di persimpangan kereta api untuk memberikan "kemungkinan kontrol yang lebih baik dan kemudahan deportasi di kemudian hari."[78] Saat diinterogasi pada tahun 1961, Adolf Eichmann mengungkapkan bahwa kalimat "deportasi di kemudian hari" itu merujuk kepada "pemusnahan fisik".[79]
Pada bulan September, Himmler mengangkat Heydrich menjadi kepala Kantor Keamanan Utama Reich (Reichssicherheitshauptamt atau RSHA). Badan ini bertugas untuk mengawasi pekerjaan SS, Polisi Keamanan (SD), dan Gestapo di Polandia yang diduduki Jerman, dan melaksanakan kebijakan terhadap orang-orang Yahudi yang dijelaskan dalam laporan Heydrich. Pembunuhan terorganisir pertama Yahudi oleh pasukan Jerman terjadi selama Operasi Tannenberg. Kemudian, orang-orang Yahudi digiring ke ghetto, terutama yang berada di daerah Pemerintah Umum di Polandia tengah. Di sana, mereka dipaksa untuk bekerja di bawah pengawasan dari Kantor Tenaga Kerja Reich yang dipimpin oleh Fritz Sauckel. Di ghetto tersebut, ribuan Yahudi meninggal akibat penganiayaan, kelaparan, penyakit, dan kelelahan, meskipun saat itu masih belum ada kebijakan mengenai program pembunuhan massal sistematis. Bagaimanapun juga, Nazi menganggap bahwa kerja paksa merupakan salah satu bentuk pemusnahan massal. Istilah Vernichtung durch Arbeit ("memusnahkan melalui kerja paksa") sering digunakan untuk menggambarkan peristiwa ini. Meskipun tekad SS untuk memulai kebijakan pembunuhan terhadap semua orang Yahudi di bawah kendali Jerman sudah jelas, masih ada penentangan terhadap kebijakan ini dalam rezim Nazi, meskipun motifnya adalah ekonomi, bukan kemanusiaan. Hermann Göring, orang yang memiliki kontrol keseluruhan terhadap industri perang dan Departemen Ekonomi tentara Jerman, berpendapat bahwa angkatan kerja Yahudi yang tersedia begitu banyak (lebih dari satu juta tenaga kerja berbadan sehat) adalah aset yang terlalu berharga untuk dimusnahkan disaat Jerman sedang bersiap untuk menyerang Uni Soviet. Di negara lainnyaKetika Jerman menduduki Norwegia, Belanda, Luksemburg, Belgia, dan Prancis pada tahun 1940, serta Yugoslavia dan Yunani pada tahun 1941, kebijakan antisemitisme juga diperkenalkan ke negara-negara ini, meskipun tingkat respon dan penerimaannya bervariasi antar negara, sesuai dengan keadaan politik lokal. Yahudi telah dihapus dari kehidupan ekonomi dan budaya dan tunduk pada batas-batas hukum tertentu, tetapi deportasi fisik tidak terjadi di sebagian besar negara yang ditaklukkan oleh Jerman sebelum tahun 1942. Rezim Vichy yang ditaklukkan di Prancis ikut berkolaborasi dalam menganiaya orang-orang Yahudi Prancis. Sekutu Jerman; Italia, Hungaria, Rumania, Bulgaria, dan Finlandia dipaksa untuk menerapkan kebijakan antisemitisme, namun sebagian besarnya tidak mau, sehingga Jerman memaksa mereka untuk menerapkannya. Selama perang, Yahudi dan orang Roma dijebloskan ke kamp konsentrasi Banjica di Belgrade, terutama sekali para komunis Serbia, royalis dan patriot lainnya yang menolak penjajahan Jerman. Rezim boneka Jerman di Kroasia mulai aktif dalam menganiaya orang-orang Yahudi atas inisiatif sendiri, sehingga Keputusan Hukum untuk Nasionalisasi Properti dan Perusahaan Yahudi di deklarasikan pada tanggal 10 Oktober 1941 di Negara Independen Kroasia. Pemerintahan Umum dan Rencana NiskoPada tanggal 28 September 1939, Jerman berhasil memperoleh kontrol atas wilayah Lublin melalui kesepakatan Jerman-Soviet dengan menukarnya dengan Lithuania.[81] Berdasarkan ketentuan Rencana Nisko, Jerman diizinkan untuk mendirikan reservasi Lublin-Lipowa di wilayah tersebut. Pembangunan reservasi ini dikepalai oleh Adolf Eichmann, yang diberi tugas untuk memusnahkan orang Yahudi dari seluruh Jerman, Austria, dan Protektorat Bohemia dan Moravia.[82] Nazi mengirimkan Yahudi pertama kali ke Lublin pada tanggal 18 Oktober 1939. Kereta pertama yang mengangkut Yahudi terdiri dari orang-orang Yahudi yang berasal dari Austria dan Protektorat Bohemia dan Moravia.[83] Pada tanggal 30 Januari 1940, sebanyak 78.000 Yahudi dari Jerman, Austria dan Cekoslovakia telah dideportasi ke Lublin.[84] Selanjutnya, tanggal 12 dan 13 Februari 1940, orang-orang Yahudi dari Pomerania menyusul di deportasi ke Lublin. Pomerania adalah wilayah pertama yang mendeklarasikan dirinya sebagai "judenrein" ("bebas Yahudi").[85] Pada tanggal 24 Maret 1940, Hermann Göring menyatakan bahwa Rencana Nisko akan diakhiri sepenuhnya pada bulan April.[86] Pada saat Rencana Nisko dihentikan, jumlah orang Yahudi yang telah diangkut ke Nisko mencapai 95.000 orang, banyak di antaranya yang tewas karena kelaparan.[87] Pada bulan Juli 1940, karena kesulitan untuk menggalakkan pertambahan populasi di Pemerintahan Umum, Hitler memutuskan bahwa deportasi Yahudi dihentikan untuk sementara waktu.[88] Pada bulan Oktober 1940, Gauleiter Josef Bürckel dan Robert Heinrich Wagner ditugaskan untuk mengawasi Operasi Bürckel, yaitu pengusiran orang-orang Yahudi ke wilayah Prancis yang tidak ditaklukkan Jerman.[89] Hanya orang-orang Yahudi yang berasal dari pernikahan campuran yang tidak diusir.[89] Sekitar 6.500 orang Yahudi yang menjadi target Operasi Bürckel diberikan peringatan untuk meninggalkan Jerman selama dua jam pada malam tanggal 22-23 Oktober 1940, lebih dari itu, mereka akan ditangkap. Sembilan kereta yang digunakan untuk mengangkut orang-orang Yahudi memasuki Prancis "tanpa memberikan peringatan kepada pihak yang berwenang Prancis", sehingga mereka tidak senang menerima para pendatang Yahudi.[89] Prancis tidak mengizinkan para pendatang Yahudi membawa barang-barang mereka, sehingga barang-barang tersebut akhirnya disita oleh pemerintah Jerman.[89] Menteri Luar Negeri Jerman, Joachim von Ribbentrop, mengeluhkan lambatnya kinerja pemerintah Vichy dalam menangani para Yahudi buangan.[89] Sebagai hasilnya, orang-orang Yahudi yang terusir ditahan oleh otoritas Vichy di kamp-kamp di Gurs, Rivesaltes dan Les Milles sambil menunggu kesempatan untuk mengembalikan mereka ke Jerman.[89] Sepanjang tahun 1940 dan 1941, sejumlah besar pembunuhan terhadap orang-orang Yahudi di wilayah Polandia yang diduduki Jerman terus berlangsung, dan pendeportasian Yahudi ke wilayah Pemerintahan Umum juga terus dilakukan. Deportasi Yahudi dari Jerman, terutama Berlin, belum selesai sampai tahun 1943 (banyak Yahudi di Berlin yang mampu bertahan hidup dalam persembunyian). Pada bulan Desember 1939, sekitar 3,5 juta orang Yahudi sudah dideportasi ke wilayah-wilayah di Pemerintahan Umum. Kamp konsentrasi dan tenaga kerja (1933–1945)Dari awal pendirian kamp konsentrasi pada masa Reich Ketiga, sebenarnya kamp-kamp tersebut dimaksudkan sebagai tempat penahanan. Meskipun angka kematian di kamp-kamp konsentrasi itu juga tinggi, dengan angka kematian mencapai 50%, namun kamp-kamp tersebut tidak dirancang sebagai pusat pembunuhan massal. Pada tahun 1942, enam kamp pemusnahan besar telah didirikan di wilayah Polandia yang diduduki Nazi, yang dibangun semata-mata untuk tujuan pembunuhan massal. Setelah tahun 1939, kamp-kamp ini semakin dipusatkan menjadi tempat di mana orang-orang Yahudi dan tawanan perang (POW) dibunuh atau dipekerjakan sebagai buruh budak, dan pada akhirnya banyak yang kekurangan gizi dan disiksa.[90] Diperkirakan bahwa Jerman membangun 15.000 kamp dan sub-kamp di negara-negara yang mereka taklukkan, sebagian besar di Eropa Timur.[91][92] Kamp-kamp baru didirikan di wilayah-wilayah yang memiliki banyak orang Yahudi, intelektual Polandia, komunis, atau populasi Roma dan Sinti, termasuk di Jerman. Transportasi tahanan sering dilakukan dalam kondisi yang mengerikan dengan menggunakan kereta barang, di mana banyak yang meninggal sebelum mencapai tujuan mereka. Pemusnahan melalui kerja paksa adalah salah satu kebijakan genosida sistematis yang diterapkan oleh Jerman, di mana penghuni kamp akan dipekerjakan sampai mati, atau bekerja sampai kelelahan, dan kemudian dijebloskan ke dalam kamar gas atau ditembak mati. Pekerja budak digunakan untuk memproduksi logistik perang, seperti roket V-2 di Mittelbau-Dora, dan berbagai produksi senjata di sekitar kompleks kamp konsentrasi Mauthausen-Gusen. Setelah para tahanan memasuki kamp, beberapa kamp akan mentato para tahanan dengan sebuah ID tahanan.[93] Para tahanan dipekerjakan selama 12 sampai 14 jam perhari, dengan makanan yang tidak memadai, sehingga banyak di antara mereka yang sekarat atau meninggal saat bekerja.[94] Ghetto (1940–1945)Setelah menginvasi Polandia, Nazi mendirikan ghetto sebagai tempat bagi orang-orang Yahudi dan Romani "dipenjarakan" sebelum mereka dikirim ke kamp-kamp pemusnahan. Proses pertama yang diketahui dalam pendirian ghetto-ghetto ini berasal dari surat bertanggal 29 September 1939 dari Heydrich kepada kepala Einsatzgruppen.[95] Masing-masing ghetto dijalankan oleh Judenrat (dewan Yahudi) Jerman sebagai pemimpin komunitas Yahudi, yang bertanggung jawab untuk mengelola aktivitas di ghetto sehari-hari, termasuk distribusi makanan, air, pemanas, obat-obatan, dan tempat tinggal. Strategi dasar yang dianut oleh dewan Yahudi dalam mengelola ghetto salah satunya adalah dengan mencoba untuk meminimalkan kerugian, terutama dengan bekerja sama dengan pihak berwenang Nazi (atau penggantinya), meskipun fasilitas yang diberikan sangat mengerikan.[96] Judenrat juga ditugaskan untuk mengatur proses deportasi ke kamp-kamp pemusnahan,[97] termasuk memberikan nama-nama kelompok yang akan di deportasi. Para anggota Judenrat ini mengupayakan berbagai cara untuk menyelamatkan komunitasnya, seperti dengan memperlambat, penyuapan, menghalang-halangi, memohon, dan berargumentasi, namun pada akhirnya keputusan tetap harus dibuat. Beberapa pihak, seperti Chaim Rumkowski, berpendapat bahwa tanggung jawab mereka adalah untuk menyelamatkan orang-orang Yahudi yang bisa diselamatkan, dan oleh karena itu orang lain harus dikorbankan. Pemimpin Judenrat seperti Dr. Joseph Parnas menolak untuk menyerahkan daftar, alhasil, ia ditembak mati. Pada tanggal 14 Oktober 1942, para Judenrat di Byaroza memilih untuk bunuh diri daripada harus bekerja sama dengan Nazi.[98] Ghetto Warsawa adalah ghetto yang terbesar, dengan 380.000 penghuni, diikuti oleh Ghetto Łódź (160.000). Michael Berenbaum menyatakan bahwa ghetto-ghetto ini pada dasarnya adalah sebuah penjara yang sangat sesak, dan digunakan sebagai alat "pembunuhan secara lambat dan pasif."[99] Meskipun Ghetto Warsawa ditempati oleh hampir 400.000 orang (30% dari penduduk Warsawa pada saat itu), lokasinya hanya menempati 2,4% dari luas kota, atau rata-rata 9,2 orang per kamar.[100] Dari tahun 1940 sampai 1942, kelaparan dan penyakit, terutama tifus, telah menewaskan ratusan ribu nyawa di ghetto. Lebih dari 43.000 penduduk ghetto Warsawa meninggal di sana pada tahun 1941,[100] dan lebih dari setengah penduduk di ghetto Theresienstadt meninggal pada tahun 1942.[99]
Himmler memerintahkan dimulainya deportasi pada tanggal 19 Juli 1942, dan tiga hari kemudian, deportasi dari Ghetto Warsawa dimulai. Selama 52 hari berikutnya, hingga tanggal 12 September, sekitar 300.000 orang dari Warsawa telah diangkut dengan kereta barang ke kamp pemusnahan Treblinka. Banyak ghetto lainnya yang dikosongkan setelahnya. Pemberontakan ghetto pertama terjadi pada bulan September 1942 di kota kecil Łachwa di sebelah tenggara Polandia. Upaya perlawanan bersenjata di ghetto-ghetto yang lebih besar terjadi pada tahun 1943, seperti Pemberontakan Ghetto Warsawa dan Pemberontakan Ghetto Białystok, namun upaya itu gagal dalam melawan kekuatan militer besar Nazi, dan orang-orang Yahudi yang tersisa entah dibunuh atau dideportasi ke kamp kematian.[102] Regu pembunuh (1941–1943)Invasi Jerman ke Uni Soviet pada bulan Juni 1941 membuka fase baru dalam perkembangan Holocaust. Holocaust diintensifkan setelah Nazi menduduki Lithuania, yang memiliki hampir 80% penduduk Yahudi dan hampir semuanya dibasmi sebelum akhir tahun.[103][104] Wilayah Soviet yang diduduki pada awal tahun 1942 juga mencakup Belarus, Estonia, Latvia, Lithuania, Ukraina, dan Moldova dan wilayah Rusia paling barat di garis Leningrad-Moscow-Rostov. Di wilayah-wilayah ini terdapat sekitar tiga juta orang Yahudi, termasuk ratusan ribu yang melarikan diri dari Polandia pada tahun 1939. Penduduk lokal di beberapa wilayah Soviet yang diduduki Jerman juga ikut berpartisipasi aktif dalam pembunuhan orang Yahudi dan yang lainnya.[105] Di Lithuania, Latvia dan Ukraina barat, penduduk setempat sangat terlibat dalam pembunuhan orang-orang Yahudi dari awal pendudukan Jerman.[105] Arajs Kommando Latvia adalah contoh unit militer setempat yang berpartisipasi aktif dalam pembunuhan ini.[105] Di selatan, penduduk Ukraina membantai sekitar 24.000 orang Yahudi.[105] Selain itu, unit-unit militer di Latvia dan Lithuania meninggalkan negara mereka sendiri dan berpartisipasi dalam pembunuhan Yahudi di Belarus, dan militer Ukraina menjabat sebagai penjaga kamp-kamp konsentrasi dan kematian di Polandia.[105] Milisi Ustaše di Kroasia juga melakukan tindakan penganiayaan dan pembunuhan. Pada kenyataannya, Jerman-lah yang mengorganisir dan menyalurkan para "partisipan lokal" ini untuk terlibat dalam Holocaust.[105] Banyak dari pembunuhan massal tersebut dilakukan di depan umum, suatu perubahan dari praktik sebelumnya.[105] Saksi Jerman untuk pembunuhan ini menekankan adanya partisipasi dari penduduk setempat.[105] Pembantaian yang dilakukan oleh tentara Jerman biasanya dibenarkan dengan alasan untuk menegakkan operasi anti-partisan atau anti-bandit, namun sejarawan Jerman Andreas Hillgruber menyatakan bahwa ini hanyalah alasan untuk memperkecil keterlibatan Tentara Jerman dalam Holocaust di Rusia dan istilah "kejahatan perang" dan "kejahatan kemanusiaan" adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan apa yang mereka lakukan.[106] Hillgruber menegaskan bahwa pembantaian terhadap sekitar 2,2 juta pria, wanita, dan anak-anak yang tak berdaya karena alasan ideologi rasisme tidak mungkin bisa dibenarkan dengan alasan apapun, dan pernyataan jenderal-jenderal Jerman yang mengklaim bahwa Einsatzgruppen diperlukan untuk merespon anti-partisan adalah kebohongan.[107] Kerjasama militer dengan SS dalam operasi anti-partisan dan anti-Yahudi berlangsung dengan sangat intensif.[108] Pada musim panas 1941, Brigadir Kavaleri SS diperintahkan oleh Hermann Fegelein dalam operasi anti-partisan di Pripyat Marshes yang menewaskan 699 pasukan Tentara Merah, 1.100 partisan dan 14.178 orang Yahudi.[108] Sejarawan Jerman Jürgen Forster, seorang pakar terkemuka yang mengkaji tentang kejahatan perang Wehrmacht berpendapat bahwa Wehrmacht memainkan peran kunci dalam Holocaust, dan adalah hal yang salah jika mengatakan bahwa Holocaust ini semata-mata merupakan "hasil karya" SS. [109] Raul Hilberg mengungkapkan bahwa komandan Einsatzgruppen Jerman adalah warga biasa, sebagian besar berasal dari kalangan profesional, sebagian besar lagi intelektual, dan mereka dilatih untuk menjadi pembunuh yang efisien.[110] Skala besar pembunuhan orang Yahudi di wilayah-wilayah Soviet yang diduduki Jerman dilaksanakan oleh Einsatzgruppen (regu pembunuh keliling) di bawah komando Heydrich. Hal ini telah dioperasikan dalam skala terbatas di Polandia pada tahun 1939, namun kemudian dioperasikan dalam skala yang lebih besar. Einsatzgruppe A ditugaskan ke wilayah Baltik, Einsatzgruppe B ke Belarus, Einsatzgruppe C ke Ukraina utara dan tengah, dan Einsatzgruppe D ke Moldova, Ukraina selatan, Krimea, dan Kaukasus utara.[111] Menurut Otto Ohlendorf di persidangannya, "Einsatzgruppen memiliki misi untuk melindungi garis belakang pasukan dengan membunuh orang-orang Yahudi, Gipsi, fungsionaris komunis, komunis aktif, dan semua orang yang akan membahayakan keamanan." Dalam praktiknya, korban-korban mereka hampir semuanya merupakan warga sipil Yahudi (tidak satupun anggota Einsatzgruppe yang tewas selama operasi). Pada bulan Desember 1941, empat Einsatzgruppe yang tercantum di atas telah membunuh masing-masing: 125.000, 45.000, 75.000, dan 55.000 orang, dan total 300.000 orang, terutama dengan cara penembakan atau dengan granat tangan di berbagai lokasi pembunuhan massal di luar kota-kota besar. Museum Memorial Holocaust Amerika Serikat mengisahkan tentang salah satu korban selamat dari pembantaian Einsatzgruppen di Piryatin, Ukraina, ketika mereka membunuh 1.600 orang Yahudi pada tanggal 6 April 1942, hari kedua Paskah:
Pada hari Senin, orang-orang Yahudi dari Kiev dikumpulkan di sebuah pemakaman, berharap akan dinaikkan atau diangkut dengan kereta. Kerumunan tersebut cukup besar, sebagian besar laki-laki, perempuan, dan anak-anak tidak mampu mencari tahu apa yang terjadi hingga terlambat; pada saat mereka mendengar tembakan senapan mesin, tidak ada kesempatan untuk melarikan diri. Semuanya berlarian menyusuri barisan tentara, dan kemudian ditembak. Seorang sopir truk menggambarkan adegan tersebut:
Pada bulan Agustus 1941 Himmler melakukan kunjungan ke Minsk. Di sana, ia secara pribadi menyaksikan 100 orang Yahudi yang ditembak di sebuah selokan di luar kota. Peristiwa ini dijelaskan oleh Karl Wolff dalam buku hariannya: "Wajah Himmler menghijau. Dia mengeluarkan sapu tangan dan mengusap pipinya yang terkena cipratan sepotong otak. Kemudian ia muntah." Setelah tenang, dia mengajari anggota SS untuk mematuhi "hukum moral tertinggi Partai" dalam melaksanakan tugas mereka. Metode baru pembunuhan massalMulai bulan Desember 1939, Nazi memperkenalkan metode baru pembunuhan massal dengan menggunakan gas.[116] Nazi melengkapi van gas eksperimental dengan tabung gas dan sebuah kompartemen bagasi tertutup, yang digunakan untuk membunuh pasien perawatan mental sanatorium di Pomerania, Prusia Timur, dan wilayah Polandia yang diduduki Jerman sebagai bagian dari operasi yang disebut dengan Aksi T4.[116] Di kamp konsentrasi Sachsenhausen, sebuah van besar yang mampu memuat hingga 100 orang digunakan dari bulan November 1941.[116] Van ini juga diperkenalkan di kamp pemusnahan Chełmno pada bulan Desember 1941, dan 15 van lainnya dioperasikan oleh Einsatzgruppen di wilayah Soviet yang diduduki Jerman.[116] Van-van ini dioperasikan di bawah pengawasan dari Kantor Keamanan Utama Reich dan digunakan untuk membunuh sekitar 500.000 nyawa, terutama orang-orang Yahudi, orang Rom, dan lain-lain.[116] Penggunaan van-van ini dipantau secara berhati-hati, dan setelah satu bulan pengamatan, sebuah laporan menyatakan bahwa "sembilan puluh tujuh ribu nyawa telah dihabisi dengan menggunakan van tanpa menimbulkan kerusakan pada mesin".[117] Kebutuhan akan teknik pembunuhan massal baru ini juga diungkapkan oleh Hans Frank, Gubernur Pemerintah Umum, yang menyatakan bahwa kebanyakan orang tidak bisa dengan hanya ditembak. "Kita harus mengambil langkah-langkah, merancang beberapa cara untuk memusnahkan mereka." Masalah tersebut menyebabkan SS melakukan eksperimen pembunuhan dalam skala besar dengan menggunakan gas beracun. Pada akhirnya, Christian Wirth mengungkapkan penemuannya tentang kamar gas. Konferensi Wannsee dan Solusi Akhir (1942–1945)Konferensi Wannsee diselenggarakan oleh Reinhard Heydrich pada tanggal 20 Januari 1942 di Wannsee, sebuah wilayah di pinggiran kota Berlin, bersama dengan sekitar 15 pemimpin Nazi lainnya serta sejumlah sekretaris negara, pejabat senior, pemimpin partai, perwira SS dan para pemimpin lainnya dari departemen pemerintah yang bertanggung jawab atas kebijakan yang terkait dengan isu-isu Yahudi. Tujuan awal dari pertemuan ini adalah untuk membahas rencana mengenai solusi komprehensif yang berkaitan dengan "permasalahan Yahudi di Eropa". Heydrich menyarankan untuk "melakukan pembunuhan massal di wilayah-wilayah yang diduduki Jerman ... sebagai bagian dari solusi atas permasalahan Yahudi Eropa yang diperintahkan oleh Hitler, dan untuk memastikan bahwa mereka, terutama birokrasi di kementerian, akan berbagi pengetahuan dan tanggung jawab terkait dengan kebijakan ini."[120] Salinan dari hasil pertemuan yang disusun oleh Eichmann berhasil diselamatkan, namun atas petunjuk dari Heydrich, salinan tersebut ditulis dalam "bahasa eufimistis." Dengan demikian, kata-kata yang tepatnya digunakan dalam pertemuan tersebut tidak diketahui.[121] Bagaimanapun juga, dalam pertemuan tersebut Heydrich mengemukakan idenya mengenai kebijakan emigrasi yang akan digantikan oleh kebijakan mengevakuasi Yahudi ke timur. Hal ini dipandang hanya merupakan solusi sementara yang mengarah pada solusi akhir untuk membinasakan sekitar 11 juta orang Yahudi yang tinggal tidak hanya di wilayah yang diduduki oleh Jerman, namun juga di negara-negara besar di seluruh dunia, termasuk Britania Raya dan Amerika Serikat.[122] Heydrich juga menjelaskan bahwa makna dari Solusi Akhir adalah "orang-orang Yahudi harus dimusnahkan dengan cara mengkombinasikan kerja paksa dan pembunuhan massal."[123] Para petinggi Nazi diberitahu bahwa terdapat sekitar 2,3 juta orang Yahudi di dalam Pemerintahan Umum, 850.000 di Hungaria, 1,1 juta di negara-negara lainnya yang diduduki Jerman, dan lebih dari 5 juta di Uni Soviet, meskipun 2 juta-nya berada di wilayah yang masih di kuasai oleh Soviet, atau jika ditotalkan, umat Yahudi di Soviet berjumlah sekitar 6,5 juta. Orang-orang Yahudi ini akan diangkut dengan kereta api ke kamp-kamp pemusnahan (Vernichtungslager) di Polandia, dan sebagian besar dari mereka akan digas sekaligus. Di beberapa kamp, sepertidi Auschwitz, mereka yang cocok untuk dipekerjakan akan tetap hidup untuk sementara waktu, tetapi pada akhirnya semuanya tetap akan dibunuh. Perwakilan perusahaan Göring, Dr. Erich Neumann, mendapatkan hak terbatas untuk menggunakan beberapa tahanan sebagai pekerja industri.[124] Reaksi publik JermanDalam buku karangannya tahun 1983 yang berjudul Popular Opinion and Political Dissent in the Third Reich, Ian Kershaw meneliti mengenai Alltagsgeschichte (sejarah kehidupan sehari-hari) di Bavaria (Bayern) selama periode Nazi.[125] Kershaw berpendapat bahwa sudut pandang publik Bavaria yang paling umum adalah ketidakpedulian terhadap apa yang terjadi pada orang-orang Yahudi.[126] Kershaw menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang Bavaria tahu mengenai Holocaust, namun pada kenyataaannya mereka jauh lebih peduli terhadap peperangan daripada peduli terhadap "Solusi Akhir untuk Permasalahan Yahudi" Nazi.[126] Kershaw menggambarkan kengerian Holocaust dengan menganalogikan bahwa "jalan menuju Auschwitz dibangun oleh kebencian, dan diaspali dengan ketidakpedulian".[127][128] Pendapat Kershaw mengenai reaksi kebanyakan orang-orang Bavaria yang dikatakan bersikap "acuh tak acuh" dikecam oleh sejarawan Israel Otto Dov Kulka, seorang ahli opini publik Jerman Nazi, dan sejarawan Kanada Michael Kater. Kater berpendapat bahwa Kershaw meremehkan tingkat antisemitisme yang populer di Jerman, dan meskipun ia mengakui bahwa sebagian besar tindakan antisemit "spontan" Jerman Nazi dilakukan secara bertahap, namun tindakan ini tetap saja melibatkan sebagian besar warga Jerman, dan adalah hal yang salah jika menganggap bahwa sikap antisemit ekstrem Nazi hanya semata-mata berasal dari atas.[129] Kulka berpendapat bahwa kebanyakan orang Jerman lebih bersikap antisemit dibandingkan dengan yang Kershaw gambarkan dalam Popular Opinion and Political Dissent, dan bahwa ketimbang menyebutnya sebagai "ketidakpedulian", istilah "keterlibatan pasif" adalah istilah yang lebih tepat untuk menggambarkan reaksi dari rakyat Jerman.[130] Dalam sebuah penelitian yang khusus mengkaji tentang pandangan Yahudi Jerman dalam menentang rezim Nazi, sejarawan Jerman Christof Dipper dalam esainya tahun 1983 yang berjudul "Der Deutsche Widerstand und die Juden ("Perlawanan Jerman dan orang-orang Yahudi") menyatakan bahwa mayoritas anti-Nazi (nasional-konservatif) adalah antisemit.[129] Dipper menyatakan bahwa bagi sebagian besar penentang Nazi seperti nasional-konservatif, "birokrasi dan hukum perampasan harta orang-orang Yahudi yang dipraktikkan sampai tahun 1938 masih diterima".[129] Meskipun Dipper mencatat bahwa tak seorang pun pengikut nasional-konservatif yang mendukung Holocaust, ia juga berkomentar bahwa nasional-konservatif tidak berniat untuk mengembalikan hak-hak sipil orang-orang Yahudi setelah merencanakan penggulingan Hitler.[129] Dipper juga berpendapat bahwa "sama halnya dengan pandangan yang dianut oleh para penentang Nazi, sebagian besar rakyat Jerman juga percaya bahwa "Permasalahan Yahudi" ini ada dan harus diselesaikan."[129] Robert Gellately berpendapat bahwa sebagian besar penduduk sipil Jerman mengetahui apa yang terjadi. Menurut Gellately, pemerintah secara terbuka mengumumkan konspirasi melalui media, dan bahwa warga sipil mengetahui setiap aspeknya kecuali penggunaan kamar gas.[131] Bukti sejarah signifikan menunjukkan gagasan bahwa sebagian besar korban Holocaust, sebelum dikirim ke kamp konsentrasi, tidak mengetahui nasib yang menanti mereka, atau tidak mempercayainya. Mereka meyakini bahwa mereka akan direlokasi dan diberikan tempat tinggal baru.[132][133][134] MotivasiDalam esainya tahun 1965 yang berjudul "Command and Compliance", sejarawan Jerman Hans Buchheim menyatakan bahwa tidak ada paksaan untuk membunuh orang Yahudi atau yang lainnya, namun setiap orang diberikan kebebasan untuk melakukan hal tersebut.[135] Namun, Buchheim juga mengungkapkan bahwa ia menemukan bukti yang menunnukkan bahwa anggota SS yang menolak untuk melaksanakan perintah kriminal akan dikirim ke kamp konsentrasi atau dieksekusi.[136] Selain itu, orang-orang non-kriminal yang melakukan kejahatan terlebih karena alasan mereka ingin menyesuaikan diri dengan nilai-nilai kelompok mereka atau takut jika dicap "lemah" oleh rekan-rekan mereka jika mereka menolak.[137] Christopher Browning telah meneliti tentang Batalyon 101 Ordnungspolizei Jerman yang ditugaskan untuk membantai dan mengumpulkan orang-orang Yahudi untuk dideportasi ke kamp-kamp kematian Nazi. Sebagian besar pasukan batalion itu terdiri dari pria paruh baya kelas pekerja yang berasal dari Hamburg, mereka tidak layak untuk diserahi tugas militer dan tidak diberi pelatihan khusus untuk melakukan genosida. Komandan dari unit ini tetap memberikan anak buahnya pilihan untuk keluar dari pasukan jika mereka merasa pekerjaan tersebut tidak menyenangkan, namun mayoritas pasukan memilih untuk tidak mengambil pilihan itu, hanya 15 dari 500 anggota batalion yang melakukannya.[138] Dipengaruhi oleh karya Stanley Milgram, Browning berpendapat bahwa pasukan batalion bersedia bergabung dan melakukan pembantaian lebih karena ketaatan mereka kepada otoritas dan tekanan dari teman sebaya, bukan karena nafsu keji atau kebencian. Implikasi umum dari buku ini adalah bahwa ketika ditempatkan dalam grup kohesif, kebanyakan orang akan mematuhi perintah yang diberikan oleh yang berwenang, meskipun mereka sadar bahwa perintah tersebut bertentangan dengan moral. Sejarawan Rusia Sergei Kudryashov meneliti tentang para penjaga di kamp konsentrasi Trawniki. Beberapa penjaga di Trawniki adalah Tentara Merah tawanan perang yang mengajukan diri untuk bergabung dengan SS agar bisa keluar dari kamp-kamp POW.[139] Mayoritas penjaga pria di Trawniki adalah tentara komunis Ukraina atau Volksdeutche, meskipun ada juga tentara Rusia, Polandia, Latvia, Lithuania, Tartar, Georgia, Armenia, dan Azerbaijan.[140] Sebagian besar penjaga-penjaga ini mematuhi perintah SS untuk menganiaya orang-orang Yahudi. penganiayaan orang-orang Yahudi oleh penjaga Trawniki "sering kali dilakukan secara sistematis dan tanpa penyebab tertentu."[141] Banyak dari penjaga-penjaga ini, meskipun tidak semuanya, yang telah mengeksekusi orang-orang Yahudi. Hampir setiap orang yang bekerja sebagai penjaga di kamp-kamp Operasi Reinhard secara pribadi telah membunuh puluhan orang Yahudi.[142] Sependapat dengan Christopher Browning, Kudryashov juga menyatakan bahwa penjaga-penjaga Trawniki ini adalah contoh dari orang-orang biasa yang bersedia menjadi pembunuh karena tekanan dari rekan seperjuangan dan ketaatan pada otoritas yang lebih tinggi.[143] Kamp pemusnahan
Sepanjang tahun 1942, enam kamp telah didirikan sebagai kamp-kamp pemusnahan (Vernichtungslager) untuk mendukung pelaksanaan rencana Reinhard.[162] Meskipun Chełmno secara teknis bukanlah bagian dari Operasi Reinhard, kamp ini mulai difungsikan sebagai kamp pemusnahan pada bulan Desember 1941.[163] Sebelumnya, dua di antara kamp-kamp ini; Chełmno (juga dikenal dengan Kulmhof) dan Majdanek, sudah difungsikan sebagai kamp kerja paksa, dan kemudian fasilitas-fasilitas pemusnahan juga mulai ditambahkan ke kamp-kamp ini. Tiga kamp baru dibangun dengan tujuan tunggal untuk membunuh sejumlah besar orang Yahudi secepat mungkin, yaitu di Belzec, Sobibor dan Treblinka. Kamp ketujuh yang kemudian dibangun di Maly Trostinets, Belarus, juga digunakan untuk tujuan ini. Jasenovac adalah sebuah kamp pemusnahan di mana sebagian besar etnis Serbia tewas. Kamp-kamp pemusnahan sering kali disamakan dengan kamp konsentrasi seperti Dachau dan Belsen. Sebagian besar kamp konsentrasi berada di Jerman dan dimaksudkan semata-mata sebagai tempat penahanan dan kerja paksa untuk berbagai musuh rezim Nazi (seperti Komunis dan homoseksual). Kamp konsentrasi juga berbeda dengan kamp kerja paksa, yang didirikan di semua negara yang diduduki Jerman untuk mengeksploitasi tenaga kerja tahanan dari berbagai etnis, termasuk tawanan perang. Dalam semua kamp-kamp Nazi memang tercatat angka kematian yang sangat tinggi karena kelaparan, penyakit dan kelelahan, namun hanya kamp-kamp pemusnahan yang dirancang khusus sebagai tempat untuk pembunuhan massal.[99] Kamp-kamp pemusnahan ini dijalankan oleh petugas SS, namun sebagian besar penjaganya adalah tentara-tentara Ukraina atau Baltik. Kamar gasDi kamp-kamp pemusnahan yang memiliki kamar gas, semua tahanan akan diangkut dengan menggunakan kereta api barang atau ternak. Terkadang kereta-kereta tersebut dikirim langsung ke kamar-kamar gas, namun biasanya dokter kamp akan menyeleksi sebagian kecil individu-individu yang dianggap cocok untuk bekerja di kamp-kamp kerja paksa, dan selebihnya akan dikirim langsung dari peron ke ruang tunggu. Di tempat ini, semua pakaian mereka dan harta benda lainnya akan disita oleh Nazi yang kemudian digunakan untuk membantu mendanai perang. Para korban kemudian digiring telanjang ke dalam kamar gas. Untuk menghindari kepanikan, biasanya mereka diberitahu kalau ruangan tersebut adalah kamar mandi atau ruang delousing, dan ada tanda di dinding yang bertuliskan "kamar mandi" dan "sauna." Untuk semakin mempertegas kesan mandi tersebut, beberapa pancuran ditempatkan di dalam kamar dan mereka kadang-kadang diberi sepotong kecil sabun dan handuk, serta diberitahu untuk mengingat di mana mereka telah menempatkan barang-barang mereka untuk alasan yang sama. Ketika para korban meminta segelas air karena kehausan setelah perjalanan panjang di kereta ternak, mereka diberitahu supaya buru-buru mandi, karena segelas kopi hangat yang semakin dingin sedang menunggu mereka di kamp.[164] Menurut Rudolf Höß, komandan Auschwitz, bungker 1 mampu menampung 800 orang, dan bungker 2 1.200 orang.[165] Setelah ruangan penuh, pintu ditutup rapat dan zat beracun Zyklon-B, HCN, atau hidrogen sianida dialirkan ke dalam kamar melalui ventilasi di dinding samping. Semua yang ada di dalam kamar tewas dalam waktu 20 menit, kecepatan kematian tergantung pada seberapa dekat jarak para korban dari ventilasi gas. Menurut Höß, diperkirakan bahwa sekitar sepertiga dari para korban meninggal dengan cepat.[166] Joann Kremer, seorang dokter SS yang mengawasi penggunaan gas, menyatakan bahwa: "Teriakan dan jeritan para korban terdengar dari awal, dan sudah jelas bahwa mereka sedang berjuang untuk kehidupan mereka."[167] Saat mayat-mayat disingkirkan, beberapa korban ditemukan tewas dengan setengah berjongkok akibat penuhnya ruangan, kulit mereka berwarna merah muda dengan bintik-bintik merah dan hijau, mulut berbusa atau pendarahan dari telinga.[166] Setelah dieksekusi, gas beracun kemudian dipompa keluar, dan mayat-mayat disingkirkan (yang akan memakan waktu hingga empat jam), emas tambalan di gigi para korban akan diekstraksi dengan tang oleh para dokter gigi, dan rambut para wanita dipotong.[168] Selanjutnya, lantai dan dinding kamar gas dibersihkan.[167] Tugas ini dilakukan oleh petugas Sonderkommando, yang khusus ditugaskan untuk menangani unit Yahudi. Di krematorium 1 dan 2, petugas Sonderkommando ini tinggal di loteng di atas krematorium, sedangkan di krematorium 3 dan 4, mereka tinggal di dalam kamar-kamar gas.[169] Setelah petugas Sonderkommando selesai mengurus mayat-mayat korban, petugas SS akan memeriksa untuk memastikan bahwa semua emas telah dicabut dari mulut korban. Jika hasil pemeriksaan itu menemukan masih ada emas yang terpasang di gigi korban, maka sebagai hukumannya, petugas Sonderkommando akan dilempar hidup-hidup ke tungku pemanggangan.[170] Pada awalnya, mayat-mayat korban dikubur di sebuah lubang dalam yang ditutupi dengan kapur, namun antara bulan September dan November 1942, atas perintah Himmler lubang-lubang tersebut digali dan bangkai-bangkai para korban kemudian dibakar. Pada musim semi tahun 1943, kamar gas dan krematorium baru dibangun untuk mengantisipasi jumlah tahanan yang semakin meningkat.[171]
Perlawanan YahudiDalam studinya mengenai Holocaust, sejarawan Peter Longerich mengungkapkan bahwa: "Yahudi pada praktiknya sama sekali tidak melakukan perlawanan".[173] Hilberg juga mencatat bahwa peristiwa ini telah membangkitkan kembali sejarah penyiksaan orang-orang Yahudi yang juga pernah terjadi berabad-abad yang lalu.[174] Di Warsawa, Timothy Snyder menyatakan bahwa sebuah pemberontakan terjadi tiga bulan setelah deportasi besar-besaran pada bulan Juli-September 1942. Pada saat Pemberontakan Ghetto Warsawa berhasil ditumpas Jerman Nazi pada musim semi 1943, hanya sebagian kecil dari Yahudi Polandia yang masih hidup.[173] Perlawanan Yahudi di Ghetto Warsawa berlangsung pada bulan Januari 1943, ribuan pejuang Yahudi bersenjata seadanya menyerang pasukan SS di teluk selama empat minggu sebelum dihancurkan oleh pasukan SS yang sangat unggul. Menurut laporan Yahudi, ratusan tentara Jerman tewas, sedangkan Jerman mengklaim hanya kehilangan 17 anggotanya dan 93 lainnya terluka. Menurut data Jerman, 13.000 orang Yahudi tewas selama pemberontakan, dan 57.885 selebihnya dideportasi dan digas di kamp kematian. Pemberontakan ini diikuti oleh pemberontakan di kamp pemusnahan Treblinka pada bulan Mei 1943, di mana sekitar 200 tahanan melarikan diri dari kamp setelah melumpuhkan para penjaga. Mereka membunuh sejumlah penjaga Jerman dan membakar kamp untuk menghilangkan jejak, namun 900 tahanan juga tewas, dan dari 600 orang yang berhasil melarikan diri, hanya 40 orang yang selamat dari perang. Dua minggu kemudian, juga terjadi pemberontakan di Ghetto Białystok. Pada bulan September, ada pemberontakan singkat di Ghetto Vilna. Sebulan kemudian, 600 tahanan Yahudi, termasuk Yahudi Soviet tahanan perang, mencoba melarikan diri dari kamp pemusnahan Sobibor. Para tahanan berhasil membunuh 11 perwira SS Jerman dan sejumlah penjaga kamp. Namun, mereka tertangkap, dan tahanan kemudian dipanggang hidup-hidup, sedangkan 300 tahanan lainnya tewas dalam pelarian. Sebagian besar korban tewas di ladang ranjau yang dipasang mengelilingi kamp atau tertangkap kembali dan kemudian dieksekusi. Sekitar 60 tahanan yang selamat bergabung dengan partisan Soviet. Pada tanggal 7 Oktober 1944, 250 Sonderkommando Yahudi di Auschwitz menyerang penjaga kamp dan meledakkan Krematorium IV dengan bahan peledak yang telah diselundupkan oleh tahanan perempuan dari sebuah pabrik di dekatnya. Tiga penjaga Jerman tewas selama pemberontakan, salah satunya dimasukkan ke oven. Para Sonderkommando mengupayakan usaha pelarian besar-besaran, namun ke-250 tahanan yang kabur tersebut terbunuh tidak lama kemudian. Diperkirakan sekitar 20.000 sampai 30.000 partisan Yahudi aktif dalam melawan Nazi dan kolaborator mereka di Eropa Timur.[175][176] Mereka terlibat dalam perang gerilya dan sabotase terhadap Nazi, menghasut pemberontakan Ghetto, dan membebaskan para tahanan. Di Lithuania, mereka membunuh sekitar 3.000 tentara Jerman. Sebanyak 1,4 juta tentara Yahudi juga bertempur untuk tentara Sekutu.[177] Dari jumlah tersebut, Sekitar 40% bertugas di Tentara Merah.[177] Sekitar 200.000 tentara Yahudi yang bertugas di Tentara Merah meninggal dalam perang.[178] Brigadir Yahudi, sebuah unit yang terdiri dari 5.000 sukarelawan Yahudi yang berasal dari Mandat Britania atas Palestina berjuang di pasukan Angkatan Darat Britania Raya. Sukarelawan Yahudi yang berbahasa Jerman dari Kelompok Interogasi Khusus melakukan aksi komando dan operasi sabotase terhadap Nazi di belakang garis depan dalam Kampanye Gurun Barat. Di wilayah Polandia dan Soviet yang diduduki Jerman Nazi, ribuan orang Yahudi melarikan diri ke dalam rawa-rawa atau hutan dan bergabung dengan partisan, meskipun gerakan partisan tersebut tidak selalu menyambut mereka. Di Lithuania dan Belarus, kelompok partisan Yahudi menyelamatkan ribuan warga sipil Yahudi dari pemusnahan. Di Amsterdam dan wilayah lainnya di Belanda, banyak orang Yahudi yang aktif dalam melawan Nazi.[179] Timothy Snyder menyatakan bahwa "pejuang dalam Pemberontakan Warsawa adalah veteran dari pemberontakan ghetto pada tahun 1943. Sebagian besar orang Yahudi bergabung dengan Armia Krajowa, dan lebih banyak orang Yahudi yang berperang dalam Pemberontakan Warsawa pada bulan Agustus 1944 dibandingkan dengan Pemberontakan Ghetto Warsawa pada bulan April 1943."[180] Bergabung dengan kelompok partisan adalah satu-satunya pilihan yang tersedia bagi kaum muda dan sehat yang bersedia meninggalkan keluarga mereka. Banyak keluarga Yahudi yang lebih suka untuk mati bersama-sama daripada harus dipisahkan. Yahudi Prancis juga sangat aktif dalam menentang Nazi, mereka melakukan kampanye gerilya melawan Nazi dan otoritas Vichy, membantu Sekutu dalam menghalau mereka dari Prancis, dan mendukung Sekutu dalam operasi pembebasan kota-kota di Prancis yang diduduki Jerman. Meskipun orang-orang Yahudi hanya satu persen dari penduduk Prancis, mereka berkontribusi dalam lima belas sampai dua puluh persen dari perlawanan Prancis dalam menentang Nazi. Gerakan pemuda Yahudi EEIF, yang awalnya menunjukkan dukungan pada rezim Vichy, dibubarkan pada tahun 1943, dan banyak dari anggotanya yang lebih tua kemudian membentuk unit perlawanan bersenjata. Zionis Yahudi juga membentuk Armee Juive (Tentara Yahudi) yang berpartisipasi dalam perlawanan bersenjata di bawah bendera Zionis dan menyelundupkan para Yahudi ke luar negeri. Kedua organisasi di atas bergabung pada tahun 1944, dan selanjutnya berpartisipasi dalam pembebasan Paris, Lyon, Toulouse,Grenoble, dan Nice.[181] KlimaksHeydrich terbunuh di Praha pada bulan Juni 1942. Ia digantikan sebagai kepala RSHA oleh Ernst Kaltenbrunner. Kaltenbrunner dan Eichmann, di bawah pengawasan yang ketat dari Himmler, mengawasi klimaks dari Solusi Akhir. Selama tahun 1943 dan 1944, kamp-kamp pemusnahan dioperasikan pada tingkat terganas untuk membunuh ratusan ribu orang yang dikirim kesana dengan kereta api dari hampir setiap negara yang diduduki oleh Jerman. Pada musim semi tahun 1944, lebih dari 8.000 orang digas setiap hari di Auschwitz.[182] Meskipun produksi tertinggi dari industri perang Jerman berbasis di ghetto-ghetto Yahudi di Pemerintahan Umum, selama tahun 1943 ghetto-ghetto ini dilikuidasi, dan populasinya dikirim ke kamp-kamp untuk dimusnahkan. Yang terbesar dari operasi ini yaitu deportasi sekitar 100.000 Yahudi dari Ghetto Warsawa pada awal tahun 1943. Sekitar 42.000 orang Yahudi ditembak selama Operasi Festival Panen pada tanggal 3-4 November 1943.[183] Pada saat yang sama, pengiriman kereta api ke kamp-kamp Nazi tiba secara teratur dari barat dan selatan Eropa. Beberapa Yahudi juga dikirimkan dari wilayah-wilayah Soviet yang diduduki Jerman ke kamp, pembunuhan orang Yahudi yang tersisa di zona ini dituntaskan oleh SS, dibantu oleh tentara-tentara lokal yang direkrut. Dalam berbagai peristiwa, pada akhir tahun 1943 Jerman akhirnya terusir dari sebagian besar wilayah Soviet. Pengiriman Yahudi ke kamp-kamp terus dilakukan oleh Jerman, dan terus berlanjut bahkan saat menghadapi situasi militer yang semakin darurat setelah Pertempuran Stalingrad pada akhir tahun 1942. Serangan udara Sekutu terhadap fasilitas industri dan transportasi Jerman juga semakin meningkat. Para pemimpin militer dan ekonomi Jerman mulai mengeluhkan mengenai pembunuhan pekerja Yahudi yang terampil. Pada tahun 1944, sudah jelas bagi kebanyakan orang Jerman yang tidak dibutakan oleh fanatisme Nazi bahwa Jerman sudah kalah perang. Banyak pejabat senior yang mulai ketakutan terhadap nasib yang mungkin menunggu mereka dan Jerman terkait dengan kejahatan yang dilakukan atas nama mereka. Pada bulan Oktober 1943, Himmler memberikan pidato kepada pejabat senior Partai Nazi yang berkumpul di Posen (sekarang Poznań, Polandia Barat). Dalam pidato ini, Himmler secara eksplisit menyatakan bahwa ia bermaksud untuk membasmi orang Yahudi dari Eropa:
Hadirin yang mendengarkan pidato ini termasuk Laksamana Karl Dönitz dan Menteri Albert Speer. Dönitz kemudian mengungkapkan dalam pengadilan Nuremberg bahwa ia tidak mengetahui tentang "Solusi Akhir". Sedangkan Speer menyatakan di persidangan dan dalam sebuah wawancara berikutnya bahwa "Jika saya tidak mengetahuinya, maka itu karena saya tidak ingin mengetahuinya."[184] Teks pidato di atas belum terungkap pada saat persidangan mereka. Skala pemusnahan massal agak menurun pada awal 1944 setelah ghetto di Polandia yang diduduki Jerman dikosongkan, namun pada tanggal 19 Maret 1944, Hitler memerintahkan pendudukan militer Hungaria, dan Eichmann dikirim ke Budapest untuk mengawasi deportasi sekitar 800.000 Yahudi Hungaria.[185] Lebih dari setengah Yahudi Hungaria telah dikirim ke Auschwitz pada tahun itu. Komandan Rudolf Höß, mengatakan di persidangannya bahwa ia telah membunuh 400.000 orang Yahudi Hungaria dalam waktu tiga bulan. Operasi untuk membunuh orang-orang Yahudi Hungaria menghadapi pertentangan yang kuat dalam hierarki Nazi. Ada beberapa pendapat yang menyarankan bahwa Hitler harus menawarkan tentara Sekutu kesepakatan untuk menukar ratusan ribu Yahudi Hungaria dengan perlengkapan perang. Ada negosiasi tidak resmi di Istanbul antara agen Himmler, agen Inggris, dan perwakilan dari organisasi-organisasi Yahudi, yang berakhir dengan pertukaran satu juta Yahudi Hungaria dengan 10.000 truk, yang kemudian dikenal dengan proposal "darah untuk barang" ("blood for goods"). Pelarian dan publikasi keberadaan (April–Juni 1944)Pelarian para tahanan dari kamp hanya sedikit, dan sebagian besarnya tidak diketahui. Pada tahun 1940, komandan Auschwitz melaporkan bahwa "penduduk lokal adalah orang Polandia yang sangat fanatik dan ... siap untuk mengambil tindakan apapun terhadap personil kamp SS. Setiap tahanan yang berhasil melarikan diri dapat mengandalkan bantuan penduduk lokal saat ia mencapai dinding perumahan yang pertama."[186] Menurut Ruth Linn, bagaimanapun juga pelarian tahanan, terutama tahanan Yahudi, tidak sepenuhnya bisa mengandalkan bantuan dari penduduk lokal ataupun gerakan "bawah tanah" Polandia.[187] Pada bulan Februari 1942, seorang tahanan bernama Jacob Grojanowski melarikan diri dari kamp pemusnahan Chełmno dan berhasil mencapai mencapai Ghetto Warsawa. Di sana ia memberikan informasi rinci tentang kamp Chełmno pada kelompok Shabbat Oneg. Laporannya, yang kemudian dikenal sebagai Laporan Grojanowski, diselundupkan keluar dari ghetto melalui saluran-saluran "bawah tanah" Polandia kepada Delegatura, dan tiba di London pada bulan Juni 1942. Tidak diketahui apa yang dilakukan oleh pemerintah Inggris untuk menyikapi laporan tersebut pada saat itu.[150][188][189][190] Sementara itu, pada tanggal 1 Februari, Kantor Informasi Perang Amerika Serikat memutuskan untuk tidak merilis informasi tentang pemusnahan orang-orang Yahudi karena merasa bahwa hal itu akan menyesatkan publik dengan berpikir bahwa perang hanyalah masalah Yahudi.[191] Pada tanggal 9 Oktober 1942, radio Inggris menyiarkan berita mengenai peng-gas-an orang-orang Yahudi ke Belanda.[192] Bulan Desember 1942, Sekutu merilis Deklarasi Bersama Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang menggambarkan bagaimana "Hitler berulang kali berniat untuk memusnahkan orang-orang Yahudi di Eropa" dan menyatakan bahwa mereka "mengutuk sekuat mungkin kebijakan binatang dari pemusnahan berdarah dingin Nazi".[193] Pada tahun 1942, Jan Karski melaporkan kepada pemerintah Polandia, Inggris dan AS mengenai situasi di Polandia, terutama kehancuran Ghetto Warsawa dan genosida orang-orang Yahudi. Dia bertemu dengan politisi Polandia di pengasingan, termasuk perdana menteri, serta anggota partai politik seperti Partai Sosialis, Partai Nasional, Partai Buruh, Partai Rakyat, Jewish Bund dan Poalei Sion. Dia juga berbicara kepada sekretaris luar negeri Inggris Anthony Eden, dan menjelaskan secara rinci tentang apa yang telah dilihatnya di Warsawa dan Bełżec.[194] Pada tahun 1943, di London ia bertemu dengan wartawan Arthur Koestler. Karski juga melakukan perjalanan ke Amerika Serikat dan melaporkannya kepada Presiden Franklin D. Roosevelt. Laporannya merupakan sumber utama dalam menginformasikan Holocaust kepada dunia Barat. Pada bulan Juli 1943, Karski sekali lagi memberi laporan secara pribadi kepada Roosevelt mengenai situasi di Polandia. Selama pertemuan mereka, Roosevelt tiba-tiba menginterupsi laporannya dan malah menanyakan tentang kondisi kuda di Polandia yang diduduki Jerman.[195][196][197] Ia juga bertemu dengan pemerintah lain dan pemimpin sipil di Amerika Serikat, termasuk Felix Frankfurter, Cordell Hull, William Joseph Donovan, dan Stephen Wise. Karski juga memberikan laporannya kepada media, uskup dari berbagai denominasi (termasuk Kardinal Samuel Stritch), artis dan pekerja industri film Hollywood, dan seniman, namun tidak berhasil. Banyak orang-orang yang tidak percaya padanya, atau berpendapat bahwa kesaksiannya hanya dibesar-besarkan, atau menganggap itu merupakan propaganda dari pemerintah Polandia di pengasingan.[198] Berita tentang pembunuhan massal orang-orang Yahudi juga diterbitkan di surat kabar Belanda, Het Parool, pada tanggal 27 September 1943. Namun, kabar itu tidak dipercaya dan banyak yang mengira kalau kabar itu hanyalah propaganda perang. Publikasi dihentikan karena bersifat kontra-produktif bagi perlawanan Belanda. Namun, banyak orang Yahudi yang diperingatkan bahwa mereka akan dibunuh, namun kebanyakan mereka menganggap bahwa peringatan itu palsu.[199][200] Pada bulan September 1940, Kapten Witold Pilecki, seorang anggota gerakan bawah tanah dan prajurit Angkatan Darat Polandia, berencana untuk memasuki Auschwitz dan bersedia menjadi sukarelawan untuk dikirim ke sana. Ia merupakan satu-satunya orang yang dikenal secara sukarela untuk dikirim di Auschwitz. Ia mengorganisir jaringan bawah tanah Związek Organizacji Wojskowej (terjemahan: "Persatuan Organisasi Militer", POM) yang siap untuk memulai pemberontakan, namun kemudian diputuskan bahwa kemungkinan pemberontakan tersebut akan berhasil terlalu rendah. Laporan lengkap dan rinci dari POM kemudian menjadi sumber utama penyelidikan Auschwitz oleh Sekutu. Pilecki melarikan diri dari Auschwitz dan berhasil mengumpulkan informasi yang menjadi dasar laporan dua bagian yang dikirim ke Kantor Layanan Strategis di London pada bulan Agustus 1943. Laporan itu mencakup rincian tentang kamar gas, "penyeleksian", dan tentang percobaan sterilisasi. Laporan ini menyatakan bahwa ada tiga krematorium di Birkenau yang mampu membakar 10.000 orang setiap hari, dan bahwa 30.000 orang telah digas dalam satu hari. Penulis laporan tersebut menulis: "Sejarah tidak mengenal paralel seperti kehancuran kehidupan manusia."[201] Saat Pilecki kembali ke Polandia setelah perang dunia usai, pemerintah komunis menangkap dan menuduhnya sebagai mata-mata bagi pemerintah Polandia yang berada di pengasingan. Ia dijatuhi hukuman mati dalam persidangan dan dieksekusi pada tanggal 25 Mei 1948. Sebelum Pilecki melarikan diri dari Auschwitz, pelarian paling spektakuler terjadi pada tanggal 20 Juni 1942; seorang warga Ukraina bernama Eugeniusz Bendera dan tiga warga Polandia, Kazimierz Piechowski, Stanisław Gustaw Jaster dan Józef Lempart melakukan upaya pelarian dengan sangat berani.[202] Mereka berempat berpakaian seperti anggota SS-Totenkopfverbände, bersenjata lengkap dan mengendarai mobil staf SS. Mereka melaju keluar dari gerbang utama menggunakan mobil Steyr 220 yang dicuri dari Rudolf Hoss dan kemudian melaporkan mengenai Holocaust kepada gerakan perlawanan Polandia. Tentara Jerman tidak pernah berhasil menangkap kembali salah satu dari mereka.[203] Dua orang tahanan Yahudi bernama Rudolf Vrba dan Alfred Wetzler melarikan diri dari Auschwitz pada bulan April 1944 dan berhasil mencapai Slowakia. Laporan mereka yang sepanjang 32 halaman mengenai pembunuhan massal di Auschwitz didiktekan kepada pejabat Yahudi, yang selanjutnya dikenal sebagai laporan Vrba-Wetzler. Vrba memiliki memori eidetik dan bekerja di Judenrampe, yang merupakan tempat orang-orang Yahudi yang turun dari kereta "diseleksi" untuk ditransfer ke kamar gas atau ke kamp kerja paksa. Tingkat kerincian yang ia gambarkan membuat pejabat Slowakia membandingkan keterangannya dengan catatan deportasi yang mereka miliki. Mereka kemudian meyakinkan Sekutu untuk menindaklanjuti laporan tersebut dengan serius.[204] Dua tahanan Auschwitz lainnya, Arnost Rosin dan Czesław Mordowicz lolos pada tanggal 27 Mei 1944 dan tiba di Slowakia pada tanggal 6 Juni, bertepatan dengan hari pendaratan Sekutu di Normandia (D-Day). Menyaksikan perayaan D-Day, mereka mengira bahwa perang sudah berakhir dan bermabuk-mabukan untuk merayakannya dengan menggunakan dolar yang mereka selundupkan dari kamp. Mereka ditangkap karena melanggar undang-undang mata uang. Mereka menghabiskan delapan hari di penjara dan kemudian ditebus oleh Judenrat. Informasi tambahan yang mereka berikan kepada Judenrat selanjutnya ditambahkan ke dalam laporan Vrba-Wetzler dan dikenal sebagai Protokol Auschwitz. Mereka melaporkan bahwa antara tanggal 15 Mei dan 27 Mei 1944, 100.000 orang Yahudi Hungaria telah tiba di Birkenau dan tewas seketika, mereka juga melaporkan bahwa untuk mempercepat proses pembakaran, Nazi menggunakan lemak manusia.[205] BBC dan The New York Times menerbitkan laporan dari Vrba-Wetzler secara berurutan pada tanggal 15 Juni,[206] 20 Juni, 3 Juli,[207] dan 6 Juli 1944.[208] Tekanan yang datang dari para pemimpin dunia membuat Miklós Horthy menghentikan deportasi massal orang Yahudi dari Hungaria ke Auschwitz pada tanggal 9 Juli, menyelamatkan nyawa lebih dari 200.000 orang Yahudi yang akan dikirim ke kamp-kamp pemusnahan.[205] Pada tanggal 14 November 2001, dalam edisi ulang tahunnya yang ke-150, The New York Times memuat sebuah artikel yang ditulis oleh mantan editor Max Frankel. Artikel tersebut melaporkan bahwa sebelum dan selama Perang Dunia II, The Times menerapkan kebijakan yang ketat dalam pelaporan berita dan editorial untuk meminimalkan laporan mengenai Holocaust.[209] The Times menerima analisis rinci dan temuan dari profesor jurnalisme Laurel Leff, yang telah menerbitkan sebuah artikel pada tahun sebelumnya di Harvard International Journal of the Press and Politics, ia menyatakan bahwa New York Times sengaja membatasi berita mengenai penganiayaan dan pembunuhan orang-orang Yahudi pada masa Reich Ketiga.[210] Leff menyimpulkan bahwa kebijakan pelaporan dan editorial New York Times pada saat itu membuat hampir tidak mungkin bagi Yahudi Amerika untuk memberitahukan Kongres, pemimpin gereja atau pemerintah, bahwa betapa pentingnya untuk membantu umat Yahudi Eropa pada saat itu.[211] Pawai kematian (1944–1945)Pada pertengahan 1944, Solusi Akhir hampir mencapai tujuannya. Komunitas-komunitas Yahudi yang mudah dijangkau dari rezim Nazi sebagian besar telah punah, dengan proporsi yang berkisar sekitar 25 persen di Prancis dan lebih dari 90 persen di Polandia. Pada bulan Mei, Himmler menyatakan dalam pidatonya bahwa "Permasalahan Yahudi di Jerman dan negara-negara yang diduduki telah terselesaikan."[212] Namun, sepanjang tahun 1944, tugas ini menjadi jauh lebih sulit. Tentara Jerman berhasil diusir dari Uni Soviet, Balkan, dan Italia. Pasukan sekutu Jerman dikalahkan atau beralih pihak kepada Sekutu. Pada bulan Juni, pasukan Sekutu mendarat di Prancis. Serangan udara yang dilancarkan oleh Sekutu membuat transportasi kereta api menjadi semakin sulit, dan adanya keberatan dari militer untuk mengalihkan transportasi kereta api yang digunakan untuk mengangkut orang-orang Yahudi ke Polandia jauh lebih mendesak dan sulit untuk diabaikan. Pada saat pasukan Soviet berhasil mendekat, kamp-kamp di bagian timur Polandia ditutup, setiap tahanan yang masih hidup dikirim ke kamp-kamp di barat yang lebih dekat ke Jerman, terutama ke Auschwitz dan Gross Rosen di Silesia. Auschwitz II ditutup setelah Soviet berhasil mendekat melalui Polandia. 13 tahanan terakhir, semuanya wanita, tewas di Auschwitz II pada tanggal 25 November 1944; catatan menunjukkan bahwa mereka "unmittelbar getötet" ("dibunuh langsung"), tidak jelas apakah mereka tewas digas atau kemungkinan yang lainnya.[213] Meskipun situasi militer sedang dilanda keputus-asaan, upaya besar-besaran terus dilakukan untuk menyembunyikan bukti-bukti mengenai apa yang terjadi di kamp-kamp. Kamar-kamar gas dibongkar, krematorium diledakkan, kuburan massal digali dan mayat-mayat dikremasi, dan petani-petani Polandia dipaksa untuk menanam tanaman di bekas kuburan massal untuk memberikan kesan bahwa kuburan-kuburan tersebut tidak pernah ada. Komandan lokal terus membunuhi orang-orang Yahudi, dan untuk memindahkan mereka dari kamp ke kamp lainnya, mereka dipaksa untuk melakukan "pawai kematian" (berjalan kaki antar kamp) hingga seminggu terakhir sebelum perang usai.[214] Setelah mengalami kekerasan dan kelaparan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, para tahanan yang tersisa dipaksa untuk berjalan puluhan kilometer menembus salju menuju stasiun kereta api, kemudian diangkut selama berhari-hari tanpa makanan di kereta barang dengan gerbong terbuka, dan dipaksa untuk berjalan lagi menuju ke kamp baru. Mereka yang tertinggal di belakang atau jatuh akan ditembak mati. Sekitar 250.000 orang Yahudi tewas selama "pawai kematian" ini.[215] "Pawai kematian" yang terbesar dan paling terkenal terjadi pada bulan Januari 1945, ketika pasukan Soviet merangsek mendekati Polandia. Sembilan hari sebelum Soviet tiba di Auschwitz, SS membariskan 60.000 tahanan untuk keluar dari kamp menuju Wodzislaw, sekitar 56 km (35 mi) jauhnya, mereka kemudian ditempatkan di kereta barang yang akan menuju ke kamp-kamp lain. Sekitar 15.000 tahanan meninggal dalam perjalanan ini. Elie Wiesel dan ayahnya, Shlomo, yang berada di antara para tahanan, bersaksi:
PembebasanKamp besar pertama, Majdanek, ditemukan oleh tentara Soviet pada tanggal 23 Juli 1944. Chełmno dibebaskan oleh Soviet pada tanggal 20 Januari 1945. Auschwitz juga dibebaskan oleh Soviet pada tanggal 27 Januari 1945,[217] Buchenwald dibebaskan oleh tentara Amerika Serikat pada tanggal 11 April,[218] Bergen-Belsen oleh tentara Inggris pada tanggal 15 April,[219] Dachau oleh AS pada tanggal 29 April,[220] Ravensbrück oleh Soviet pada hari yang sama; Mauthausen oleh AS tanggal 5 Mei,[221] dan Theresienstadt oleh Soviet pada tanggal 8 Mei.[222] Treblinka, Sobibor, dan Bełżec tidak pernah dibebaskan, namun dihancurkan oleh Nazi pada tahun 1943. Kolonel William W. Quinn dari US Army mengatakan di Dachau: "Pasukan kami menemukan pemandangan, suara, dan bau busuk yang mengerikan melampaui keyakinan, kekejaman yang begitu besar untuk bisa dipahami oleh pikiran yang normal."[223][224] Di sebagian besar kamp-kamp yang dibebaskan oleh Soviet, hampir semua tahanan sudah dibunuh, hanya menyisakan beberapa ribu yang masih hidup—7.600 tahanan yang masih hidup ditemukan di Auschwitz,[225] termasuk 180 anak-anak yang telah dijadikan bahan eksperimen oleh dokter SS. Sekitar 60.000 tahanan hidup juga ditemukan di Bergen-Belsen oleh Tentara Inggris,[226] serta 13.000 mayat yang belum dikuburkan, dan 10.000 tahanan lainnya tewas karena tifus atau malagizi selama minggu-minggu berikutnya.[227] Tentara Inggris memaksa penjaga SS yang tersisa untuk mengumpulkan mayat-mayat dan menempatkan mereka di kuburan massal.[228] Wartawan BBC Richard Dimbleby menggambarkan situasi yang menyambutnya dan Tentara Inggris di kamp konsentrasi Belsen:
Korban
Jumlah korban tergantung pada penggunaan definisi "Holocaust". Donald Niewyk dan Francis Nicosia menyatakan dalam The Columbia Guide to the Holocaust bahwa istilah Holocaust ini sering didefinisikan sebagai pembunuhan massal lebih dari 5 juta orang Yahudi Eropa. Mereka lebih lanjut menyatakan bahwa "Tidak semua orang yang sepenuhnya puas dengan definisi ini."[241] Menurut Martin Gilbert jumlah korban tewas hanya berkisar di bawah enam juta, sekitar 78 persen dari 7,3 juta total orang Yahudi di Eropa yang diduduki Jerman pada saat itu.[242] Definisi yang lebih luas mencakup korban tewas sekitar 2 hingga 3 juta tahanan perang (POW) Soviet, 2 juta etnis Polandia, sampai dengan 1.500.000 orang Romani, 200.000 orang cacat, pembangkang politik dan agama, 15.000 kaum homoseksual dan 5.000 Saksi-Saksi Yehuwa, sehingga jika ditotalkan jumlah korban jiwa menjadi sekitar 11 juta. Definisi yang lebih luas lagi menyatakan bahwa 6 juta warga sipil Soviet juga menjadi korban, sehingga meningkatkan jumlah korban tewas menjadi 17 juta jiwa.[241] R.J. Rummel memperkirakan bahwa total korban Holocaust mencapai 21 juta. Perkiraan lainnya menyebutkan total warga Uni Soviet yang menjadi korban sekitar 26 juta.[243] YahudiSejak 1945, angka yang paling sering dikutip untuk menyebutkan jumlah total Yahudi yang tewas adalah enam juta. Otoritas Peringatan Pahlawan dan Martir Holocaust Yad Vashem di Yerusalem mengungkapkan bahwa tidak ada angka yang tepat untuk menyebutkan jumlah Yahudi yang tewas. Angka yang paling sering digunakan adalah enam juta, yang dikaitkan dengan kesaksian Adolf Eichmann di persidangan.[244] Perhitungan awal mengenai jumlah korban tewas berkisar antara 5,1 juta menurut Raul Hilberg, kemudian naik menjadi 5,95 juta menurut Jacob Leschinsky. Yisrael Gutman dan Robert Rozett dalam Ensiklopedia Holokaus memperkirakan bahwa korban tewas sekitar 5,59–5,86 juta.[245] Sebuah studi yang dipimpin oleh Wolfgang Benz dari Technical University of Berlin menunjukkan bahwa jumlah korban 5,29-6,2 juta.[246][247] Yad Vashem menyatakan bahwa sumber-sumber utama untuk menghitung statistik ini berasal dari perbandingan antara sensus sebelum perang dan sesudah perang dan perkiraan populasi serta dari dokumentasi Nazi tentang deportasi dan pembunuhan.[246] Pusat Basis Data Korban Shoah saat ini mencatat 3 juta nama-nama korban Holocaust yang dapat diakses secara online. Yad Vashem tetap meneruskan proyek untuk mengumpulkan nama-nama korban Yahudi yang bersumber dari dokumen-dokumen sejarah dan kenangan pribadi individu.[248] Dalam edisi ketiga Penghancuran Yahudi Eropa, Hilberg memperkirakan korban tewas sebanyak 5,1 juta, termasuk lebih dari 800.000 orang lainnya yang meninggal akibat "ghettoisasi dan pembunuhan pribadi", 1.400.000 tewas dalam penembakan di udara terbuka, dan lebih dari 2.900.000 yang tewas di kamp-kamp. Hilberg memperkirakan bahwa jumlah korban tewas dari orang-orang Yahudi di Polandia mencapai angka 3.000.000.[249] Perkiraan Hilberg ini pada umumnya dianggap sebagai perkiraan konservatif, karena hanya menghitung jumlah korban berdasarkan catatan yang tersedia dan menghindari penyesuaian statistik.[250] Sejarawan Inggris Martin Gilbert mengemukakan sebuah "perkiraan minimal", di mana lebih dari 5,75 juta korban Holocaust adalah Yahudi.[251] Lucy S. Dawidowicz menggunakan angka sensus pra-perang untuk memperkirakan bahwa sebanyak 5.934.000 orang Yahudi meninggal dalam Holocaust (lihat tabel di bawah).[252] Ada sekitar 8 sampai 10 juta orang Yahudi di wilayah-wilayah yang dikendalikan secara langsung ataupun tidak langsung oleh Jerman (ketidakpastian muncul akibat kurangnya data tentang berapa banyak orang Yahudi yang ada di Uni Soviet). Enam juta orang Yahudi yang tewas dalam Holocaust berarti mewakili 60 sampai 75 persen dari total populasi Yahudi. Dari 3,3 juta Yahudi di Polandia, lebih dari 90 persennya tewas. Proporsi yang sama juga berlaku di Latvia dan Lithuania, namun sebagian besar Yahudi Estonia dievakuasi. Dari 750.000 populasi Yahudi di Jerman dan Austria pada tahun 1933, hanya sekitar seperempat yang selamat. Yahudi Jerman juga banyak yang beremigrasi sebelum tahun 1939, mayoritas melarikan diri ke Cekoslowakia, Prancis atau Belanda, dan dari negara-negara ini mereka kemudian dideportasi menuju kematian mereka. Di Cekoslowakia, Yunani, Belanda, dan Yugoslavia, lebih dari 70 persen Yahudi tewas. 50 sampai 70 persen populasi Yahudi tewas di Rumania, Belgia dan Hungaria. Ada kemungkinan bahwa persentase serupa juga tewas di Belarus dan Ukraina, namun angka-angka ini kurang akurat. Negara-negara dengan persentase kematian Yahudi yang lebih rendah adalah Bulgaria, Denmark, Prancis, Italia, dan Norwegia. Albania adalah satu-satunya negara yang diduduki oleh Jerman yang memiliki populasi Yahudi lebih besar pada tahun 1945 dibandingkan pada tahun 1939. Sekitar dua ratus Yahudi pribumi dan lebih dari seribu pengungsi di Albania difasilitasi dengan dokumen palsu, disembunyikan, dan umumnya diperlakukan sebagai tamu terhormat di negara itu, yang penduduknya kira-kira 60% Muslim.[253] Selain itu, Jepang, sebagai anggota Axis, memiliki respon yang unik terkait dengan kebijakan Jerman mengenai Yahudi.
Berdasarkan data tersebut, dari 3,8 juta korban, sekitar 80-90% nya diperkirakan adalah orang-orang Yahudi. Ketujuh kamp-kamp Nazi menyumbangkan setengah dari jumlah total Yahudi yang tewas dalam Holocaust secara keseluruhan. Hampir seluruh penduduk Yahudi di Polandia tewas di kamp-kamp.[230] Selain mereka yang tewas di kamp-kamp pemusnahan di atas, setidaknya setengah juta orang Yahudi juga tewas di kamp-kamp lainnya, termasuk kamp konsentrasi utama di Jerman. Kamp-kamp ini bukan kamp-kamp pemusnahan, namun memiliki sejumlah besar tahanan Yahudi, khususnya dalam tahun terakhir perang setelah Nazi mundur dari Polandia. Sekitar satu juta orang tewas di kamp-kamp tersebut. Sekitar 800.000 hingga satu juta Yahudi lainnya dibunuh oleh Einsatzgruppen di wilayah Soviet yang diduduki Jerman (angka perkiraan, karena pembunuhan oleh Einsatzgruppen sering kali tidak terdokumentasikan).[257] Banyak juga Yahudi lainnya yang tewas karena dieksekusi atau penyakit dan kekurangan gizi di ghetto-ghetto di Polandia sebelum mereka dideportasi Menurut negara
Pada tahun 1990-an, dibukanya arsip-arsip pemerintah di Eropa Timur mengakibatkan terjadinya penyesuaian jumlah kematian yang diterbitkan dalam karya-karya Hilberg, Dawidowicz dan Gilbert (misalnya, awalnya Gilbert memperkirakan bahwa 2 juta Yahudi tewas di Auschwitz-Birkenau, dan kemudian diperbarui menjadi 1 juta). Wolfgang Benz juga telah melakukan kajian terhadap data yang lebih baru. Dia menyimpulkan pada tahun 1999:
Efek pada bahasa YiddishKarena sebagian besar korban Yahudi adalah penutur bahasa Yiddish, Holocaust memiliki efek mendalam dan permanen pada perkembangan budaya dan bahasa Yiddish. Sebelum Perang Dunia II, ada 11-13 juta penutur bahasa Yiddish di dunia.[259] Holocaust menyebabkan jumlah ini mengalami penurunan dramatis dalam penggunaan bahasa Yiddish setelah komunitas Yahudi yang luas, baik sekuler ataupun religius, yang biasanya menggunakannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sebagian besar sudah dibasmi. Sekitar 5 juta (85%) dari korban Holocaust adalah penutur bahasa Yiddish.[260] Dari populasi non-Yahudi yang tersisa, populasi yang menuturkan bahasa Ladino dari Yunani dan Balkan juga dimusnahkan, yang memberikan kontribusi terhadap kepunahan bahasa Yahudi-Spanyol. Non YahudiBangsa SlaviaRencana Himmler, Generalplan Ost (General Plan East), disetujui oleh Hitler pada musim panas tahun 1942. Rencana ini memungkinkan untuk dilakukannya pembasmian, pengusiran, atau perbudakan sebagian besar atau seluruh bangsa Slavia dari kampung halaman mereka sehingga menciptakan ruang hidup yang lebih luas bagi para pemukim Jerman, sesuatu yang rencananya akan dilakukan selama 20-30 tahun.[261][262] William W. Hagen mengungkapkan:
Etnis PolandiaPada bulan November 1939, para pejabat Jerman menyerukan "penghancuran total" semua etnis Polandia.[264] "Semua orang Polandia", Heinrich Himmler bersumpah, "akan menghilang dari dunia".[265] Negara Polandia yang berada di bawah pendudukan Jerman harus dibersihkan dari etnis Polandia dan kemudian ditempati oleh kolonis Jerman.[266] Pada tahun 1952, Nazi mengharapkan hanya sekitar 3-4 juta dari etnis Polandia yang tinggal di Polandia, dan sebagian besarnya bekerja sebagai budak untuk pemukim Jerman. Mereka dilarang menikah, dilarang memperoleh bantuan medis, dan akhirnya bangsa Polandia akan lenyap. Pada tanggal 22 Agustus 1939, seminggu sebelum pecahnya perang, Hitler menyatakan bahwa "objek perang adalah ... menghancurkan musuh secara fisik. Itulah mengapa saya siapkan, untuk sementara hanya di Timur, formasi 'Kepala Kematian' saya diperintahkan untuk membunuh tanpa belas kasihan semua pria, wanita, dan anak-anak keturunan Polandia atau yang berbahasa Polandia. Hanya dengan cara ini kita bisa memperoleh ruang hidup yang kita butuhkan."[267] Nazi memutuskan untuk melakukan genosida terhadap etnis Polandia pada skala yang sama seperti terhadap etnis Yahudi.[268] Tindakan yang diambil terhadap etnis Polandia pada kenyataannya tidak sama skalanya dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi. Kebanyakan orang Yahudi Polandia (sekitar 90% dari populasi pra-perang) tewas selama Holocaust, sementara orang Kristen Polandia sebagian besar selamat dari pendudukan brutal Jerman.[269] Antara 1,8 hingga 2,1 juta non-Yahudi di Polandia tewas di tangan Jerman selama perang, sekitar empat perlima dari korban-korban tersebut adalah etnis Polandia, dan sisanya merupakan etnis minoritas Ukraina dan Belarusia, sebagian besar adalah warga sipil.[232][233] Setidaknya, 200.000 dari korban tersebut tewas di kamp konsentrasi, di mana sekitar 146.000 dibunuh di Auschwitz. Yang lainnya tewas akibat pembantaian umum seperti dalam Pemberontakan Warsawa, yang menewaskan antara 120.000 hingga 200.000 warga sipil.[270][271] Kebijakan Jerman di Polandia antara lain dengan mengurangi jatah makanan, menurunkan standar kebersihan dan merampas hak pelayanan medis penduduk. Angka kematian meningkat dari 13 sampai 18 per seribu jiwa.[272] Secara keseluruhan, sekitar 5,6 juta dari para korban Perang Dunia II adalah warga negara Polandia,[233] baik Yahudi maupun non-Yahudi, atau 16 persen dari total populasi penduduk pra-perang. Sekitar 3,1 dari 3,3 juta Yahudi Polandia dan sekitar 2 dari 31,7 juta non-Yahudi Polandia tewas di tangan Jerman selama perang.[273] Menurut data terbaru yang dirilis oleh IPN, lebih dari 2,5 juta non-Yahudi Polandia tewas akibat dari pendudukan Jerman.[274] Sedangkan lebih dari 90 persen dari korban tewas berasal dari non-militer, karena sebagian besar warga sipil menjadi sasaran dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh Jerman Nazi dan Uni Soviet.[270] Etnis Serbia dan Slavia Selatan lainnyaDi Balkan, lebih dari 581.000 bangsa Yugoslavia dibunuh oleh Nazi dan sekutu fasis Kroasia mereka di Yugoslavia.[275][276] Tentara Jerman, di bawah perintah dari Hitler, berjuang untuk memusnahkan etnis Serbia yang dianggap sebagai ras rendahan (Untermenschen).[277] Kolaborator Nazi, Ustaše, melakukan pemusnahan sistematis besar-besaran untuk alasan politik, agama atau ras. Korban yang paling banyak berasal dari etnis Serbia. Etnis Bosnia, Kroasia dan etnis lainnya juga dikirim dan tewas di kamp konsentrasi Jasenovac. Museum Memorial Holocaust Amerika Serikat (USHMM) menyatakan bahwa: "Pihak berwenang Ustaša mendirikan sejumlah kamp konsentras di Kroasia antara tahun 1941 dan 1945. Kamp-kamp ini digunakan untuk mengisolasi dan membunuh orang-orang Serbia, Yahudi, Roma, Muslim Bosnia, dan minoritas non-Katolik lainnya, serta lawan politik dan agama di Kroasia." USHMM dan Perpustakaan Virtual Yahudi melaporkan bahwa antara 56.000 hingga 97.000 jiwa tewas di kamp konsentrasi Jasenovac.[278][279][280] Sedangkan Yad Vashem menyatakan bahwa secara keseluruhan, lebih dari 500.000 etnis Serbia dibantai "dengan cara yang mengerikan dan sadis" oleh Ustaša.[281] Menurut penelitian terbaru dalam Bosnjaci u Jasenovackom logoru ("Etnis Bosnia di kamp konsentrasi Jasenovac") oleh penulis Nihad Halilbegovic, setidaknya 103.000 orang Muslim Bosnia tewas selama Holocaust di tangan rezim Nazi dan Ustaše Kroasia. Menurut penelitian tersebut, "tidak diketahui berapa jumlah total etnis Bosnia yang dibunuh di bawah nama etnis Serbia atau Kroasia", dan "sejumlah besar Bosnia tewas dan terdaftar di bawah populasi orang Roma", sehingga tidak tercatat saat dijatuhi hukuman mati dan dimusnahkan.[282][283] Dengan pengecualian etnis Slovenia yang berada di bawah pemerintahan Italia, antara 20.000 hingga 25.000 orang Slovenia dibunuh oleh Nazi atau fasis (dengan menghitung hanya jumlah korban sipil).[284] Adanya kerjasama antara Nazi dan Albania diikuti oleh penganiayaan besar-besaran terhadap komunitas non-Albania (kebanyakan Serbia) oleh fasis Albania. Sebagian besar kejahatan perang dilakukan oleh Divisi SS Skenderbeg dan Balli Kombëtar. Fasis Albania membantai sekitar 40.000 hingga 60.000 orang Serbia dan 200.000 lainnya diusir dari Albania.[285][286] Slavia TimurPenduduk sipil Soviet di daerah pendudukan Jerman juga tak luput dari kebiadaban tentara Jerman.[287] Ribuan petani desa di Rusia, Belarus dan Ukraina dibantai oleh tentara Jerman. Bohdan Wytwycky memperkirakan bahwa sebanyak seperempat dari seluruh korban warga sipil Soviet yang tewas di tangan Nazi dan sekutu mereka dipicu oleh motif rasial.[241] Akademi Sains Rusia pada tahun 1995 melaporkan bahwa korban sipil warga Uni Soviet di tangan Jerman, termasuk orang-orang Yahudi, mencapai 13,7 juta jiwa, atau sekitar 20% dari total 68 juta populasi di Uni Soviet yang diduduki Jerman. Jumlah ini termasuk 7,4 juta korban genosida dan pembalasan Nazi yang tewas di kamp-kamp.[288] Di Belarus, Nazi bertanggung jawab atas pembakaran sekitar 9.000 desa, mendeportasi sekitar 380.000 tenaga kerja budak, dan membunuh ratusan ribu warga sipil. Lebih dari 600 desa, seperti Khatyn, dibakar bersamaan dengan seluruh populasinya, dan setidaknya terdapat sekitar 5.295 pemukiman di Belarus yang dimusnahkan oleh Nazi dengan beberapa atau semua penghuninya tewas. Tim Snyder menyatakan: "Dari sembilan juta orang yang berada di wilayah Soviet Belarus pada tahun 1941, sekitar 1,6 juta dibunuh oleh Jerman, termasuk sekitar 700.000 tawanan perang, 500.000 orang Yahudi, dan 320.000 orang yang dianggap sebagai partisan, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil yang tidak bersenjata."[289] Tawanan perang SovietMenurut Michael Berenbaum, antara dua hingga tiga juta tawanan perang Soviet, atau sekitar 57 persen dari keseluruhan tawanan perang Soviet, meninggal karena kelaparan, penganiayaan, atau eksekusi antara bulan Juni 1941 hingga Mei 1945, dan sebagian besar dari mereka tewas selama tahun pertama penahanan. Menurut perkiraan lain oleh Daniel Goldhagen, sekitar 2,8 juta tawanan perang Soviet diperkirakan tewas dalam delapan bulan antara tahun 1941-1942, dan totalnya mencapai 3,5 juta pada pertengahan 1944.[290] USHMM memperkirakan bahwa 3,3 juta dari 5,7 juta tawanan perang Soviet meninggal dalam tahanan Jerman—lebih besar dibandingkan dengan 8.300 dari 231.000 tahanan Inggris dan Amerika.[291] Tingkat kematian menurun setelah tawanan perang yang dianggap layak dipaksa untuk bekerja sebagai budak guna membantu Jerman dalam berperang. Pada tahun 1943, kurang lebih setengah juta dari mereka telah digunakan sebagai pekerja paksa.[231] Orang RomaniKarena orang Rom/Romani dan Sinti secara tradisional adalah bangsa yang sekretif, dengan kebudayaan yang berdasarkan pada sejarah lisan, sedikit yang diketahui tentang pengalaman mereka saat Holocaust dibandingkan dengan kelompok-kelompok lainnya.[292] Yehuda Bauer mengungkapkan bahwa kekurangan informasi ini disebabkan oleh ketidakpercayaan, kecurigaan, dan penghinaan terhadap kepercayaan dan tradisi mereka yang dilanggar di Auschwitz. Bauer menyatakan bahwa "sebagian besar orang Rom tidak bersedia menceritakan pengalaman mereka selama penyiksaan." Akibatnya, sebagian besar dari mereka tetap diam dan dengan demikian menambah efek dari trauma psikologis yang telah mereka alami.[293] Pemusnahan orang-orang Rom yang dilakukan oleh Jerman Nazi di negara-negara yang mereka taklukkan berlangsung dengan tidak konsisten. Di beberapa negara (misalnya Luksemburg dan negara-negara Baltik), Nazi membunuh hampir seluruh penduduk Rom. Di negara lain (misalnya Denmark dan Yunani), tidak ada catatan mengenai orang Rom yang dijadikan sasaran pembunuhan massal.[294] Donald Niewyk dan Frances Nicosia menyatakan bahwa korban tewas setidaknya 130.000 dari hampir satu juta orang Rom dan Sinti yang terdapat di negara-negara Eropa yang ditaklukkan oleh Jerman Nazi.[292] Sedangkan Michael Berenbaum menyatakan bahwa jumlah korban antara 90.000 dan 220.000 jiwa.[295] Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sybil Milton, sejarawan senior di USHMM, mengungkapkan bahwa jumlah orang Rom dan Sinti yang menjadi korban setidaknya 220.000 dan mungkin mendekati 500.000, tetapi studi ini secara eksplisit mengecualikan Negara Independen Kroasia, di mana di negara ini pemusnahan terhadap orang Rom sangat intensif.[234][296] Martin Gilbert memperkirakan bahwa lebih dari 220.000 dari total 700.000 orang Rom di Eropa menjadi korban Holocaust.[297] Ian Hancock, Direktur dari Program Studi Romani dan Pusat Dokumentasi dan Arsip Romani di Universitas Texas berpendapat bahwa angka korban tewas berkisar antara 500.000 hingga 1.500.000 jiwa.[235] Hancock menyatakan bahwa "secara proporsional, jumlah korban tewas setara, dan hampir melebihi jumlah korban Yahudi".[298] Sebelum dikirim ke kamp-kamp, para korban Romani digiring ke ghetto, termasuk beberapa ratus orang ke Ghetto Warsawa.[100] Di timur, tim Einsatzgruppen melacak perkemahan Romani dan membunuh semua penghuninya, tanpa mencatat jumlah korban. Mereka juga dijadikan sasaran oleh rezim boneka yang bekerjasama dengan Nazi, misalnya rezim Ustaše di Kroasia, tempat sejumlah besar orang Romani tewas di kamp konsentrasi Jasenovac. Analis genosida Helen Fein menyatakan bahwa tentara-tentara Ustaše telah membunuh hampir semua orang Romani di Kroasia.[299] Pada bulan Mei 1942, status orang Romani ditempatkan di bawah undang-undang perburuhan dan sosial yang sama seperti orang-orang Yahudi. Pada tanggal 16 Desember 1942, Heinrich Himmler, Komandan SS dan orang yang dianggap sebagai "arsitek" dari genosida Nazi,[300] mengeluarkan sebuah dekret yang menyatakan bahwa "Gypsy Mischlinge (keturunan campuran), Romani, dan anggota klan asal Balkan yang tidak memiliki darah Jerman harus dikirim ke Auschwitz, kecuali mereka pernah bertugas di Wehrmacht".[301] Pada tanggal 29 Januari 1943, keputusan lain memerintahkan deportasi semua orang Romani Jerman ke Auschwitz. Tanggal 15 November 1943, Himmler memerintahkan bahwa di daerah Soviet yang diduduki Jerman, "Gipsi yang menetap dan setengah-Gipsi (Mischlinge) boleh diperlakukan sebagai warga negara. Sedangkan Gipsi Nomaden lainnya diperlakukan pada tingkat yang sama seperti orang-orang Yahudi dan ditempatkan di kamp-kamp konsentrasi."[302] Kulit berwarnaJumlah orang kulit hitam di Jerman saat Nazi berkuasa diperkirakan sebanyak 5.000-25.000 jiwa.[303] Tidak jelas apakah jumlah ini juga termasuk orang Asia. Menurut Museum Memorial Holocaust Amerika Serikat, "nasib orang kulit hitam antara tahun 1933-1945 di Jerman Nazi dan negara-negara yang didudukinya diliputi oleh penganiayaan, sterilisasi, eksperimen medis, penahanan, kebrutalan, dan pembunuhan. Namun, tidak ada kebijakan resmi untuk memusnahkan mereka secara sistematis seperti halnya orang-orang Yahudi dan kelompok lainnya."[304] Selain itu, orang-orang Afrika, Berber, Iran, dan India digolongkan sebagai bangsa Arya, sehingga mereka tidak dianiaya (lihat artikel utama). Disabilitas dan gangguan mental
Aksi T4 adalah suatu program yang dibentuk pada tahun 1939 dengan tujuan untuk menjaga "kemurnian" genetik dari penduduk Jerman dengan membunuh atau mensterilkan warga Jerman dan Austria yang dinilai menderita cacat fisik atau gangguan mental.[306] Antara tahun 1939 dan 1941, sebanyak 80.000 hingga 100.000 orang dewasa, 5.000 anak-anak, dan 1.000 orang Yahudi yang sakit mental di lembaga-lembaga pengobatan kejiwaan tewas.[307] Di luar lembaga-lembaga tersebut, para pakar memperkirakan bahwa sebanyak 20.000 korban tewas (menurut Dr. Georg Renno, direktur dari pusat euthanasia Schloss Hartheim), atau lebih dari 400.000 jiwa (menurut Frank Zeireis, komandan kamp konsentrasi Mauthausen.[307] 300.000 lainnya disterilkan secara paksa.[308] Secara keseluruhan, diperkirakan bahwa jumlah korban dengan gangguan mental yang tewas mencapai angka 200.000 jiwa, meskipun pembunuhan massal terhadap orang-orang ini mendapat perhatian yang relatif sedikit ketimbang terhadap orang-orang Yahudi. Sama dengan orang-orang dengan disabilitas (cacat fisik), pengidap dwarfisme juga dianiaya. Mereka ditempatkan di kandang-kandang dan dijadikan bahan eksperimen oleh Nazi.[309] Setelah adanya protes keras dari gereja-gereja Katolik dan Protestan Jerman pada tanggal 24 Agustus 1941, Hitler akhirnya memerintahkan pembatalan program T4.[310] Program Aksi T4 ini dikepalai oleh Philipp Bouhler, kepala kanselir pribadi Hitler (Kanzlei des Führer der NSDAP) dan Karl Brandt, dokter pribadi Hitler. Brandt diadili pada bulan Desember 1946 di Nuremberg, bersama dengan 22 orang lainnya dalam pengadilan khusus yang dikenal sebagai United States of America vs. Karl Brandt et al., juga dikenal sebagai Pengadilan Dokter. Dia digantung di Penjara Landsberg pada tanggal 2 Juni 1948. HomoseksualAntara 5.000 hingga 15.000 homoseksual berkebangsaan Jerman diperkirakan telah dikirim ke kamp-kamp konsentrasi.[239] James D. Steakley menyatakan bahwa hal yang penting bagi Nazi untuk menyiksa seseorang adalah berdasarkan "kemungkinan untuk berbuat kriminal dan karakter mereka", bukannya tindak kriminal mereka, dan "gesundes Volksempfinden" (sensibilitas sehat dari warga) menjadi prinsip normatif dari hukum-hukum Nazi.[311] Pada tahun 1936, Himler memerintahkan Kantor Pusat Reich untuk memerangi semua warga homoseksual dan aborsi.[312] Homoseksualitas dinyatakan bertentangan dengan "sentimen yang disukai rakyat",[239] dan homoseksual dianggap "mengotori darah Jerman". Gestapo menggerebek bar-bar gay, kaum homoseksual dilacak melalui buku-buku alamat, melalui daftar pelanggan majalah-majalah gay, dan warga dipaksa untuk melaporkan perilaku homoseksual tetangga atau orang-orang terdekat mereka yang dicurigai.[239][311] Puluhan ribu homoseksual dihukum antara tahun 1933 hingga 1944 dan dikirim ke kamp-kamp untuk "direhabilitasi". Di sana, mereka diidentifikasikan dengan gelang lengan berwarna kuning,[313] dan kemudian dengan lencana segitiga merah muda yang dikenakan di sisi kiri jaket atau di kaki kanan celana panjang, dengan tuduhan mengidap kelainan seksual.[311] Ratusan dari mereka di kebiri atas perintah pengadilan.[314] Mereka dipermalukan, disiksa, digunakan untuk eksperimen hormon oleh dokter SS, dan dibunuh.[239] Sekitar dua persen dari homoseksual Jerman dianiaya oleh Nazi. Steakley mengungkapkan bahwa penganiayaan terhadap homoseksual ini juga berlanjut setelah perang.[311] Musuh politikKomunis, sosialis dan serikat buruh di Jerman merupakan penentang awal Nazisme,[315] dan juga menjadi orang-orang pertama yang dikirim ke kamp-kamp konsentrasi. Hitler menyatakan bahwa komunisme adalah sebuah ideologi Yahudi, yang disebut oleh Nazi sebagai "Judeo-Bolshevism". Ketakutan terhadap agitasi komunis digunakan sebagai pembenaran untuk mengesahkan Enabling Act of 1933, undang-undang yang secara resmi memberikan kekuasaan diktator pada Hitler.[316] Hitler dan Nazi juga membenci kaum politik kiri Jerman karena perlawanan mereka terhadap rasisme partai. Sebagian besar pemimpin kelompok kiri Jerman adalah orang Yahudi. Hitler menyebut Marxisme dan "Bolshevisme" sebagai alat bagi "Yahudi internasional" untuk merusak "kemurnian ras" dan kelangsungan hidup bangsa Nordik atau Arya dan untuk mengacaukan kehidupan sosial ekonomi Jerman. Di dalam kamp-kamp konsentrasi seperti Buchenwald, status komunis Jerman ini lebih diistimewakan dibandingkan dengan orang-orang Yahudi karena "kemurnian ras" mereka.[317] Setiap kali Nazi menduduki wilayah baru, anggota komunis, sosialis, atau kelompok-kelompok anarkis biasanya akan menjadi orang pertama yang ditahan atau dieksekusi. Bukti ini ditemukan dalam Commissar Order Hitler, di mana ia memerintahkan untuk mengeksekusi semua komisar politik Soviet yang ditangkap, serta mengeksekusi semua anggota Partai Komunis di wilayah yang dikuasai Jerman.[318][319] Einsatzgruppen bertugas untuk melaksanakan perintah eksekusi ini di wilayah timur. FreemasonDalam Mein Kampf, Hitler menulis bahwa Freemasonry telah "menyerah" kepada orang-orang Yahudi.[320] Pada masa Reich Ketiga, bagaimanapun juga "ancaman" yang ditimbulkan oleh Freemason tidak dianggap serius pada pertengahan 1930-an dan seterusnya.[321] Heydrich bahkan mendirikan museum-Freemasonry pada awal kariernya di SD.[322] Hitler juga bermurah hati mengeluarkan pengumuman pada tanggal 27 April 1938, yang mencabut pembatasan keanggotaan partai bagi mantan Freemason.[323] Führer masih mempertahankan Freemasonry dalam pandangan konspirasi nya,[324] dan penganutnya tidak dianiaya secara sistematis seperti orang-orang Yahudi.[321] Freemason yang dikirim ke kamp konsentrasi sebagai tahanan politik dipaksa untuk memakai segitiga merah terbalik sebagai penanda mereka.[325] Museum Memorial Holocaust Amerika Serikat menyatakan bahwa "karena kebanyakan dari Freemason yang ditangkap juga merupakan Yahudi atau anggota oposisi politik, tidak diketahui berapa banyak Freemason yang dikirim ke kamp-kamp konsentrasi Nazi dan/atau menjadi sasaran hanya karena Freemason".[326] Namun, Grand Lodge Skotlandia memperkirakan bahwa jumlah Freemason yang menjadi korban selama Holocaust sekitar 80.000 hingga 200.000 jiwa.[237] Saksi YehuwaKarena menolak untuk setia kepada Partai Nazi dan melayani di kemiliteran, sekitar 12.000 penganut Saksi Yehuwa dikirim ke kamp-kamp konsentrasi dan dipaksa untuk memakai lencana segitiga ungu sebagai penanda mereka. Di kamp-kamp tesebut, mereka diberi pilihan untuk meninggalkan kepercayaan mereka dan tunduk pada otoritas negara. Antara 2.500 hingga 5.000 jiwa diperkirakan tewas.[240] Sejarawan Detlef Garbe, direktur di Memorial Neuengamme (Hamburg), menyatakan bahwa "tidak ada gerakan keagamaan lainnya yang menolak tekanan untuk menyesuaikan diri dengan Sosialisme Nasional supaya terhindar dari penyiksaan".[327] Hari peringatan HolocaustDengan suara bulat, di dalam sidang Majelis Umum PBB pada 1 November 2005, ditetapkan bahwa tanggal 27 Januari sebagai "Hari Peringatan Korban Holocaust". 27 Januari 1945 adalah hari dimana tahanan kamp konsentrasi NAZI di Auschwitz-Birkenau dibebaskan. Bahkan sebelum PBB menetapkannya, tanggal 27 Januari telah di tetapkan sebagai Hari Peringatan Korban Holocaust oleh Kerajaan Inggris sejak tahun 2001, sebagaimana halnya di -negara lain, mencakup Swedia, Italia, Jerman, Finlandia, Denmark dan Estonia.[328] Israel memperingati Yom HaShoah vea Hagvora, "Hari Hari Peringatan Holocaust dan Keberanian Bangsa Yahudi" pada pada hari ke 27 bulan Nisan, bulan Ibrani, yang biasanya jatuh pada bulan April.[328] Hari peringatan ini biasanya juga di peringati oleh Yahudi di luar Israel.[328] Lihat jugaArtikel terkait menurut negaraPelaku utamaKeterlibatan bangsa dan negara lain
Dampak dan historiografi
Lainnya
Pranala terkaitReferensi
Bibliografi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai The Holocaust.
|